Bushiri
Kolomnis
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, berbagai peristiwa luar biasa kerap dikaitkan dengan hal-hal gaib atau supranatural. Misalnya, kisah seorang kiai yang doanya mampu menyembuhkan penyakit yang tak kunjung sembuh, seorang ulama yang berjalan di atas air, atau seseorang yang selamat dari kecelakaan maut tanpa luka sedikit pun.
Tak jarang, fenomena semacam ini sering dianggap sebagai tanda kesucian atau keistimewaan seseorang. Bahkan, banyak yang meyakini bahwa kejadian tersebut merupakan bukti bahwa orang tersebut memiliki karamah. Namun, benarkah semua kejadian luar biasa itu dapat dikategorikan sebagai karamah?
Dalam Islam, tidak semua hal yang luar biasa dapat dikategorikan sebagai karamah. Sayyid Abdurrahman Al-Hadrami dalam Bughyatul Mustarsyidin menjelaskan bahwa pristiwa luar biasa (khawariqul ‘adah) terbagi menjadi empat kategori, masing-masing dengan karakteristiknya sendiri:
خوارق العادة على أربعة أقسام : المعجزة المقرونة بدعوى النبوة المعجوز عن معارضتها الحاصلة بغير اكتساب وتعلم، والكرامة وهي ما تظهر على يد كامل المتابعة لنبيه من غير تعلم ومباشرة أعمال مخصوصة وتنقسم إلى ما هو إرهاص وهو ما يظهر على يد النبي قبل دعوى النبوة و ما هو معونة وهو ما يظهر على يد المؤمن الذي لم يفسق ولم يغتر به، والإستدراج وهو ما يظهر على يد الفاسق المغتر، والسحر وهو ما يحصل بتعلم ومباشرة سبب على يد فاسق أو كافر كالشعوذة وهي خفة اليد بالأعمال وحمل الحيات ولدغها له واللعب بالنار من غير تأثير والطلاسم والتعزيمات المحرمة واستخدام الجان وغير ذلك
Artinya, “Keajaiban yang keluar dari kebiasaan terbagi menjadi empat jenis:
- Mujizat, yaitu keajaiban yang terjadi pada seorang nabi sebagai bukti kenabiannya. Mujizat ini tidak bisa ditandingi oleh siapa pun, dan terjadi tanpa usaha atau pembelajaran dari nabi tersebut.
- Karamah, yaitu keajaiban yang muncul pada seorang yang sangat taat mengikuti ajaran nabinya tanpa adanya usaha khusus atau belajar ilmu tertentu. Karamah ini terbagi menjadi dua: Pertama, Irhash yaitu keajaiban yang terjadi pada seorang nabi sebelum ia menyatakan dirinya sebagai nabi. Kedua, Ma’unah yaitu keajaiban yang terjadi pada seorang mukmin yang taat, yang tidak berbuat maksiat dan tidak tertipu oleh keajaiban tersebut.
- Istidraj, yaitu keajaiban yang muncul pada orang fasik (orang yang sering bermaksiat) atau yang tertipu dengan dirinya sendiri. Keajaiban ini bukan bentuk kemuliaan dari Allah, tetapi merupakan ujian atau hukuman yang berujung pada kebinasaan.
- Sihir, yaitu keajaiban yang terjadi melalui pembelajaran ilmu tertentu dan usaha yang disengaja, dilakukan oleh orang fasik atau kafir. Bentuknya bisa berupa sulap bermain dengan ular hingga tampak kebal dari racun atau gigitan, bermain api tanpa terbakar, menggunakan jampi-jampi terlarang, memanfaatkan jin, dan berbagai praktik lainnya yang dilarang dalam Islam.” (Sayyid Abdurrahman Al-Hadrami, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut, Darul Minhaj: 2018], juz I, halaman 229)
Salah satu cara membedakan keempat jenis kejaiban di atas adalah dengan melihat siapa yang menerimanya dan bagaimana bentuknya. Syekh Abdul Hamid Qudus Al-Makki dalam Al-Anwar As-Saniyah menjelaskan:
وأما التى تظهر على يد غير نبي ورسل فإن كان وليا فهي كرامة وإن كان من العوام فهي معونة وإن كان فاسقا فإن كان على طبق مراده فهي الإستدراج وإلا فهي إهانة
Artinya, “Adapun keajaiban yang muncul pada selain nabi dan rasul, jika terjadi pada wali maka itu disebut karamah. Jika terjadi pada orang awam (mukmin yang bukan wali), maka itu disebut ma‘ūnah (pertolongan dari Allah). Jika terjadi pada orang fasik (pelaku maksiat), maka ada dua kemungkinan: jika keajaiban itu sesuai dengan keinginannya, maka itu disebut istidraj (jebakan yang menyesatkannya). Jika keajaiban itu bertentangan dengan keinginannya, maka itu disebut ihānah (penghinaan dari Allah).” (Syekh Abdul Hamid Qudus Al-Makki, Al-Anwar As-Saniyah, [Mesir, Darul Fath: t.t.], halaman 43)
Kesimpulannya, tidak semua peristiwa luar biasa yang terjadi dalam kehidupan seseorang dapat disebut sebagai karamah. Islam membedakan keajaiban yang terjadi pada manusia ke dalam empat kategori, yaitu mujizat bagi para nabi, karamah bagi wali yang taat, ma‘unah bagi mukmin yang awam, istidraj bagi orang fasik, dan sihir yang dilakukan melalui usaha tertentu oleh orang yang menyimpang.
Dengan memahami perbedaan ini, umat Islam dapat lebih berhati-hati dalam menilai kejadian luar biasa agar tidak terjebak dalam kesalahpahaman atau bahkan penyimpangan akidah. Keimanan yang kuat harus didasarkan pada ilmu dan dalil yang jelas, bukan sekadar pengalaman supranatural atau cerita turun-temurun. Wallahu A’lam.
Ustadz Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
4
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
5
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
6
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Peduli Lingkungan dan Sosial
Terkini
Lihat Semua