Sirah Nabawiyah

Keunggulan Anggota Majelis Syura yang Menunjuk Utsman sebagai Khalifah (II)

Ahad, 21 November 2021 | 20:00 WIB

Keunggulan Anggota Majelis Syura yang Menunjuk Utsman sebagai Khalifah (II)

Ilustrasi Utsman bin Affan. (Foto: NU Online)

Pada pembahasan sebelumnya, penulis sudah paparkan tiga dari enam sahabat yang menjadi anggota Majelis Syura, sebuah tim yang bertugas untuk memusyawarahkan sekaligus menyepakati siapa yang layak menjabat sebagai khalifah sepeninggal Umar. Berikutnya, terpilihlah Utsman bin Affan sebagai pengganti Umar.

 


Pada kali ini, penulis akan paparkan tiga anggota yang lain, yaitu Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Penjelasan ini berdasarkan catatan Ibnul Atsir dalam kitabnya, Usdul Ghâbah fi Ma’rifatish Shaḫâbah, sebuah kitab ensiklopedia yang cukup komplit menjelaskan biografi sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw.


Abdurrahman bin Auf

Abdurrahman bin Auf lahir 20 tahun setelah peristiwa pasukan gajah menyerbu Kota Makkah dan masuk Islam sebelum Rasulullah saw memasuki Darul Arqam. Ia termasuk golongan sahabat yang lebih dulu memeluk Islam (as-sabiqunal awwalun) dan merupakan salah satu dari lima orang yang masuk Islam di bawah tangan Abu Bakar ash-Shiddiq. Tercatat juga, Abdurrahman sebagai sahabat yang hijrah ke Madinah lebih awal.


Abdurrahman terlibat aktif dalam berbagai peperangan, termasuk dua perang besar dalam sejarah, yaitu Perang Badar dan Perang Uhud. Seusai perang Uhud, ditemukan 21 luka pada tubuhnya. Salah satu lukanya berada di kaki yang mengakibatkannya pincang, termasuk dua gigi serinya juga patah.


Rasulullah pernah mengutusnya ke Kota Daumatul Jandal menemui Kalb untuk misi dakwah. Saat itu, Rasulullah berpesan padanya, “Jika Allah memberimu kemenangan, menikahlah dengan putri raja mereka.”

 

Benar saja, Abdurrahman berhasil menaklukan Daumatul Jandal dan menikahi putri raja yang bernama Tumadhir binti Ashbagh. Dari pernikahannya itu, Abdurrahman melahirkan putra yang bernama Abu Salamah. Pernah juga Rasulullah menjadi makmum shalat padanya saat dalam perjalanan.


Abdurrahman juga terkenal sebagai sahabat yang gemar menginfakkan harta di jalan Allah. Konon, dalam satu hari ia bisa membebaskan tiga puluh hamba sahaya.

 

Ma’mar az-Zuhairi pernah mengatakan, “Pada masa Rasulullah, Abdurrahman bin Auf menyedekahkan separuh hartanya, kemudian bersedekah sebanyak 40 ribu, 40 ribu dinar, 500 kuda perang, dan 500 tunggangan lainnya untuk fasilitas perang.”


Abdurrahman juga termasuk salah satu sahabat yang sudah dijanjikan masuk surga oleh Rasulullah saw.


Sa’ad bin Abi Waqash

Sa’ad bin Abi Waqash termasuk golongan sahabat yang lebih dulu memeluk Islam (as-sabiqunal awwalun), tepatnya pada usia 17 tahun sebelum turun syariat shalat lima waktu. Ia tercatat sebagai salah satu dari sepuluh pemuka sahabat. Ia juga terlibat aktif  dalam berbagai peperangan, termasuk dua perang besar dalam sejarah, yaitu Perang Badar dan Perang Uhud.


Sa’ad dikenal sebagai sosok yang pemberani. Dikisahkan, saat masih fase dakwah rahasia di Makkah, para sahabat melaksanakan shalat dengan bersembunyi di balik bukit agar tidak diketahui oleh orang-orang Musyrik.

 

Sekali waktu saat para sedang shalat, tiba-tiba mereka dipergoki oleh sekelompok orang Musyrik dan mengganggu para sahabat serta mengejek agama Islam, sampai terjadi bentrok antar kedua belah pihak.


Dengan gagah, Sa’ad berhasil mendaratkan hantaman dengan rahang unta pada salah satu orang Musyrik sampai berdarah. Itulah darah pertama yang tumpah sejak Islam didakwahkan. Ini cukup menunjukkan keberanian Sa’ad, mengingat pada fase itu, kekuatan Muslim masih kalah dibanding musuh.


Sa’ad juga termasuk sahabat yang doanya mustajab. Rasulullah saw sendiri pernah berdoa untuknya, “Ya Allah, jadikanlah doa Sa’ad sebagai doa yang diijabah.” 


Sa’ad juga menjadi sebab turunnya salah satu ayat Al-Qur’an, yaitu surat Luqman ayat 15.


Thalhah bin Ubaidillah

Thalhah bin Ubaidillah termasuk golongan sahabat yang lebih dulu memeluk Islam (as-sabiqunal awwalun) di bawah tangan Abu Bakar ash-Shiddiq. Begitu ia menyatakan Muslim, Naufal bin Khuwailid bin Al-‘Adawiyah (salah satu orang Quraisy yang cukup berpengaruh) mengikatnya dengan Abu Bakar di sebuah gunung. Tidak ada orang yang berani mencegahnya, termasuk suku Thalhah sendiri, Bani Tamim. Dari peristiwa pengikatan ini, Thalhah dan Abu Bakar dijuluki Al-Qarînain (dua sahabat).


Thalhah termasuk sahabat yang terlibat aktif dalam berbagai peperangan, termasuk Perang Uhud. Ia juga terlibat dalam Bai’atur Ridhwan. Dedikasinya untuk Nabi tidak diragukan lagi. Dikisahkan, saat kondisi genting di Perang Uhud dan Rasulullah hampir menjadi bulan-bulanan pasukan lawan, dengan gagah Thalhah rela menjadikan tubuhnya sebagai tameng bagi Rasulullah. Dengan kondisi jari-jarinya yang putus dan kepalanya tertikam, ia masih sempat mengefakuasi Rasuulullah dengan menggendongnya.


Keberaniannya dalam berbagai peperangan dibuktikan dengan beberapa julukan yang Nabi sematkan untuknya. Saat perang Uhud, Nabi menjulukinya Thalhah al-Khair; saat perang ‘Usrah, Nabi menjulukinya Thalhah al-Fayyadh; dan saat perang Hunain, Nabi menjulukinya Thalhah al-Jûd. Dalam tradisi Arab, salah satu fungsi julukan adalah sebagai bentuk pujian atas sebuah prestasi.


Ali bin Thalib pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Thalhah dan Zubair akan menjadi tetanggaku di surga nanti.”


Setelah kewafatannya, Thalhah dimimpikan oleh seorang laki-laki. Dalam mimpi itu, Thahlah berpesan agar jasadnya dipindahkan karena makamnya tergenangi air. Laki-laki itu mengalami mimpi yang serupa hingga tiga kali. Ia itu pun menceritakan mimpi tersebut kepada Ibnu Abbas. Benar saja, ketika makamnya dibongkar, tanahnya sudah berwarna kehijauan akbiat pengaruh air yang menggenang.


Jasad Thalhah masih utuh, bahkan di kedua matanya seperti ada Kafur (sejenis wewangian). Orang-orang kemudian membeli salah satu rumah milik Abu Bakrah dengan harga 10 ribu dinar untuk dijadikan makam Thalhah yang baru.


Thalhah merupakan satu dari sepuluh sahabat Nabi yang dijanjikan masuk surga semasa hidupnya.


Dari pemaparan di atas, jelas bahwa ketiga anggota tim Majlelis Syura tersebut adalah orang-orang yang memiliki spesifikasi cukup mapan, baik di sisi Nabi, Umar yang menunjuk langsung sebagai anggota Majelis Syura, maupun Muslim secara keseluruhan. 


Tentu, tulisan yang singkat ini belum mewakili semua data terkait keunggulan mereka. Tidak menuntut kemungkinan pula ada perbedaan data dari sumber lain.

 

Lebih lengkapnya, kita bisa membuka kitab-kitab sejarah dan biografi langsung seperti Al-Kâmil Fit Târîkh karya Ibnul Atsir, Tarîkh At-Thabarî karya At-Thabari, Al-Ishâbah Fi Tamyîzish Shaḫâbah karya Ibnu Hajar, Usdul Ghâbah Fi Ma’rifatish Shaḫâbah karya Ibnul Atsir, dan lain sebagainya. Wallâhu a’lam.


Muhamad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta