Syariah

Usaha Peternakan dengan Basis Profit and Loss Sharing atau Bagi Untung Rugi

Jum, 13 Januari 2023 | 16:00 WIB

Usaha Peternakan dengan Basis Profit and Loss Sharing atau Bagi Untung Rugi

Ilustrasi: Ayam (Freepik - NU Online)

Qiradh atau mudharabah, merupakan akad pembiayaan berbasis profit sharing (bagi keuntungan). Kelemahan dari akad ini bagi LKS atau BMT adalah:

  1. modal yang dikucurkan terlampau besar;
  2. pihak LKS atau BMT harus mengeluarkan biaya tambahan berupa menyewa tempat atau fasilitas usaha secara mandiri.


Berdasarkan pertimbangan ini, muncul inisiatif bagaimana bila usaha itu dibangun atas dasar patungan modal saja? Nah, di sinilah penulis akan mencoba mengulasnya sesuai dengan karakterisitik patungan modal secara syariah.

 


Plan Patungan Modal

Patungan modal ini tentu saja dengan melibatkan adanya 2 pihak yang bersekutu dalam patungan modal (crowdfunding). Keduanya sama-sama mengelola dan mengendalikan bisnis peternakan. Dengan demikian, untung-rugi sudah barang tentu juga ditanggung bersama (profit and loss sharing). Ideal akadnya adalah akad syirkah ‘inan.


شركة العنان فهي أن يشترك اثنان فأكثر بمالين على أن يعملا معًا في تنميتها والربح بينهما على ما شترطا


Artinya, "Syirkah ‘inan adalah suatu kesepakatan antara dua pihak atau lebih atas dua harta yang dikumpulkan bersama-sama untuk dikelola dan dikembangkan secara bersama-sama dengan keuntungan milik berdua sesuai ketentuan yang disyaratkan oleh keduanya.” (Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘alal Madzahibil Arba’ah, [Beirut, DKI: 2003], juz III, halaman 70).


Peserta syirkah terdiri dari LKS atau BMT dengan Peternak. Keduanya sama-sama berlaku sebagai pemodal sekaligus pengelola. 

 

Plan Bagi Hasil

Bagi hasil dalam syirkah 'inan ditentukan berdasarkan nisbah modal yang dimiliki oleh kedua pihak mitra dan dihitung pada akhir periode kontrak syirkah selesai dilaksanakan.

 

Fasilitas Usaha (Aset Pasif)

Yang dimaksud sebagai fasilitas usaha sudah barang tentu mencakup kandang, listrik, penerangan, pemanas dan karyawan usaha. 
 

Semua fasilitas ini asalnya merupakan kewajiban anggota syirkah untuk mengusahakannya dengan jalan menyewa secara patungan atau mendirikannya secara bersama-sama. Dengan demikian, biaya sewa dan atau biaya pendirian adalah bagian dari modal awal (ra’sul mal). Berbeda dengan mudharabah, yang mana bea sewa tidak dihitung sebagai ra’sul mal.


Namun, umumnya kandang dan tempat usaha sudah ada terlebih dulu dan dimiliki oleh pihak masyarakat peternak. Itu sebabnya, kandang menghendaki adanya langkah untuk ditaqwim sebagai mata uang. Pertanyaannya, bisakah?


Kiranya, pertanyaan ini bisa dijawab dengan ta’bir berikut ini:


وحكى عن طاوس والاوزاعي وابن أبى ليلى جواز القراض بالعروض لانها كالدراهم والدنانير، ولان كل عقد صح بالدراهم والدنانير صح بالعروض كالبيع


Artinya, “Diceritakan dari Thawus, Al-Auzai dan Ibn Abi Laila akan bolehnya modal qiradh disampaikan dalam bentuk ‘urudh (barang, bukan uang), karena ‘urudh menyerupai dirham dan dirham; dan karena akad qiradh itu sah bila dilakukan dengan dirham dan dinar, maka sah pula bila modal itu dengan ‘urudh, selayaknya jual beli.” (Abu Zakaria Muhyiddin ibn Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Damaskus: Darul Fikr], juz XVI, halaman 361)


Meskipun pendapat di atas dipandang khatha’ (salah) oleh Imam An-Nawawi, akan tetapi titik kesalahan tersebut terjadi apabila modal itu hanya dibiarkan berstatus ‘urudh. Lain halnya, bila ‘urudh itu ditaqwim nilainya sebagai mata uang, maka tidak ada khilaf atas kebolehannya, sebab modal yang terkumpul akan berubah menjadi mata uang seluruhnya.
 

