Bahtsul Masail

Hukum Wasiat Kepada Ahli Waris

Rab, 18 Januari 2023 | 12:00 WIB

Hukum Wasiat Kepada Ahli Waris

Islam memiliki ketentuan terkait hak ahli waris dan pelaksanaan wasiat. (Ilustrasi: NU Online)

Assalamu alaikum wr.wb.

Yth. Redaktur NU Online. Izin bertanya, jika orang tua mewasiatkan warisannya kepada anak terakhir misal tapi sebatas lisan tanpa ada hitam di atas putih dan tanpa ada saksi. Mungkin, karena spontan dan memang tidak disuratkan. Bagaimana hukumnya warisan tersebut? Sedang bagian yang diwasiatkan ditempati oleh anak yang lain.


Jawaban

Waalaikum salam wr.wb.


Penanya yang budiman. Semoga Allah merahmati kita semua. Perlu kita ketahui bahwa anak tercatat sebagai ahli waris yang sah bagi orang tuanya. Oleh karena itu, setiap anak memiliki kadar warisan tertentu yang telah ditetapkan dalam ilmu hukum waris. Dan wajib untuk memberikan jatah warisan kepada setiap ahli waris yang berhak mendapatkannya.


Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah:


قال رسول الله ألحقوا الفرائض بأهلها


Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Berikanlah setiap hak warisan kepada orang yang berhak mendapatkannya,’” (HR Bukhari).


Bolehkah seorang ahli waris mendapatkan harta tertentu dari wasiat mayit?


Setiap ahli waris telah mendapatkan kadar tertentu dari warisan sebagaimana dalam ilmu hukum waris. Seandainya ada wasiat harta tertentu dari mayit kepada salah satu ahli waris. Maka, ia (ahli waris yang mendapatkan wasiat harta mayit) sangat membutuhkan kerelaan serta izin dari ahli waris lainnya untuk menjalankan wasiat tersebut


Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah:


قال رسول الله لا وصية لوارث إلا أن يجيز الورثة


Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Tidak (diperbolehkan) wasiat (harta) kepada ahli waris (tertentu) kecuali atas izin ahli waris (lainnya),’” (HR.Bukhari).


Menjalankan wasiat harta tertentu dari mayit untuk salah satu ahli waris harus dijalankan dengan hati-hati dan harus berdasarkan izin dari para ahli waris yang lain. Banyak sekali kita jumpai para ahli waris menjadi tidak akur bahkan memutus silaturahmi karena iri dengki sebab bagian tertentu yang didapatkan kerabatnya sebagai sesama ahli waris.


لأن في إيثار بعض الورثة من غير رضا الأخرين ما يؤدي إلا الشقاق والنزاع وقطع الرحم وإثارة البغضاء والحسد بين الورثة.


Artinya, “Mengutamakan sebagian ahli waris (dengan wasiat harta tertentu) tanpa kerelaan ahli waris yang lain dapat mendatangkan perpecahan, permusuhan, memutus tali silaturahmi, menyebarnya kemarahan serta kedengkian di antara para ahli waris” (Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu [Damaskus, Dar al-Fikr, 2008] juz.X hal.7476)


Seandainya ahli waris yang lain tidak mengizinkan maka wasiat tidak dapat dijalankan dan ahli waris yang mendapatkan wasiat tetap mendapatkan kadar bagiannya sesuai dengan aturan ilmu hukum warisan.


Sedangkan, izin hanya bisa didapatkan dari para ahli waris sudah baligh, berakal, dan dapat memberikan keputusannya sendiri. Maka, izin tidak bisa diambilkan dari ahli waris yang masih kecil ataupun gila ataupun idiot dikarenakan adanya potensi menyerobot hak warisan mereka.


ولا تصح إجازة الورثة إلا من بالغ عاقل جائز الأمر وإن كان فيهم صغير أومجنون أومحجور عليه بسفه لم تصح منه الإجازة لما في الإجازة عليه من تضييق حقه


Artinya, “Dan tidak sah izin dari ahli waris kecuali dari mereka (ahli waris) yang sudah baligh, berakal, dan dapat memberikan keputusannya sendiri. Seandainya diantara mereka (ahli waris) ada yang masih kecil, gila ataupun terbatas kuasanya karena idiot maka tidak sah (izin) dari mereka karena izin dari mereka (berpotensi) menyerobot hak warisan mereka,” (Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir fi Fiqh Al-Imam Asy-Syafi’i [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, 2004] juz VIII, halaman 213).


Walhasil, dalam kasus ini perlu adanya komunikasi yang baik diantara para ahli waris untuk urusan pembagian warisan diantara mereka. Hal ini dibutuhkan karena pembagian warisan adalah momentum untuk mememberikan amanah warisan kepada yang berhak mendapatkannya bukan untuk ajang perpecahan sanak-saudara karena berebut bagian warisan.


Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 58:


ان الله يأمركم أن تؤدوا الامانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل ان الله نعما يعظكم به ان الله كان سميعا بصيرا


Artinya, “Dan sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”


Simpulan yang dapat dipahami disini adalah setiap ahli waris mendapatkan bagian warisan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam ilmu hukum warisan (ilmu mawarits). Seandainya ada wasiat harta tertentu kepada salah satu ahli waris maka membutuhkan izin dan kerelaan dari ahli waris yang lain agar tidak terjadi perseteruan di antara mereka.


Terlebih, seandainya harta yang diwasiatkan melebihi kadar yang telah ditetapkan dalam ilmu hukum warisan (ilmu mawarits). Misal, mayyit mewasiatkan rumah yang nilainya lebih dari setengah hartanya kepada salah satu putrinya yang harusnya mendapatkan bagian warisan yang lebih sedikit dalam ilmu hukum warisan (ilmu mawarits).


Demikian jawaban saya. Semoga bisa dipahami. Kami terbuka menerima saran dan masukan. Terima kasih. Wallahu a‘lam.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq


Wassalamu alaikum wr.wb


Ustadz Muhammad Tholchah al-Fayyadl, Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo Mesir