Muhammad Izharuddin
Kolomnis
Peristiwa Isra’ dan Mi'raj Nabi Muhammad saw merupakan mukjizat besar yang dialaminya semasa hidup. Beliau diperjalankan Allah di satu malam dari Makkah ke Masjid Al-Aqsa, kemudian naik ke langit ketujuh. Terus menuju Sidratul Muntaha dan Arsy.
Nabi Muhammad saw dalam perjalanan spiritualnya yang ditemani Malaikat Jibril mengalami beragam pertemuan dan kejadian unik. Pembelahan dada, naik buraq yang melaju secepat kilat, bertemu dengan para nabi yang telah wafat, melihat kondisi orang-orang yang disiksa dan dihukum oleh Allah, orang yang mendapat kebahagiaan, melihat surga-neraka, dan lain sebagainya.
Rentetan peristiwa di luar kebiasaan normal manusia tersebut menegaskan kembali bahwa beliau memanglah seorang utusan Allah. Di saat yang sama juga melemahkan segala kekuatan orang kafir yang berusaha menolak dan menantang ajakan dakwah Nabi Muhammad. Namun, di balik kisah Isra’ Mi'raj ada sebuah pelajaran lain yang bisa kita ambil ibrah bersama. Yakni, hal-ihwal seputar ikhtiar dan tawakal.
Merujuk sejarah, kita melihat bahwa sebelum Isra’ Mikraj beliau mengalami penderitaan dan kesedihan yang teramat dalam. Tahun 10 H, menjadi tahun yang membuat beliau bersedih (‘Amul Huzni). Dua orang tersayangnya, Siti Khadijah istri tercinta dan Abu Thalib paman yang selalu melindungi dakwahnya wafat.
Keduanya wafat tidak berselang lama. Syekh Ramadan Al-Buthi mengutip penjelasan dari Ibnu Sa’ad dalam Tabaqatnya, mengemukakan bahwa jaraknya antara keduanya wafat begitu dekat.
كاَنَ بَيْنَ وَفَاةِ خَدِيْجَةَ وَأَبِيْ طَالِب شَهْرٌ وَخَمْسَة أَيَّامٍ
Artinya, “Antara wafatnya Khadijah dan Abu Talib berselang sebulan 5 hari." (Fiqhus Sirah An-Nabawiyyah, [Lebanon, Darul Fikr Al-Mu’ashir; 1991], halaman 146).
Pasca wafat keduanya itulah, kaum Quraisy meningkatkan intensitas gangguannya kepada Nabi dengan gangguan yang belum bisa dilakukan semasa Abu Thalib hidup melindunginya.
Mendapatkan gangguan dan cobaan yang begitu berat dari sebelumnya, masih di tahun yang sama Nabi pun pergi ke Thaif untuk berdakwah dan meminta pertolongan kepada Bani Tsaqif yang tinggal di sana.
Alih-alih dakwahnya diterima baik dan mendapatkan bantuan, justru sebaliknya. Penolakan dan kekerasan yang beliau dapatkan. Dicaci maki dan dilempari batu oleh orang-orang dungu, para budak, anak-anak mereka hingga membuat salah satu kakinya berdarah. Nabi keluar dari Taif diteman Zaid bin Haritsah berteduh di pohon anggur dengan letih dan luka yang diterimanya. Di situlah beliau berdoa menengadahkan tangannya ke langit;
اللَّهُمَّ إِلَيْكَ أَشْكُو ضَعْفَ قُوَّتِي، وَقِلَّةَ حِيلَتِي، وَهَوَانِي عَلَى النَّاسِ، أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ، أَنْتَ أَرْحَمُ بِي، إِلَى مَنْ تَكِلُنِي؟ إِلَى عَدُوٍّ يَتَجَهَّمُنِي، أَمْ إِلَى قَرِيبٍ مَلَّكْتَهُ أَمْرِي؟ إِنْ لَمْ تَكُنْ غَضْبَانَ عَلَيَّ فَلَا أُبَالِي، غَيْرَ أَنَّ عَافِيَتَكَ هِيَ أَوْسَعُ لِي، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِكَ الَّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظُّلُمَاتُ، وَصَلَحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَكَ، أَوْ تُحِلَّ عَلَيَّ سَخَطَكَ، لَكَ الْعُتْبَى حَتَّى تَرْضَى، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ
Artinya, “Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu.” (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, juz IV, halaman 339).
Dari doa inilah menurut Syekh Mutawalli As-Sya’rawi, kesusahan Nabi saw di muka bumi diganti oleh Allah dengan sambutan yang meriah dari langit. Beragam cobaan yang menimpanya diganti dengan perjalanan agung yang teramat dahsyat. (Al-Isra’ wal Mi’raj, [Kairo: Maktabah Turats Al-Islami: 2003], halaman 16).
Pesan Ikhtiar dan Tawakal
Laku dan doa yang Nabi panjatkan serta hadiah dari Allah berupa Isra’ Mi'raj menyimpan hikmah besar. Doa Nabi sewaktu Thaif yang dijawab Allah dengan Isra' Mi'raj punya selang waktu.
