Hikmah

Kisah Jenazah Waria yang Terdiskriminasi

Sen, 11 Oktober 2021 | 22:00 WIB

Abdul Wahhab bin Abdul Hamid Ats-Tsaqafi bercerita, suatu hari ia melihat tiga orang laki-laki dan seorang perempuan tua. Mereka berempat sedang mengusung jenazah dalam sebuah keranda. Mereka mengantarkan jenazah tanpa disertai orang lain.


Wahhab tidak sampai hati melihat itu. Ia kemudian berinisiatif menggantikan posisi perempuan tua itu. Ia mengambil alih salah satu sisi pegangan keranda yang sedang dipegang perempuan tersebut. Dengan demikian, empat sisi keranda dipikul oleh orang laki-laki.


Mereka berlima terus berjalan mengusung keranda. Mereka terus berjalan menuju pemakaman. Tiba di pemakaman, mereka menurunkan keranda jenazah. Mereka melakukan shalat jenazah di area pemakaman.


Mereka mengeluarkan jenazah dari keranda. Mereka perlahan-lahan menurunkan jenazah ke liang lahat. Setelah menutup dengan papan di liang lahat, mereka kemudian menimbun jenazah tersebut.


Di tengah proses pemakaman Abdul Wahhab membuka percakapan dengan perempuan tua tersebut. Ia memberanikan diri untuk menanyakan profil jenazah tersebut kepada perempuan tua itu. 


"Apa hubungan jenazah ini denganmu, Bu?" tanya Wahhab kepada perempuan tua tersebut.


"Ia (jenazah) ini adalah putraku," jawab perempuan tua itu.


"Apakah kalian tidak memiliki tetangga?" Wahhab melanjutkan pertanyaannya kepada perempuan tua itu.


"Ya tentu (punya), tetapi mereka merendahkan almarhum putraku," kata perempuan tua itu.


"Ada masalah apa dengan putramu?" tanya Wahhab.


"Putraku waria, senang berpenampilan wanita," jawab perempuan tua itu.


Mendengar jawaban itu, Abdul Wahhab mengangguk. Kini ia mengetahui kenapa jenazah tersebut diantar oleh sedikit orang, tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan tua. Ia dapat merasakan kepedihan yang dialami oleh perempuan tua tersebut. Ia merasa iba terhadap perempuan tua tersebut. 


Sepulang pemakaman Abdul Wahhab mengajak perempuan tua itu ke rumahnya. Ia memberikan beberapa dirham, sekarung gandum, dan beberapa potong pakaian kepada perempuan itu.


*


Malam hari Abdul Wahhab bermimpi. Dalam mimpinya ia didatangi oleh seorang pria muda yang sangat tampan. Wajahnya cerah secerah bulan malam purnama. Pria muda itu mengenakan pakaian putih. Ia kemudian mengucapkan terima kasih kepada Abdul Wahhab.


"Maaf anak muda, kamu ini siapa?" tanya Abdul Wahhab kepada pria muda tersebut.


"Aku adalah waria yang kalian makamkan siang hari tadi. Alhamdulillah, Allah menurunkan rahmat-Nya kepadaku karena penghinaan orang-orang terhadapku," jawa pria muda tersebut.


*    


Kisah ini diangkat oleh Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin, (Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H), juz IV, halaman 161. Kisah ini diangkat oleh Imam Al-Ghazali ketika menjelaskan keutamaan khauf (takut) dan raja (harap). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)