Sirah Nabawiyah

Kisah Perang Sawiq, Upaya Pembalasan Kafir Quraisy di Bulan Dzulhijjah

Sen, 4 Juli 2022 | 09:00 WIB

Kisah Perang Sawiq, Upaya Pembalasan Kafir Quraisy di Bulan Dzulhijjah

Ilustrasi perang. (Foto: ok.ru)

Peristiwa Perang Badar benar-benar membuat Suku Quraisy Makkah harus menanggung malu sekaligus luka sejarah yang amat mendalam. Bagaimana tidak, jumlah tentara mereka empat kali lebih besar dari pasukan muslim, tapi mereka harus menerima kekalahan. Tidak hanya itu, kerugian lain yang mereka terima adalah banyak dari pemuka Quraisy yang tertawan.


Safyurrahman al-Mubarakfuri melaporkan, jumlah pihak Quraisy dalam Perang Badar sebanyak 1.300 tentara sedangkan pasukan muslim hanya 313 atau 317. Peperangan yang diakhiri kemenangan umat muslim ini memakan 70 korban tewas dari pihak Quraisy dan 70 orang tertawan dengan mayoritas dari kalangan pemuka. Sementara tentara muslim hanya 16 yang gugur. (al-Mubarakfuri, Ar-Raḫîqul Makhtûm, 2013: 182-196)


Balas dendam Suku Quraisy

Perang Badar merupakan pertempuran yang sangat menentukan bagi kedua pihak baik umat muslim dan kaum musyrik. Alasannya karena peristiwa ini merupakan pertempuran pertama dalam sejarah dakwah Rasulullah. Sehingga, siapa yang menang berarti dialah yang dipandang telah berhasil menunjukkan kekuatan militer yang layak diperhitungkan, sementara mereka yang kalah akan menanggung malu yang sulit dilupakan.


Karena alasan inilah luka kekalahan Perang Badar begitu membekas bagi Suku Quraisy dan membuat mereka tidak sabar untuk melakukan balas dendam dengan persiapan yang lebih matang. Kobaran dendam orang-orang musyrik ini diabadikan dalam firman Allah swt berikut,


لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةٗ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشۡرَكُواْۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقۡرَبَهُم مَّوَدَّةٗ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّا نَصَٰرَىٰۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنۡهُمۡ قِسِّيسِينَ وَرُهۡبَانٗا وَأَنَّهُمۡ لَا يَسۡتَكۡبِرُونَ  


Artinya, “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. Al-Maidah [5]: 82)


Perang Sawiq

Salah satu upaya balas dendam yang dilakukan kaum musyrik Makkah adalah dengan melakukan invasi militer jarak dua bulan setelah Perang Badar atau bertepatan bulan Dzulhijah tahun ke-2 Hijriah. Serangan yang dipimpin Abu Sufyan ini kemudian dikenal dengan Perang Sawiq.


Sebelum lebih jauh membahas bagaimana pertempuran ini terjadi, perlu penulis singgung terlebih dulu mengapa Abu Sufyan menjadi dalang utama Quraisy dalam invasi ini. 


Dikisahkan, sebelum terjadi Perang Badar, rombongan dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan sedang melakukan perjalanan pulang dari Syam ke Makkah. Melihat rombongan itu, Rasulullah mengutus Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid untuk melakukan penyelidikan. 


Abu Sufyan yang salah paham mengira umat muslim akan memerangi mereka. Hingga akhirnya ia meminta bala bantuan dari Makkah dan nyata saja kaum Quraisy terprovokasi dengan mengirim sebanyak 1.300 tentara. Berawal dari kesalahpahaman inilah meletus Perang Badar.


Kekalahan kaum musyrik dalam Perang Badar kemudian membuat mereka meradang dan tentu salah satu orang yang paling marah akibat nasib sial ini adalah Abu Sufyan yang dulu menjadi penyebab meletusnya perang pertama umat muslim dan kaum musyrik dalam sejarah dakwah Rasulullah.


Dengan berbekal dendam kesumat, Abu Sufyan menyiapkan pasukan sebanyak 200 tentara untuk melancarkan invasi militer ke Madinah. Ia sendiri sempat bersumpah tidak akan sedikit pun membasahi rambutnya bahkan jika memiliki kewajiban mandi junub sekalipun sebelum bisa menyerang Rasulullah.


Dari jumlah tentara yang di bawah Abu Sufyan saja kita bisa menilai bahwa keputusannya untuk melancarkan serangan militer tidak dipersiapkan dengan matang. Karena hanya balas dendam yang sudah menguasai nafsunya. Logikanya, jika dulu saat Perang Badar dengan jumlah tentara 1.300 saja kalah, apalagi sekarang hanya 200 pasukan.


Siasat perang yang dilakukan oleh Abu Sufyan adalah dengan merahasiakan kedatangannya ke Madinah, sehingga umat muslim tidak memiliki persiapan apapun untuk melakukan perlawanan. Bersama pasukannya, Abu Sufyan hanya berhenti di daerah Najib yang berjarak kurang lebih 12 mil dari Madinah. Di daerah ini Abu Sufyan meminta untuk menginap di rumah Huyay bin Akhtab. Namun karena ketakutan, Huyay menolak persinggahannya.


Abu Sufyan pun mencari tempat peristirahatan lain hingga sampai di rumah Sallam bin Misykam, pemimpin Bani Nadzir. Di rumah itulah Abu Sufyan bersama tentaranya bisa singgah.


Dengan mengambil jarak aman demikian Abu Sufyan dan pasukannya belum diketahui keberadaannya sejauh ini. Abu Sufyan kemudian mengutus beberapa tentara untuk menyusup ke wilayah Al-Aridh, sebuah daerah di Madinah. Di daerah tersebut tentara melakukan kerusuhan dengan membakar kebun kurma dan membunuh orang Anshar serta rekannya yang mereka temui.


Kabar kerusuhan itu sampai ke telinga Rasulullah. Beliau pun segera mengutus tentara untuk melakukan pengejaran. Sayang, mereka sudah mengetahui informasi ini dan berhasil melarikan diri. Sebelum kabur, mereka sengaja meninggalkan bekal berupa sejumlah karung gandum agar tidak membebani saat lari.


Dalam bahasa Arab gandum disebut ‘Sawiq’ yang kemudian dijadikan nama peristiwa. Rasulullah membiarkan Abu Sufyan dan pasukannya kabur, sementara gandum-gandum yang mereka tinggalkan diangkut umat muslim sebagai harta rampasan perang (ghanîmah). (Ibnul Atsir, Al-Kâmil fit Târîkh, 1997: juz II, h. 32)


Penulis: Muhamad Abror

Editor: Fathoni Ahmad