قال الشافعي: ولا يجوز القراض إلا في الدراهم والدنانير التى هي أثمان الاشياء وقيمتها


Artinya, “Imam As-Syafi'i berkata, akad qiradh tidak diperbolehkan kecuali dengan modal dinar dan dirham, yang merupakan harga dari sesuatu serta merupakan nilainya.” (An-Nawawi, Al-Majmu’, juz XVI, halaman 361)


 

Nisbah Modal Pemilik Kandang

Bagi hasil dalam akad syirkah 'inan ditentukan berdasarkan nibah modal masing-masing mitra (syarik). Apabila nilai sewa kandang sudah ditaqwim, maka hak pakai kandang menjadi hak sepenuhnya badan hukum syirkah yang terbentuk antara pihak LKS dan Peternak. 


Apabila pihak peternak tidak menyerahkan modal lain selain kandang dan fasilitas peternakan, maka nilai sewa kandang dan fasilitas peternakan itu dapat berlaku sebagai modal petani peternak dan dihitung sebagai bagian dari ra’sul mal (modal awal) dari syirkah. Misalnya, nilai sewa itu mencapai 5 juta, sementara total modal yang dibutuhkan adalah 20 juta, maka nisbah modal peternak adalah 25%. 


 

Keterlibatan LKS dalam Syirkah

Setiap anggota syirkah ‘inan memiliki kewajiban untuk bekerja bersama-sama dalam mengelola peternakan dengan untung rugi ditanggung bersama. Apabila pihak LKS tidak bisa menangani sendiri dalam pengelolaan itu, maka dia bisa mengangkat wakil atau karyawan yang diupah dan bertindak atas nama dia (wakalah bil ujrah) untuk terlibat dalam pengelolaan peternakan. 


Tidak hanya pihak LKS, pihak petani peternak pun juga memiliki kewenangan untuk mengangkat karyawan yang diupahnya sendiri guna melakukan pengelolaan terhadap peternakan. 


كل ما جازَ للْإنْسان أن يتَصَرَّف فِيهِ بِنَفسِهِ جازَ أن يُوكل فِيهِ أو يتوكل


Artinya, “Segala sesuatu yang bisa dikerjakan sendiri oleh seorang individu maka bisa juga diwakilkan pada orang lain atau menjadi wakil dari pihak lain.” (Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar fi Hilli Ghayatil Ikhtishar, [Damaskus: Dar al-Fikr], juz I, halaman 271).

 

Kelemahan Akad Syirkah 'Inan

Kelemahan dari penggunaan akad di atas adalah pihak lembaga keuangan (BMT/LKS) turut serta terlibat dalam pengelolaan peternakan. Padahal, ini merupakan langkah yang hampir mustahil dilakukan. 


Umumnya pihak LKS hanya mengucurkan modal saja, tanpa terlibat dalam pengelolaan, sebagaimana yang berlaku dalam akad mudharabah. 


Pasalnya, peternak juga terkadang memiliki modal yang bisa disertakan. Dengan modal itu, ia bisa mengurangi kebutuhan asupan modal dari pihak LKS / BMT.
 

 

Simpulan

Rancangan pengucuran modal usaha peternakan oleh BMT atau LKS kepada petani peternak, salah satunya dapat dilakukan melalui introduksi akad syirkah ‘inan, di mana cirinya adalah:

  1. kedua mitra sama-sama mengumpulkan modal berupa uang;
  2. kedua mitra sama-sama bekerja mengelola peternakan untuk mendapat keuntungan bersama; dan
  3. untung rugi ditanggung bersama.
 

Namun demikan, syirkah ‘in​​​​​​​an punya kelemahan pihak lembaga keuangan (LKS/BMT) turut serta terlibat dalam pengelolaan peternakan, dan​​ ini​​​​ hampir mustahil dilakukan. Wallahu a'lam. 

 

 

Ustadz Muhammad Syamsudin. Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur; Peneliti Bidang Ekonomi Syariah di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur