Hikmah

Mbah Ngis dan Tanda-tanda Kehebatan Menurut Imam Syafi’i

Jum, 25 Agustus 2017 | 01:35 WIB

Guratan wajah atau air muka merupakan ekspresi seseorang paling jujur, kecuali jika ia memang sedang berpura-pura seperti karena tuntutan peran dalam sebuah pertunjukan drama,  atau memang ada maksud tertentu bersifat spiritual. Ekspresi seseorang yang paling dapat dipercaya sebenarnya adalah pada saat sendirian, atau pada saat sedang tidur. Pada diri Mbah Ngismatun Sakdullah Solo (wafat 1994)—biasa dipanggil Mbah Ngis—ekspresi wajah yang benar-benar  mencerminkan suasana batinnya adalah pada saat sendirian.

Mbah Ngis ketika sedang sendirian guratan wajahnya sangat tampak. Kehidupan yang dijalaninya  memang berat sehingga wajahnya kadang menampakkan keseriusan yang mendalam. Maklum, Mbah Ngis memiliki 13 anak dengan ekonomi lemah. Tapi wajah serius itu hanya tampak ketika Mbah Ngis yakin tak ada orang lain di sekitarnya. Begitu disadarinya ada kehadiran orang lain dengan serta merta Mbah Ngis menampakkan wajah  “sumringah” dengan senyum merekah.  

Imam Syafi’I dalam kitab Manaqib Imam Syafi’i, karya Al-Baihaqi (2/188), menyatakan bahwa ada tiga tanda  yang menunjukkan bahwa seseorang adalah sosok yang hebat. Tanda pertama adalah kemampuannya menyembunyikan kefakiran, sehingga orang lain mengira orang itu berkecukupan karena tidak pernah meminta. Imam Syafi’i menyatakan:

كتمان الفقر حتى يظن الناس من عفتك أنك غني

Artinya:“Kemampuan menyembunyikan kemelaratan, sehingga orang lain menyangkamu berkecukupan karena kamu tidak pernah meminta.”

Kemampuan tersebut dimiliki Mbah Ngis dengan baik. Hal ini tampak dari sikap Mbah Ngis yang tidak suka meminta kepada siapa-siapa meski Mbah Ngis bukan orang berpunya.  Mbah Ngis hanyalah seorang pedagang kecil sekecil modal yang dimilikinya; pun sekecil warung tempat Mbah Ngis berjualan. Justru yang menonjol dari Mbah Ngis adalah hal yang sebaliknya, yakni bersedekah terutama kepada orang-orang lemah yang membutuhkan.  

Setiap kali dalam kesulitan keuangan, Mbah Ngis tidak pernah meminta-minta kepada siapa pun. Dalam keadaan mendesak, Mbah Ngis meminjam uang kepada pihak-pihak tertentu yang mampu meminjami seperti  bendahara arisan di mana Mbah Ngis bergabung sebagai anggota, atau kepada saudara dekat yang berpunya. Kepada anak-anak Mbak Ngis yang sudah bekerja, Mbah Ngis juga tidak pernah meminta uang, tetapi meminjam secukupnya dan selalu berusaha mengembalikannya.     

Tanda kedua adalah kemampuannya menyembunyikan kesusahannya sehingga orang lain mengira ia selalu senang. Imam Syafi’i menyatakan:

وكتمان الشدة حتى يظن الناس أنك متنعم

Artinya: “Kemampuan menyembunyikan kesusahan, sehingga orang lain mengiramu selalu senang.”

Kemampuan seperti itu juga dimiliki Mbah Ngis. Banyak orang mengenal Mbah Ngis sebagai perempuan yang ramah dan ceria. Mbah Ngis memang tidak suka memperlihatkan kesedihan kepada sesama manusia, tetapi lebih suka mengadukan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya kepada Allah SWT.  Mbah Ngis dapat bermunajat atau berkeluh kesah kepada Sang Pencipta kapan saja menginginkannya terutama ketika di sekitarnya tak ada seorangpun.

Kepada sesama manusia Mbah Ngis lebih suka berbagi kebahagiaan sehingga suka bersenyum dan bersedekah seperti kepada para santri dengan apa yang telah ada di tangannya seperti tahu, tempe, atau bakwan dan uang seadanya untuk para pengemis yang memintanya. Mbah Ngis memang orang kecil sekecil peranannya di komunitas pesantren dimana Mbah Ngis tinggal. Mbah Ngis tidak pernah berpikir kaya dulu baru kemudian berderma.

Tanda ketiga adalah kemampuannya menyembunyikan amarah, sehingga orang lain mengira ia ridha. Imam Syafi’i menyatakan:

وكتمان الغضب حتى يظن الناس أنك راض

Artinya:“Kemampuan menyembunyikan amarah, sehingga orang mengiramu merasa ridha

Kemampuan ketiga tersebut juga dimiliki Mbah Ngis dengan baik. Mbah Ngis dikenal sebagai wanita yang sangat sabar dan jarang marah. Mbah Ngis pernah dilabrak seorang perempuan yang datang ke rumah Mbah Ngis dengan marah-marah, padahal Mbah Ngis tidak bersalah. Mbah Ngis tidak membalas kemarahan itu. Malah sebaliknya Mbah Ngis menasihatinya baik-baik.

Selain itu, Mbah Ngis selalu dapat menahan kemarahannya setiap kali melihat ada orang  mengambil barang  dagangannya tanpa bayar. Mbah Ngis hanya berusaha mengingat orang itu. Sewaktu-waktu ketika sepi tak ada orang lain Mbah Ngis dapat menasehatinya agar tidak lagi mengulang perbuatannya. Dipilihnya saat sepi karena Mbah Ngis tidak ingin mempermalukan anak atau orang tersebut di hadapan orang banyak.

Begitulah Mbah Ngis yang mampu menyembunyikan tiga hal yang meliputi kefakiran, kesusahan dan kemarahan. Dengan kemampuan seperti itu Mbah Ngis dikenang oleh saduara-saudara dan teman-temannya sebagai perempuan bukan biasa. Imam Syafi’i mengakui siapapun yang memiliki ketiga kemampuan diatas adalah orang-orang hebat. Dan tentu saja  pantas  diteladani.


Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Univeristas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta