Kisah Pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir, Ditegur Allah karena Merasa Paling Alim
NU Online ยท Jumat, 13 Januari 2023 | 06:00 WIB
M. Tatam Wijaya
Kolomnis
Kisah ini bermula saat Nabi Musa alaihis salam ditanya oleh kaum Bani Israil tentang manusia yang paling alim di muka bumi. Dijawab oleh Nabi Musa, โTidak ada lagi yang paling alim di muka bumi selain aku.โ Akibat jawaban itu, Nabi Musa ditegur Allah.
Tak hanya itu, Allah juga menurunkan wahyu kepadanya, โSesungguhnya, aku memiliki seorang hamba di pertemuan dua samudera yang lebih alim darimu.โ
Nabi Musa menjadi penasaran, โWahai Tuhanku, bagaimana aku bisa bertemu dengannya?โ
Allah menjelaskan, โBawalah olehmu seekor ikan. Lalu simpan dalam keranjang. Di mana ikan itu menghilang, di sanalah hamba itu berada.โ
Hamba dimaksud tak lain adalah Nabi Khidir alaihis salamย
Singkatnya kisah, Nabi Musa mengambil seekor ikan lalu memasukkannya ke dalam keranjang. Setelah itu, dirinya berangkat ditemani seorang pemuda muridnya yang bernama Yusyaโ ibn Nun.
Tibalah keduanya di sebuah batu besar. Tetapi bermaksud untuk merebahkan kepala sejenak, keduanya justru tertidur. Sementara ikan yang ada dalam keranjang mulai meronta, hingga akhirnya keluar dan terjatuh ke lautan.
Kejadian ini pun diabadikan dalam Al-Quran dalam Surat Al-Kahfi, โLalu ikan itu melompat dan mengambil jalannya ke laut.โ
Ketika Nabi Musa terbangun, kawannya lupa mengabarkan kepadanya tentang keberadaan ikan. Keduanya justru melanjutkan perjalanannya selama sehari semalam. Keesokan harinya, Musa baru berkata kepada muridnya, โBawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.โ
Semula memang Nabi Musa seperti yang tidak mendapati rasa letih, hingga tibalah di tempat yang diperintahkan Allah dan bertanya demikian. Muridnya lantas menjawab, โTahukah engkau tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (bercerita tentang) ikan itu dan tidak ada yang melupakanku kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang sangat aneh.โ
Benar sekali, ikan itu mengambil jalannya di laut, sehingga Musa dan muridnya pun terheran-heran. Musa kembali berkata, โItulah (tempat) yang kita cari.โ Akhirnya, keduanya pun kembali. Mengikuti jejak mereka semula.
Keduanya menyusuri jejak mereka semula, hingga sampai lagi di baru besar. Tiba-tiba ada seorang pria yang berselimutkan sebuah kain. Musa pun mengucap salam dan dijawab oleh pria berselimut yang belakangan dikenali sebagai Khidir itu, โBagaimana salam di tempatmu?โย
Musa lalu memperkenalkan diri, โAku adalah Musa.โ Ditanya oleh Khidir, โApakah Musa kaum Bani Israil?โ Musa menjawab, โBenar. Aku menemuimu agar engkau mengajariku sebuah ilmu.โ
Kemudian, Musa meminta izin untuk mendampingi dan mengikuti Khidir. Namun, keinginannnya itu diragukan oleh hamba saleh itu, โSesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku, wahai Musa, sebab aku memiliki sebuah ilmu Allah yang telah diajarkan kepadaku, namun tidak engkau ketahui. Begitu juga engkau memiliki ilmu Allah yang telah diajarkan-Nya kepadamu, tetapi tidak aku ketahui.โ
Musa pun berusaha meyakinkan Khidir, โInsya Allah engkau akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.โ
Secara tidak langsung, Khidir menjanjikan kepada Musa bahwa kemampuannya untuk bersabar ditentukan oleh perkenan dan kehendak Allah. Tak lupa, sang hamba memberi persyaratan kepada Musa agar tidak bertanya apa-apa kepadanya sampai dirinya menjelaskan semua alasan di balik apa yang dilakukannya.
โJika engkau mengikutiku, janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.โ
Berjalanlah Nabi Musa dan Nabi Khidir menyusuri pinggiran pantai. Saat ingin menyeberangi pantai yang lain, keduanya mendapati kapal kecil yang tengah mengangkut para penumpang. Untungnya, para awak kapal telah mengenali Khidir. Singkatnya, mereka pun membawa Khidir dan Musa menuju pantai yang dituju tanpa diminta imbalan apa pun.ย
Di saat demikian, keduanya melihat seekor burung yang hinggap di pinggir kapal. Lalu sang burung meminum sedikit air laut dengan paruhnya. Khidir berbisik kepada Musa, โDemi Allah, tidaklah ilmuku dan ilmumu di sisi Allah kecuali seperti air laut yang diambil burung itu dengan paruhnya.โย
Saat keduanya berada di dalam kapal, Nabi Musa merasa heran luar biasa karena melihat Khidir melubangi kapal tersebut dengan melepas salah satu papannya. Musa pun lupa dan ingkar akan janjinya. Dalam pikirnya, setiap kerusakan di muka bumi adalah kejahatan. Dan kejahatan lebih berat lagi karena dilakukan kepada orang-orang yang telah berbuat baik kepada dirinya.ย
Nabi Musa lantas menanyakannya, โMengapa engkau melubangi perahu itu yang akibatnya akan menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya engkau telah berbuat satu kesalahan besar.โย
Di sana Khidir mengingatkan Nabi Musa akan janjinya, โBukankah aku telah berkata, โSesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.โ"
Pertanyaan Nabi Musa yang pertama dilakukannya karena lupa, sebagaimana yang disampaikan dalam Rasulullah saw.
