Gambaran Masyarakat Agraris pada Masa Nabi Muhammad
Selasa, 18 Februari 2025 | 20:00 WIB
Muhamad Iqbal Akmaludin
Kolomnis
Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk menyebarkan agama Islam di jazirah Arab, bangsa Arab dikenal sebagai masyarakat yang mengandalkan berbagai sektor ekonomi untuk menunjang kehidupan mereka, terutama dalam sektor perdagangan dan pertanian.
Meskipun sebagian besar wilayah Arab merupakan padang pasir yang gersang, beberapa daerah memiliki sumber daya alam yang mendukung aktivitas agraris, seperti Madinah, Tha’if, dan Khaibar. Setelah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat hijrah ke Madinah, peran sektor pertanian semakin terlihat dalam mendukung dakwah Islam, dan Islam sendiri mulai memberikan perhatian lebih terhadap sektor ini.
Madinah, Tha’if, dan Khaibar Sebagai Wilayah Agraris
Baca Juga
Gus Dur dan Reforma Agraria di Indonesia
Madinah menjadi ibukota pemerintahan Islam dan salah satu pusat utama pertanian di jazirah Arab pada masa Nabi SAW. Kota ini memiliki tanah yang lebih subur dibandingkan Makkah, berkat adanya oasis dan sumber air bawah tanah.
Imam al-Baladzari dalam Futuhul Buldan menyebutkan bahwa kurma adalah tanaman utama yang ditanam oleh penduduk Madinah. Sektor agraris ini menjadi salah satu tulang punggung ekonomi masyarakat Anshar dan masyarakat Yahudi Madinah, seperti Bani Nadhir dan Bani Quraidhah.
Selain Madinah, Tha’if dan Khaibar juga dikenal sebagai wilayah pertanian yang subur, dengan hasil panen berupa kurma, anggur, dan gandum (Futuhul Buldan [Beirut: Dar wa Maktabah al-Hilal, 1988 M], Hal. 28, 30 & 64).
Khaibar merupakan sebuah daerah yang terletak sekitar 150 km di utara Madinah. Sebelum dikuasai oleh umat Islam, wilayah ini dihuni oleh komunitas Yahudi yang memiliki tradisi pertanian yang maju. Khaibar dikenal sebagai daerah yang memiliki tanah subur dengan banyak kebun kurma dan sistem irigasi yang baik.
Ibnu Hisyam dalam As-Sirah An-Nabawiyyah menyebutkan bahwa setelah Perang Khaibar pada tahun 7 H, Rasulullah membiarkan penduduk Yahudi tetap mengelola tanah mereka dengan perjanjian bahwa setengah dari hasil panen diserahkan kepada kaum Muslimin.
Ia juga mencatat bahwa hasil pertanian Khaibar, terutama kurma, menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi negara Islam pada masa itu (As-Sirah An-Nabawiyyah, [Kairo: Syirkah Ath-Thaba'ah Al-Faniyah Al-Muttahidah, 1431 H], Juz II, hlm. 349).
Kota Tha’if dihuni oleh Bani Tsaqif, yang dikenal memiliki keahlian dalam pertanian dan perdagangan. Mereka mengelola kebun-kebun luas dengan teknik pertanian yang maju pada masanya. Setelah Tha’if ditaklukkan oleh kaum Muslimin pada tahun 9 H, wilayah ini tetap menjadi salah satu pusat agraris utama di Hijaz.
Teknik dan Pengelolaan Pertanian
Imam Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa masyarakat agraris pada masa Nabi ﷺ menggunakan teknik irigasi sederhana untuk mengairi ladang-ladang mereka. Sumur dan mata air menjadi sumber utama pengairan tanaman. Para petani juga menerapkan sistem bagi hasil (musaqat), di mana pemilik tanah bekerja sama dengan pekerja tani berdasarkan kesepakatan mengenai pembagian hasil panen.
Praktik sistem bagi hasil ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW ketika meminta para petani Khaibar untuk mengelola kebun kurma setelah penaklukan Khaibar oleh kaum Muslimin pada tahun ke-7 Hijriyah (Al-Mughni, [Riyadh: Dar 'Alim al-Kutub, 1997 M] Juz VII, hlm. 527).
Dampak Sosial dan Ekonomi
Imam Ath-Thabari menyebutkan bahwa sektor pertanian berperan besar dalam kesejahteraan masyarakat Muslim di Madinah. Banyak sahabat Nabi SAW yang memiliki kebun kurma dan mengelolanya secara produktif.
Nabi sendiri juga mengelola beberapa kebun, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan umat Islam, khususnya untuk membantu sahabat-sahabat yang secara ekonomi masih memerlukan bantuan. Dengan demikian, hasil pertanian ini sangat dirasakan oleh mereka. Selain itu, pertanian juga mendukung kebutuhan pangan bagi masyarakat dan pasukan Muslim dalam berbagai ekspedisi jihad (Tarikhur Rusul wal Muluk, [Kairo: Darul Ma’arif, 1967 M] Juz III, hlm. 19).
Melihat peran masyarakat agraris pada masa Nabi Muhammad SAW yang sangat penting dalam menopang kehidupan ekonomi umat Islam, kita sebagai generasi umat Islam di masa modern ini tidak boleh melupakan sektor pertanian dalam menunjang peradaban Islam.
Dengan sistem pertanian yang sederhana namun efektif, masyarakat agraris pada masa Nabi berhasil mengembangkan sektor pertanian meskipun di tengah keterbatasan sumber daya alam.
Kita juga harus mencontoh peran Nabi SAW dalam mengatur ekonomi agraris dan membangun kesejahteraan umat, yang menunjukkan betapa pentingnya sektor ini dalam kehidupan masyarakat Islam awal.
Semoga kita semua bisa meneladani Nabi, para sahabat, dan para mujahid agraris Muslim pada zaman dahulu, sehingga kita dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat kita di masa sekarang.
Muhamad Iqbal Akmaludin, Alumni Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences dan UIN Jakarta
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
4
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
5
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
6
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Peduli Lingkungan dan Sosial
Terkini
Lihat Semua