Karena tahun saat Nabi mengalami Isra’ menurut kebanyakan pendapat adalah setahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah atau tahun 12 kenabian. Sementara, hijrah beliau ke Thaif terjadi pada tahun 10 kenabian. Artinya ada jarak 2 tahun doa Nabi baru dikabulkan.
Mutawalli As-Sya’rawi menuturkan, di sinilah seorang harus paham jika ia ditempatkan Allah dalam maqam asbab (berusaha/berikhitar) maka ia harus berikhtiar. Mengerahkan segala usaha agar tujuannya tercapai. Dalam kitabnya, Al-Isra’ wal Mi’raj, As-Sya’rowi menyelipkan bab khusus Al-Asbab wat Tawakkul (Ikhtiar dan Tawakal).
Ketika ia hanya memohon pertolongan Allah sementara dia masih ditetapkan dalam posisi asbab, Allah tidak akan memenu harapannya. Karena yang diinginkan Allah adalah ia terus tetap berusaha, jangan langsung menengadah. (As-Sya’rawi, 17).
Tetapi jika dalam posisi terhimpit, ikhtiar dirasa terlalu sulit dalam standar manusia, lalu dia pun beralih dengan bertawakal kepada Allah dengan segala usaha yang telah dia lakukan, maka di situlah posisi terbaiknya. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi, beliau tetap terus berdakwah mengajak kepada Islam. Gagal di Makkah, hijrah ke Thaif. Kembali gagal di Thaif, beliau kemudian berdoa kepada Allah dengan doa di atas.
Doa yang dipanjatkan beliau juga setelah melakukan semua ikhtiar. Tentunya Allah berkuasa langsung menolong Nabi ketika beliau mendapatkan kesulitan. Tapi bukan itu yang diinginkan. Kata As-Sya’rawi, Allah membuat Nabi dalam maqam asbab dahulu agar beliau gigih berusaha tidak langsung berdoa sehingga dapat menjadi teladan yang baik bagi para pengikutnya.
وإنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الَّذِيْ أَرَاهُ هَذِهِ الْأَيَاتِ قَادِرٌ عَلَى أن يَنْصُرَهُ وَلَنْ يَتَخَلَّى عَنْهُ لَكِنَّ اللهَ سبحانه وتعالى تَرَكَهُ لِلْأَسْبَابِ أَوَّلًا لِيَجْتَهِدَ فِيْهَا حَتَّى يَكُوْنَ أُسوةً مِن أُمَّتِهِ فِيْ أَلَّا يَدَعَ الأَسْبَاب وَتَرْفَعَ أيْدِيْهَا إِلَى السَّمَاءِ
Artinya, “Sungguh Allah Dzat yang memperlihatkan tanda-tanda kekuasaannya mampu untuk menolong Nabi dan tidak meninggalkannya. Akan tetapi, Allah membiarkannya dalam maqam asbab dahulu agar beliau berupaya sungguh dalam posisi tersebut sehingga menjadi teladan terhadap umatnya agar mereka tidak meninggalkan asbab lalu berdoa mengangkat tangannya ke langit.” (As-Sya’rawi, 17).
Walhasil, di kemudian hari, umatnya mencontoh apa yang beliau lakukan. Apabila ditetapkan dalam maqam asbab, maka tetaplah berikhtiar dan berusaha semaksimal mungkin, jangan langsung meminta. Setelah itu, bertawakallah kepada Allah dengan segala kemampuan yang telah dikerahkan.
Saat dirasa upaya dan segala cara telah dikerahkan namun merasa sudah tidak mampu dan di luar kesanggupannya, mulailah tangan berdoa dan mengadu kepada Allah untuk dibukakan jalan keluar.
Yakinlah Allah menggantinya dengan yang terbaik seperti yang dialami oleh Nabi. Isra' Mi'raj adalah peristiwa agung yang terjadi setelah doa, hasil dari kerasnya gangguan penduduk bumi ke Nabi, dari kehilangan orang yang menolong dan menjaga beliau. Sebelumnya, beliau telah mengerahkan segala tenaga dan upaya maksimal dalam dakwahnya.
Gantinya Allah muliakan kedudukan beliau, menggantikan segala hal yang telah hilang dengan ganti yang lebih baik, memberikan Nabi kekuatan untuk berdakwah kembali dengan izin Allah.
Dengan demikian, peristiwa Isra’ Mikraj ini jika dipahami seksama bukan hanya perjalanan spiritual semata. Melainkan, juga anjuran untuk tetap berikhtiar berusaha jika memang ditempatkan oleh Allah dalam posisi demikian.
Jika pada satu kondisi, dirasa sudah sulit, mengadulah kepada Allah sebagai tempat kembali segala urusan. Yakinlah Allah akan menjawabnya dan mengganti dengan sebaik-baiknya
Waallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Izharuddin ,Mahasantri STKQ Al-Hikam Depok.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
4
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
5
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
6
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Peduli Lingkungan dan Sosial
Terkini
Lihat Semua