Keduanya pun melanjutkan perjalanan. Namun, Nabi Musa kembali melihat keanehan yang dilakukan Khidir saat mengambil seorang anak kecil yang sedang lucu-lucunya dan aktif bermain, kemudian menidurkannya. Anak itu lalu disembelih dan kepalanya dipisahkan dari tubuhnya.
Melihat hal itu, lagi-lagi Musa tak mampu bersabar. Ia kembali mengingkari janjinya. Padahal, dirinya tahu akan janji yang telah disampaikannya, โMengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu yang mungkar.โ
Khidir pun melontarkan teguran yang sama kepada Musa, โBukankah aku telah berkata, โSesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mampu sabar bersamaku."
Di sini Musa pun menyadari jika dirinya tidak akan mampu lama-lama menemani Khidir, sang hamba yang saleh itu. Ia tak kuasa melihat setiap kejadian yang dialaminya, sementara dirinya terdiam. Keadaan itu kembali kepada dua hal.
Pertama, kembali kepada tabiat Musa. Sebagai sosok yang berjiwa pemimpin, Musa mungkin sudah terbiasa kritis atas setiap apa yang telah dilihatnya. Di saat yang sama, ia tidak terbiasa berdiam diri ketika melihat perkara yang tidak disukainya.ย
Kedua, syariat Musa tidak membenarkan pembunuhan terhadap seorang anak, kemudian membiarkan pembunuhnya, bagaimana pun keadaan pelakunya.
Artinya, dalam hal ini, Nabi Musa mengakui kesalahan yang dilakukannya terhadap Khidir. Karenanya, ia kembali meminta kesempatan yang ketiga dan berjanji, jika kembali bertanya sesuatu, dirinya berhak untuk berpisah dan ditinggalkan Khidir.
Mereka pun melanjutkan perjalanan sampai di suatu kampung yang penduduknya kikir. Mereka berdua mencari orang-orang yang berkenan menjamu. Namun, tidak mendapatinya seorang pun. Meski demikian, Khidir tetap memperbaiki sebuah dinding rumah di kampung tersebut yang nyaris roboh.
Lagi-lagi merupakan perkara aneh. Mereka diketahui sebagai kaum yang kikir, namun Khidir mau memperbaiki dinding rumah mereka tanpa mendapat imbalan apa pun.
Di sinilah Musa sudah memilih untuk berpisah dengan Khidir. Hal itu ditunjukkan dalam pertanyaannya tentang alasaan mengapa Khidir mau memperbaiki rumah para penduduk kampung itu tanpa imbalan sedikit pun. Padahal, dari mereka tidak ada yang mau menyambut dan menjamu.
Seandainya, Musa bersabar dalam mendampingi Khidir, tentu Nabi Musa akan mendapatkan banyak keajaiban dan rahasia yang dialaminya. Sayangnya, Nabi Musa memilih berpisah setelah Nabi Khidir menjelaskan rahasia di balik semua yang dilakukannya.ย
โAdapun perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Maka, aku bermaksud membuatnya cacat karena di hadapan mereka ada seorang raja (zalim) yang merampas setiap perahu (yang terlihat masih bagus),โ jelas Nabi Khidir pada Musa.
โAdapun anak (yang aku bunuh) itu, kedua orang tuanya mukmin dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya untuk durhaka dan berbuat kufur.โ
โMaka, kami menghendaki bahwa Tuhan mereka menggantinya (dengan seorang anak lain) yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).โ
โAdapun dinding (rumah) itu adalah milik dua anak yatim di kota tersebut dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka orang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya berdasarkan kemauanku (sendiri). Itulah makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya,โ pungkas Khidir.
Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir ini pun diabadikan Al-Qur'an dalam Surat al-Kahfi mulai ayat 61 sampai ayat 82. Kisahnya diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari dalam โKitab al-โIlmโ dari Ibnu โAbbas, dari Ubay ibn Kaโb, tepatnya dalam โBab Mฤ Dzukira Dzahฤb Mรปsฤ fi al-Bahr ilฤ al-Khidir,โ juz I, halamanย 168, nomor hadits 74.ย Diriwayatkannya pula dalam โBฤb al-Khurลซj fรฎ Thalab al-โIlmโ, juz I, halaman 174, nomor hadits 78, dan dalam โBฤb Mฤ Yustahabb li al-โฤlim Idzฤ Suโila Ayyu al-Nฤs Aโlam? Fayakilu al-โIlm ilฤllฤh,โ juz I, halaman 217, nomor hadits 122.
Hikmah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir
Dari kisah di atas ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita sangat dianjurkan untuk berdiskusi atau berdialog dalam urusan ilmu.
2. Seorang alim diwajibkan menyebarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.
3. Perjalanan menuntut ilmu merupakan perjalanan istimewa. Nabi Musa sendiri menempuh perjalanan yang cukup melelahkan demi menemui seorang yang lebih alim dari dirinya.ย
4. Kedudukan dan keutamaan dirinya tidak sampai menghalangi Musa untuk menemui dan mengikuti orang yang diharapkannya memberikan ilmu.
5. Kita disyariatkan untuk melayani dan mengabdi kepada ahli ilmu dan pemilik keutamaan. Yusya ibn Nun, misalnya. Ia mengabdi kepada Musa. Begitu pula Anas ibn Mฤlik juga melayani Rasulullah saw.
6. Seorang hamba diperkenankan bercerita rasa lelah, ย kesulitan yang dialami, atau keadaan penyakit, dengan catatan tidak membenci atau menyalahkan takdir yang telah ditetapkan untuk dirinya.
7. Khidir tidak mengetahui perkara gaib kecuali yang telah diberitahukan Allah kepadanya.ย
8. Kisah di atas meyakinkan kepada kita bahwa Allah maha kuasa untuk menghidupkan sesuatu yang sudah mati, seperti menghidupkan ikan yang dibawa Nabi Musa. ย
9. Melalui hadits itu, kita diajarkan untuk tetap bersikap lemah lembut kepada pengikut atau pelayan kita. Contohnya sikap Nabi Musa terhadap muridnya yang lupa mengabarkan akan hilangnya ikan. ย
10. Nabi Khidir telah melubangi kapal dan membunuh seorang anak. Namun kemudian dikabarkan bahwa apa yang dilakukannya semata-mata perintah dan kehendak Allah sebagai bentuk kasih sayang-Nya.
11. Seorang yang bermaksud mengerjakan sesuatu di masa yang akan datang, disunnahkan mengucap โinsya Allah,โ yang artinya โjika Allah menghendaki.โ
12. Di antara etika seorang murid atau santri di hadapan gurunya adalah menunjukkan sikap sabar dan menaati setiap perintahnya.
13. Hadits di atas menunjukkan betapa kecilnya ilmu manusia di hadapan Allah. Di dalamnya disebutkan bahwa Khidir berkata kepada Musa, โTidaklah ilmuku dan ilmumu di sisi Allah kecuali seperti air laut yang diminum oleh burung itu dengan paruhnya.โ
14. Hikmah Allah yang ditetapkan bagi para hamba-Nya ternyata tidak terlihat. Baru kemudian, hikmah yang semula dianggap buruk ย dan ujian oleh seseorang itu menjadi kenikmatan dan kebaikan.
15. Allah mempersiapkan anak yang saleh dengan kesalehan orang tuanya. Dalam kisah di atas, dikatakan bahwa Khidir memperbaiki dinding yang nyaris roboh. Tujuannya untuk melindungi gudang harta yang ditinggalkan kedua orang tua untuk anak-anaknya.
16. Kita juga harus selalu menisbahkan kebaikan kepada Allah. Di saat yang sama, kita juga tidak diperkenankan menisbahkan keburukan pada-Nya.
17. Kita diperbolehkan melakukan sesuatu yang bahayanya lebih ringan demi menghindari bahaya yang lebih berat.
18. Kita tidak dilarang untuk merusak sebagian harta demi menyelamatkan harta yang lebih banyak.
19. Saat bepergian, kita disyariatkan untuk membawa perbekalan. Setelah menempuh perjalanan panjang, Musa meminta muridnya untuk mengambil makanan yang dibekalnya.
20. Seseorang harus berhati-hati mengingkari pendapat para ahli ilmu dan orang-orang saleh. Berusahalah untuk mencari dasar pandangan dan alasan mereka mengapa bertentangan dengan dugaan orang kebanyakan. (Lihat: Umar Sulaiman, Shahih al-Qashash an-Nabawi,ย Terbitan: Darun-Nafais, tahun 1997, halaman 75).ย Wallahu aโlam.
Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim โSyubbanul Muttaqinโ Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Meraih Keutamaan Bulan Muharram
2
Koordinator Aksi Demo ODOL Diringkus ke Polda Metro Jaya
3
5 Fadilah Puasa Sunnah Muharram, Khusus Asyura Jadi Pelebur Dosa
4
Khutbah Jumat: Memaknai Muharram dan Fluktuasi Kehidupan
5
Khutbah Jumat: Meraih Ampunan Melalui Amal Kebaikan di Bulan Muharram
6
5 Doa Pilihan untuk Hari Asyura 10 Muharram, Lengkap dengan Latin dan Terjemahnya
Terkini
Lihat Semua