Dinasti Aghlabiyah: Keamiran di Afrika Utara, Penakluk Selatan Italia
Jumat, 28 Februari 2025 | 08:00 WIB
Rifqi Iman Salafi
Kolomnis
Dinasti Aghlabiyah merupakan keamiran bermazhab Multazilah-Hanafi semindependen yang terafiliasi dengan Dinasti Abbasiyah. Keamiran ini berpusat di Ifriqiya (Tunisia, Aljazair bagian Timur, dan Libya bagian Barat). Pada masa keemasannya, wilayah Dinasti Aghlabiyah pernah mencakup wilayah Italia modern (Glaire Anderson, The Aghlabids and Their Neighbors, [Leiden: Brill, 2019], hal.1).
Para penguasa
Nama Dinasti Aghlabiyyah dinisbatkan kepada bapak pendirinya yang bernama Ibrahim bin al-Aghlab bin Salim. Dinasti ini memiliki sebelas amir.
Mereka adalah Ibrahim I bin al-Aghlab (800-812 M/184-196 H), ‘Abdullah I bin Ibrahim (812-817 H/196-201 H), Ziydatullah I bin Ibrahim (817-838 M/201-223 H), al-Aghlab ‘Abu ‘Affan bin Ibrahim (838-841M/223-226 H), Muhammad I bin al-Aghlab bin Ibrahim (841-856 M/226-242 H), Ahmad bin Muhammad (856-863 M/242-259 H), Ziyadatullah II bin Muhammad (863-864 M/249-250 H), Muhammad II bin Ahmad (864-875M/250-261 H), Ibrahim II bin Ahmad (875-903 M/261-289 H), Abdullah II bin Ibrahim (902-903 M/289-290 H), Ziyadatullah III bin Abdillah (903-909 M/290-296 H (Raghib al-Sirjani, al-Mawsu’ah al-Muyassarah fi al-Tarikh al-Islami, [Kairo: Iqra’, 2014], Jilid I, hal. 324)..
Sejarah pendirian
Pada 800 M, Rezim ‘Abbasiyah menunjuk Ibrahim bin al-Aghlab sebagai amir Ifriqiyah selepas jatuhnya Dinasti Muhallabiyah, fasal Dinasti Umawiyyah. Meski pengaruh dinasti ini besar, namun Aghlabiyah tak pernah secara resmi lepas dari ‘Abbasiyah. Setiap tahunnya, amir Aghlabiyah mengirim upeti ke Baghdad dan menyatakan menjadi wakil khalifah kala berkhutbah (Raghib al-Sirjani, Jilid I, hal. 322).
Baca Juga
Sejarah Cadar di Masa Dinasti Murabithun
Menguasai Italia Selatan
Selepas pemberontakan tentara Arab padam, Ziyadatullah I mengalihkan konsentrasi pasukan Aghlabiyah wilayah-wilayah yang merupakan wilayah Italia modern. Sebelum menaklukkan Italia daratan, pasukan Aghlabiyah berusaha menaklukkan wilayah Italia kepulauan, yakni Pulau Sisilia dan Sardinia. Bahkan, invasi mereka sempat membuat Pulau Korsika yang hari ini merupakan bagian dari Prancis menjadi wilayah taklukan. Uniknya, pasukan Aghlabiyah mendapat bantuan dari Keamiran Kordoba yang sebenarnya merupakan negeri vasal seteru ‘Abbasiyah, Dinasti Umawiyyah (Idris El Hareir, The Different Aspects of Islamic Culture, [Paris: UNESCO Publishing, 2011], Jilid III, hal.441).
Penaklukan Sisilia berjalan alot. Kota Palermo yang merupakan pusat Sisilia, baru bisa ditaklukkan pada 831 M. Kota ini berkembang menjadi pusat pemerintahan Aghlabiyah di Pulau Sisilia. Kota ini juga menjadi pangkalan militer di mana persiapan untuk menaklukkan wilayah lain dijalankan. Melalui kota Messina, pasukan Aghlabiyah bersiap menginvasi wilayah Italia daratan. Secara bersamaan, pasukan Aghlabiyah bergerak untuk menaklukkan Pulau Sirakusa pada 878 M dan Pulau Sisilia pada 902 M (Sarah Davis-Secord, Where Three Worlds Met: Sicily in the Early Medieval Mediterranean, [NewYork: Cornel University Press, 2017] hal. 77 dan 535).
Serangan besar-besaran Aghlabiyah terhadap semenanjung Italia berlangsung pada 835-843 M. Penaklukan Italia daratan tak berjalan mulus. Pasukan Aghlabiyah tak bertahan lama dalam menduduki kota-kota di semenanjung ini. Kota Amantea berhasil diduduki pada 839/846 M dan direbut Romawi kembali pada 886 M. Taranto ditaklukkan pada 840 M dan lepas pada 880 M (Anneliese Nef, Byzantium and Islam in Southern Italy (7th–11th Century), [Leiden: Brill, 2021], hal.200-225).
Kota Roma tak luput menjadi sasaran invasi umat Islam. Serangan ini terjadi pada 846 M namun tidak bisa dipastikan apakah serangan tersebut berasal dari pasukan Aghlabiyah atau bukan. Invasi kedua ke Roma berlangsung pada 849 M. Pertarungan laut di Ostia menandai invasi ini yang berbuah pahit bagi pasukan Muslimin. Kegagalan invasi ini menjadi babak final dalam usaha penaklukan Italia daratan oleh umat Islam (Sibylle Mazot, Islam: Art and Architecture: The History of the Aghlabids, [H.F. Ullmann,] hal.131).
Kemajuan Arsitektur
Selepas berkuasa, Ibrahim I mendirikan istana yang dinamakan Istana al-‘Abbasiyah yang berada di luar Kairouain. Langkah ini ditempuh bukan tanpa pertimbangan. Pada saat itu, Kairouain merupakan basis oposisi Dinasti Aghlabiyyah, para penganut Malikiyah. Mereka kerap mengkritik gaya hidup mewah keluarga kerajaan. Ibrahim I juga membangun benteng pertahanan di daerah pesisir seperti Kota Susa dan Monastir (Muzaffar Husain Syed, Concise History of Islam, [India: Vij Book, 2011], hal.144).
Tak melulu mengenai infrastruktur militer, Keluarga Aghlab juga membangun saluran irigasi dan masjid. Pada masa Amir Ahmad (242-249 H/856-863 M), Masjid Al-Zaytunah yang kelak bertransformasi menjadi universitas tertua di dunia direkonstruksi. Upaya ini memakan waktu setahun, 864-865 M (Raghib al-Sirjani, Jilid I, hal. 322)).
Kemunduran
Keamiran Aghlabiyah mengalami kemunduran di era Ibrahim II. Pada 893 M, muncul gerakan simpatisan Fatimiyah-Ismailiyah pimpinan Abu Abdillah al-Syi’i di kalangan Bangsa Barber. Berbeda dengan gerakan pertama, gerakan ini tampaknya berjalan cukup lambat sehingga baru menjadi ancaman bagi Dinasti Aghlabiyah satu dekade kemudian.
Pada saat Ibrahim II memimpin langsung invasi di Italia, tepatnya pada 902 M, pasukan Fatimiyah-Ismailiyah melancarkan serangan ke Kota Mila, sebuah kota di bagian Timur Aljazair modern. Serangan balasan Aghlabiyah berkekuatan 12.000 pasukan berhasil mengusir pasukan Abu ‘Abdillah kembali ke markas lama di Ikjan.
Pada tahun yang sama, Ibrahim II meninggal saat pasukannya mengepung Kota Cosenza. Ia digantikan oleh ‘Abdullah II. Masa kepemimpinan ‘Abdullah II hanya seumur jagung. Ia dikudeta oleh putranya sendiri yang kelak berjuluk Ziyadatullah III. Kisruh internal Keamiran ini dimanfaatkan oleh Abu ‘Abdillah al-Syi’i untuk merebut kembali Mila, bahkan juga kota lain, Setif pada 904 M. Kali ini pemberontakan Abu ‘Abdillah tak terbendung .
Bahkan, pada 907 M, Ziyadatullah III terpaksa memindahkan pusat pemerintahan ke Raqqada yang dikelilingi benteng. Bangsa Barber tak mau ketinggalan dalam memanfaatkan carut-marut ini. Mereka berhasil menaklukkan Baghaya yang berada di wilayah strategis, jalur eks-Romawi Selatan.
Untuk mempertahankan kedaulatannya, Ziyadatullah III menyebarkan propaganda anti-Fatimiyah untuk memprovokasi rakyat. Ia memimpin pasukannya untuk menggempur orang-orang Barber di Dar Madyan, namun perang berakhir imbang. Ekspedisi gagal ini membuat Aghlabiyah gagal merebut kembali Baghaya.
Di sisi lain, serdadu-serdadu Abu ‘Abdillah semakin menjadi-jadi dalam mencaplok wilayah kedaulatan Aghlabiyah. Pada 908/909 M, mereka berhasil menaklukkan Syattul Jarid (terletak di wilayah Selatan Tunisia).
Serangan pamungkas Abu ‘Abdillah terjadi pada 909 M. Ia dan pasukan menggempur Kairouan yang merupakan jantung kekuasaan Aghlabiyah. Pasukan Aghlabiyah mencegat mereka di al-Aribus namun gagal. Pasukan Fatimiyah-Ismailiyah memasuki Raqqada pada 25 Maret 909 M dan resmi menyudahi masa kekuasaan Dinasti Aghlabiyah (Heinz Halm, The Empire of the Mahdi: The Rise of the Fatimids, [Leiden: Brill, 1996], hal.121-147).
Ustadz Rifqi Iman Salafi, Alumnus Sastra Inggris UIN Jakarta, Pesantren Al-Hikmah 2 Brebes, dan Pesantren Darus-Sunnah Ciputat.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
4
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
5
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
6
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Peduli Lingkungan dan Sosial
Terkini
Lihat Semua