Muhammad Aiz Luthfi
Penulis
Semua orang mempunyai ujian dan godaan yang berbeda sesuai dengan tingkat dan kapasitasnya masing-masing. Bagi seorang ulama misalnya, godaan yang sering datang menghantui adalah tumbuhnya benih kesombongan dalam hati, merasa diri telah menjadi ulama besar, bahkan menganggap dirinya lebih alim dari orang lain.
Rupanya, godaan kesombongan ini juga pernah menimpa pada Abu Yazid Al-Busthami, tokoh sufi terkemuka itu pernah terbersit dalam hatinya bahwa ia adalah ulama besar di zamannya. Hal ini sebagaimana diungkap oleh Fariduddin ‘At-Thar dalam kitab Tadzkiratul Auliya, (Damaskus, Darul Maktabi: 2009), halaman 188-189.
Dikisahkan, suatu hari Abu Yazid sedang duduk santai, tiba-tiba dalam hatinya terlintas sebuah perasaan bahwa dia adalah tokoh suci di zaman itu. Tidak lama kemudian, ia menyadari kesalahan fatal yang baru saja ia lakukan, yaitu sombong dan merasa diri lebih unggul dari orang lain.
Abu Yazid pun menyesal atas kejadian tersebut. Untuk menebus kesalahannya, ia segera bangkit dan berangkat ke daerah Khurasan. Di suatu tempat, Abu Yazid berhenti dan bersumpah tidak akan meninggalkan tempat itu sampai datang seseorang yang akan memperlihatkan kerendahan dan kehinaannya.
Menurutnya, hal ini bisa membantu menghilangkan perasaan sombong dan merasa mulia dalam hatinya. Tekadnya yang begitu kuat membuat Abu Yazid berdiam diri di tempat tersebut selama tiga hari tiga malam.
Di hari keempat, datang seseorang yang berjalan dengan menunggangi unta. Abu Yazid pun menatap tajam kepadanya, ia melihat sosok ini adalah orang mulia yang memiliki aura kebijaksanaan dan kesucian batin.
Abu Yazid kemudian memberi isyarat pada unta itu agar segera berhenti, unta itu pun berhenti dan langsung menekukkan kaki di hadapannya. Sosok orang yang menunggangi unta itu lantas memandangi Abu Yazid dengan seksama dan berkata:
“Kamu mendatangiku untuk membuka sesuatu yang terkunci, mengunci sesuatu yang terbuka, dan menenggelamkan penduduk Bustham bersama Abu Yazid,”
Ucapan orang asing tersebut membuat Abu Yazid terhenyak dan tidak bisa berkata apa-apa. Merasa penasaran, ia pun mencoba mencari tahu asal-usul dan identitas orang asing itu.
“Engkau berasal dari mana?” tanya Abu Yazid.
“Sejak engkau bersumpah tidak akan beranjak dari tempat ini sampai datang orang yang diutus Allah, aku telah menempuh jarak ribuan mil untuk sampai ke sini. Jagalah hatimu, wahai Abu Yazid!”
Setelah menyampaikan nasihat tersebut, orang asing itu langsung berpaling dan berputar arah hingga tak terlihat lagi oleh Abu Yazid.
Penggalan kisah Abu Yazid ini mengajarkan pada umat Islam agar selalu menjaga hati dari berbagai penyakit yang terus menerus menggodanya. Salah satu penyakit hati yang rawan dialami seorang hamba adalah sombong.
Ketika benih kesombongan telah merasuk dalam hati, sebaiknya segera memohon ampunan kepada Allah dan menyadari tentang kelemahan diri, hal ini sebagaimana dilakukan oleh Abu Yazid. Saat merasa dirinya menjadi orang mulia, ia langsung menyesalinya dan rela melakukan sesuatu agar dipandang rendah oleh orang lain.
Kisah ini juga mengingatkan umat Islam agar senantiasa melakukan muhasabah atau introspeksi diri. Sebagaimana diketahui, setiap manusia mempunyai sisi positif dan negatif.
Ketika terlalu banyak melihat sisi positif maka benih-benih kesombongan akan tumbuh dengan subur. Sebaliknya, ketika sering bermuhasabah dan melihat sisi negatif dalam diri, hal ini bisa menjadi motivasi untuk memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyyah Subang, Jawa Barat.
Terpopuler
1
Ketum PBNU: NU Berdiri untuk Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga
2
Harlah Ke-102, PBNU Luncurkan Logo Kongres Pendidikan NU, Unduh di Sini
3
Badan Gizi Butuh Tambahan 100 Triliun untuk 82,9 Juta Penerima MBG
4
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
5
LP Ma'arif NU Gelar Workshop Jelang Kongres Pendidikan NU 2025
6
Banjir Bandang Melanda Cirebon, Rendam Ratusan Rumah dan Menghanyutkan Mobil
Terkini
Lihat Semua