Sirah Nabawiyah

Kisah Para Sahabat Tabarukan kepada Nabi

Sel, 4 Agustus 2020 | 18:39 WIB

Praktik tabaruk atau mengharap bertambahnya kebaikan melalui orang atau barang-barang tertentu sudah belangsung pada zaman Nabi Muhammad Saw. Ketika itu, para sahabat yang ngalap berkah kepada Nabi Muhammad. Caranya pun bermacam-macam. Ada yang menghabiskan sisa makanan dan minuman Nabi. Ada juga yang tabarukan dengan memakai pakaian yang pernah dipakai Nabi.

Seperti diriwayatkan az-Zuhri, ketika Nabi Muhammad berwudhu dan membuah dahak maka para sahabat saling berebut. Mereka kemudian mengoleskan dahak Nabi ke wajah dan kulit mereka. Nabi Muhammad kemudian mempertanyakan mengapa mereka melakukan hal itu. Mereka menjawab bahwa apa yang dilakukannya adalah tabarukan atau mencari berkah kepada Nabi Muhammad. 
 
"Barang siapa ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, hendaklah ia berbicara benar, menyampaikan amanah, dan jangan mengusik tetangganya," kata Nabi, seperti terekam dalam buku Hayatush Shahabah (Suaikh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, 2019). 
 
Hal yang sama juga dilakukan Abdullah bin Zubair. Bedanya Abdullah meminum bekas bekam Nabi sebagai bentuk dari ngalap berkah. Dikisahkan, ketika hendak menemui Nabi Muhammad, Salman memergoki Abdullah bin Zubair tengah membawa ember dan meminum isinya. 
 
Abdullah bin Zubair lalu menghadap Nabi dan mengatakan bahwa perintahnya untuk 'membuang' air dalam wadahnya sudah ditunaikan. Penasaran, Salman kemudian bertanya kepada Nabi Muhammad tentang apa yang dibawa Abdullah bin Zubair. Kata Nabi, itu adalah darah bekamnya. 
 
"Demi Dia yang mengutusmu membawa kebenaran, Abdullah bin Zubair telah meminumnya," kata Salman. Mendengar hal itu, Nabi Muhammad bertanya mengapa Abdullah melakukan hal itu. Abdullah kemudian menjawab, dirinya ingin darah Nabi Muhammad mengalir ke dalam perutnya. 
 
"Celakalah engkau karena manusia, dan celakalah manusia karena engkau. Api neraka tidak menyentuhmu, hanya saja Dia telah bersumpah," kata Nabi Muhammad. 
 
Pada saat awal tiba di Madinah, Nabi Muhammad tinggal di rumah Abu Ayyub. Dia menjamu Nabi dengan penuh penghormatan. Menyediakan segala keperluannya, terutama makan dan minum. Menariknya, Abu Ayyub selalu mencari sisa makanan yang ada bekas jari Nabi Muhammad. Ia kemudian menghabiskan sisa makanan Nabi tersebut, demi ngalap berkah.
 
Hingga suatu ketika, Nabi Muhammad tidak memakan makanan yang dihidangkan Abu Ayyub. Sang tuan rumah penasara, mengapa Nabi tidak menyentuh sama sekali hidangan yang disajikan. 
 
"Aku mencium bawang pada makanan itu. Karena statusku penerima wahyu, aku khawatir (bau itu) akan mengganggu penjaga wahyu. Kalau kalian, makanlah," kata Nabi Muhammad Saw kepada Abu Ayyub al-Anshari dalam Thabaqat Ibn Sa'd, seperti keterangan dalam buku Bilik-bilik Cinta Muhammad, Kisah Sehari-hari Rumah Tangga Nabi (Nizar Abazhah, 2018).
 
Ada juga sahabat yang tabarukan dengan jaket Nabi Muhammad. Diceritakan, suatu ketika Nabi Muhammad menerima hadiah jubah dari sahabatnya. Beliau langsung memakainya. Namun, sahabatnya yang lain meminta jubah tersebut, setelah memuji jubah yang dikenakan Nabi begitu indah.
 
Seketika itu juga Nabi Muhammad langsung memberikan jubah –yang baru dimilikinya itu- kepada sahabat yang memintanya tersebut. Hal ini membuat sahabat lainnya memarahi orang tersebut. Nabi membutuhkan jubah tersebut, namun dia malah memintanya. Karena Nabi Muhammad adalah tipe orang yang tidak bisa menolak permintaan, maka dia tentu akan memberi jika ada orang yang meminta.
 
"Demi Allah, sesungguhnya aku tidaklah meminta jubah itu untuk aku pakai, tetapi aku minta itu untuk aku pakai sebagai kain kafanku," kata sahabat yang meminta jubah Nabi itu. Benar saja, jubah itu pun menjadi kain kafan sahabat tersebut ketika ia meninggal dunia. 
 
Pewarta: Muchlishon Rochmat
Editor: Kendi Setiawan