Hikmah

Kisah Keistimewaan Niat Baik dalam Islam

Kam, 2 Maret 2023 | 13:00 WIB

Kisah Keistimewaan Niat Baik dalam Islam

Niat Baik. (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Ini kisah inspiratif tentang niat, yaitu kisah orang yang awalnya menolak buku catatan amalnya sendiri gegara dianggap terlalu baik, tidak sesuai dengan amal sebenarnya. Namun ia mendapatkan pahala besar sebab niatnya.


Hikayat Syekh Muhammad bin Abdillah Al-Jurdani

Dalam sebagian sumber kisah ini dihikayatkan oleh Abul Aliyah (wafat 93 H), seorang ulama besar generasi Tabiin. Sementara Syekh Muhammad bin Abdillah Al-Jurdani (wafat 1333 H) dalam Kitab Al-Jawahirul Lu'lu'iyah menyebutkannya dengan redaksi: “wa qiila”, dan dikatakan, tanpa menyebutkan siapa yang mengisahkannya.


Pada hari kiamat, ada orang yang diberi catatan amalnya dan menerimanya dengan tangan kanan. Tentu ini pertanda baik. Pertanda ia termasuk ahli surga. Namun setelah melihat catatan amalnya, ia justru kaget. Di situ tercatat amal-amal saleh berupa haji, jihad, dan sedekah, padahal ia tidak merasa pernah melakukannya di saat hidupnya.


“’Hadzā laisa bi kitābī, fainnī mā fa'altu syai'an min dzalika.’ Ini bukan buku catatan amalku, sebab sungguh aku sama sekali tidak pernah melakukan amal saleh itu sedikitpun,” gumamnya penuh kekagetan.


Ia sangat tidak percaya dengan data di dalam buku catatan amalnya. Terlalu bagus dan mengada-ada. Di tengah kesangsian atas buku catatan amal yang baru diterimanya itu, Allah memberi jawaban kepadanya:


“Ini adalah buku catatan amalmu. Karena kamu telah hidup dengan umur panjang dan kamu pernah berkata: 'Andaikan aku punya harta, maka aku akan beribadah haji dengannya. Andaikan aku punya harta, maka aku akan menyedekahkannya'. Jadi aku mengetahui keinginanmu itu dari kebenaran niatmu, dan aku berikan kepadamu seluruh pahalanya.” (Muhammad bin Abdillah Al-Jurdani, Al-Jawahirul Lu'lu'iyah fi Syarhil Arba'in An-Nawawiyah, [Beirut Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2021], halaman 50).


Pernyataan Ibnul Arabi

Dalam Kitab Mishbahuz Zhalam, sebelum menceritakan kisah ini Syekh Muhammad Al-Jurdani menyebutkan pernyataan Ibnul Arabi:


“Bila niat dan harapan seorang hamba di dunia adalah Allah memberinya kesempatan melakukan seluruh ketaatan dan kekuatan untuk selalu melakukannya, namun pertolongan Allah tidak membuatnya mampu melakukannya, maka Allah akan memberikan balasannya di surga. Karenanya ia akan mendapatkan harapannya itu di surga. Kemudian dalam derajat akhirat ia akan menyusul orang-orang yang telah melakukannya, tanpa kepayahan dalam melakukan di dunia.”  (Muhammad bin Abdillah Al-Jurdani, Mishbahuz Zhalam Syarhu Nailil Maram min Ahaditsil Anam, [Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah], halaman 17).


Hadits Nabi saw tentang Keistimewaan Niat

Kisah-kisah di atas berkesesuaian dengan hadits Nabi Muhammad saw yang menjelaskan bahwa seorang hamba akan diberi pahala sesuai niatnya. Di antaranya sabda Nabi saw:


إن العبد ليعمل أعمالا حسنة فتصعد الملائكة في صحف مختمة فتلقى بين يدي الله تعالى، فيقول: ألقوا هذه الصحيفة فإنه لم يرد بما فيها وجهي. ثم ينادي الملائكة اكتبوا له كذا وكذا، اكتبوا له كذا وكذا. فيقولون: يا ربنا إنه لم يعمل شيئا من ذلك. فيقول الله تعالى إنه نواه. (أخرجه الدارقطني من حديث أنس بإسناد حسن )


Artinya,“Sungguh seorang hamba melakukan banyak amal kebaikan, lalu malaikat naik membawa catatan amal yang telah distempel. Kemudian menyampaikannya ke hadapan Allah Ta'ala. Laluu Allah berkat: 'Buanglah catatan amal ini, karena pemiliknya tidak melakukan amal-amal yang ada di dalamnya ikhlah karena-Ku.' Lalu Allah menyeru kepada malaikat: 'Kalian tulislah untuknya amal ini dan ini. Kalian tulislah untuknya amal ini dan ini.' Lalu malaikat berkata: 'Wahai Tuhan kami, sungguh ia tidak melakukan amal itu sama sekali.' Lalu Allah Ta'ala menjawab: 'Sungguh ia telah meniatkannya,'” (HR Ad-Daraquthni, dari sahabat Anas dengan sanad hasan). (Al-'Iraqi, Takhrij Ahaditsil Ihya', juz IX, halaman 203).


Inspirasi Hikmah

Kisah, hadits dan uraian di atas dapat diambil inspirasi dan hikmahnya, yaitu begitu pentingnya niat melakukan amal kebaikan, meskipun sepintas mustahil dilakukan karena di luar dari jangkauan. Seperti melakukan ibadah haji, berderma dengan harta dan semisalnya yang kadang tidak mampu dilakukan oleh sebagian orang.


Meskipun di dunia belum mampu melakukannya karena keterbatasan, dengan niat dan harapan yang sungguh-sungguh, orang akan mendapatkan pahalanya di akhirat kelak. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda