Sirah Nabawiyah

Keunggulan Anggota Majelis Syura yang Menunjuk Utsman sebagai Khalifah (I)

Sab, 20 November 2021 | 08:30 WIB

Keunggulan Anggota Majelis Syura yang Menunjuk Utsman sebagai Khalifah (I)

Ilustrasi Utsman bin Affan. (Foto: NU Online)

Menjelang kewafatannya, Umar bin Khattab membentuk Majelis Syura yang terdiri dari enam anggota sahabat terpilih. Tugas tim enam ini adalah memusyawarahkan sekaligus menyepakati siapa yang layak menjabat sebagai khalifah sepeninggal Umar. Setelah melalui proses dan musyawarah, tim sepakat untuk mengangkat Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga.


Selain beberapa keunggulan yang telah penulis sebutkan pada tulisan sebelumnya, ada beberapa keunggulan yang dimiliki masing-masing aggota Majelis Syura. Keunggulan ini kemudian menjadikan anggota Majelis Syura bukan diisi oleh orang-orang sembarangan, melainkan dari para sahabat Nabi yang memiliki integritas dari berbagai aspek. Berikut penulis paparkan satu persatu masing-masing kelebihannya.


Baca juga

Kisah Umar bin Khattab Bentuk Majelis Syura untuk Memilih Khalifah

Alasan Umar bin Khattab Pilih 6 Sahabat sebagai Anggota Majelis Syura


Pada tulisan kali ini, penulis akan jelaskan tiga anggota terlebih dulu, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Zubair bin Awwam. Penulis jelaskan berdasarkan catatan Ibnul Atsir dalam kitabnya, Usdul Ghâbah fi Ma’rifatish Shaḫâbah dan beberapa sumber lainnya.


Utsman bin Affan

Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Ibnu Madrakah bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan.


Silsilah Ustman sediri masih bertemu dengan Rasulullah saw melaui dua jalur. Pertama, bertemu pada Abdul Manaf, ayah Abdusy-Syams; dan kedua, jalur ibu Utsman bin Affan, yaitu Arwa yang ibunya bernama Al-Baidha’ binti Abdul Muththalib. Al-Baidha’ terhitung nenek Utsman bin Affan dari jalur ibu merupakan bibi Rasulullah, karena Al-Baidha’ masih termasuk saudara ayah Rasulullah, Abdullah. 


Kedekatan Utsman di sisi Nabi dibuktikan dengan keistimewaan yang dimilikinya untuk memperistri dua putri Rasulullah saw, yaitu Sayyidah Ruqayyah dan Sayyidah Ummu Kultsum.

 

Maksud dua istri itu bukan sekaligus, tapi setelah Ruqayyah wafat, Utsman baru menikahi Ummu Kultsum. Ketika istri keduanya (Ummu Kultsum) wafat, Nabi bahkan sempat berkata kepadanya, “Andai saja saya masih punya putri lagi, pasti saya nikahkan denganmu.” 


Selain itu, Utsman juga merupakan sahabat yang menjadi sebab turunnya beberapa ayat Al-Qur’an, yaitu surat Az-Zumar ayat 9, surat An-Nahl ayat 76, surat Az-Zumar ayat 10, dan surat Al-Fath ayat 10.

 

Ia juga termasuk dalam kelompok sahabat yang pertama kali masuk Islam (as-sabiqunal awwalun) di bawah tangan Abu Bakar ash-Shiddiq. Dalam catatan Ibnul Atsir disebutkan bahwa Utsman terhitung orang keempat yang memeluk Islam. 


Utsman juga merupakan satu dari sepuluh sahabat Nabi yang sudah dibocorkan akan masuk surga. 


Beberapa sahabat juga mengakui keistimewaan Utsman. Salah satunya Ali bin Abi  Thalib pernah berkata tentangnya, “Dia (Utsman) adalah orang yang dipanggil para mlaikat dengan sebutan Dzun Nurain (orang yang memiliki dua cahaya), sebab Utsman menikahi dua putri Rasulullah. Ia juga telah dijamin mendapat rumah di surga.”


Utsman termasuk golongan sahabat yang menempati peringkat kemuliaan ketiga setelah Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. 


Ali bin Abi Thalib

Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay Al-Quraisyi Al-Hasyimi. Ali merupakan anak paman Rasulullah dan menikahi salah satu putrinya yang bernama Fathimah Az-Zahra. Dari pernikahannya dengan Fathimah, lahirlah dua cucu Nabi, Hasan dan Husain.


Ali termasuk dalam kelompok sahabat yang pertama kali masuk Islam (as-sabiqunal awwalun) dalam usia 10 tahun. Bahkan Ali dikategorikan orang paling yang pertama yang memeluk Islam dari kalangan remaja.

 

Kedekatannya dengan Nabi tidak diragukan lagi, bahkan Ali rela menjadi pengganti nyawa saat Nabi hendak dibunuh oleh Kafir Quraisy. Berkat jasanya itu, Nabi menjulukinya dengan ‘orang yang pertama kali menjadi penebus nyawa dalam Islam’.


Ali juga merupakan sahabat Nabi yang menguasai agama secara mendalam. Rasulullah sendiri pernah menjulukinya sebagai ‘pintunya ilmu’. Beliau pernah bersabda, “Aku adalah kotanya ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya. Siapa yang menginginkan ilmu itu, maka datangilah pintunya.” (HR Al-Hakim)


Ali merupakan orang yang selalu terlibat dalam berbagai peperangan. Hanya satu yang tidak ia ikuti, yaitu perang Tabuk. Ia juga termasuk salah satu dari 10 sahabat Nabi yang telah dijanjikan masuk surga. Selian itu, ia juga menempati peringkat sahabat terbaik setelah Abu Bakar, Umar, dan Utsman.


Zubair bin Awwam

Nama lengkapnya adalah Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Ibnu Abdul ‘Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai al-Qurasy al-Asadi. Ibunya adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw. Zubair juga merupakan keponakan Siti Khadijah, istri pertama Nabi.


Ia termasuk dalam kelompok sahabat yang pertama kali masuk Islam (as-sabiqunal awwalun) karena terhitung masuk Islam tidak lama setelah Abu Bakar menyatakan Islam. Ibnul Atsir mendata beberapa versi informasi terkait usia saat Zubair masuk Islam. Ada yang mengatakan di usia ke 15 tahun, ada yang mengatakan 12 tahun, ada pula yang mengatakan 8 tahun, bahkan ada yang mengatakan 6 tahun.


Zubair merupakan sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah. Sampai-sampai saat perang Ahzab (Khanddaq), Rasulullah bersabda tentangnya, “Setiap nabi memiliki pembantu, dan pembantuku adalah Zubair bin Awwam.” Zubair juga termasuk orang menempati peringkat sahabat terbaik setelah Khulafaur Rasyidin.


Dari pemaparan di atas, jelas bahwa ketiga anggota tim Majlelis Syura tersebut adalah orang-orang yang memiliki spesifikasi cukup mapan, baik di sisi Nabi, Umar yang menunjuk langsung sebagai anggota Majelis Syura, maupun Muslim secara keseluruhan. 


Tentu, tulisan yang singkat ini belum mewakili semua data terkait keunggulan mereka. Tidak menuntut kemungkinan pula ada perbedaan data dari sumber lain. Lebih lengkapnya, kita bisa membuka kitab-kitab sejarah dan biografi langsung seperti Al-Kâmil Fit Târîkh karya Ibnul Atsir, Tarîkh At-Thabarî karya At-Thabari, Al-Ishâbah Fi Tamyîzish Shaḫâbah karya Ibnu Hajar, Usdul Ghâbah Fi Ma’rifatish Shaḫâbah karya Ibnul Atsir, dan lain sebagainya. Wallâhu a’lam.


Muhammad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta