Sirah Nabawiyah

Kontribusi Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam dalam Penulisan Sirah Nabawiyah

Rab, 8 Desember 2021 | 07:00 WIB

Kontribusi Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam dalam Penulisan Sirah Nabawiyah

Jika kita membaca Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, akan banyak menemukan riwayat yang oleh penulisnya selalu menyertakan nama Ibnu Ishaq.

Jika kita ingin mempelajari sejarah hidup Rasulullah saw, ada satu kitab yang cukup otoritatif untuk dijadikan salah satu referensi, yaitu Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Ibnu Hisyam. Tapi, ada hal penting yang tidak boleh kita lupakan. Kitab tersebut sebenarnya bukan murni tulisan Ibnu Hisyam, tetapi ringkasan dari kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishaq.


Hanya saja, kitab milik Ibnu Ishaq tidak lagi dikaji dalam pembelajaran sejarah Nabi. Sebab, selain keberadaannya tidak ditemukan lagi, kitab ringkasannya juga lebih sistematis dari kitab asalnya.


Sirah Ibnu Ishaq

Sebelum penulis kemukakan apa yang melatarbelakangi Ibnu Ishaq menulis Sirah Nabawiyah, penting penulis singgung satu hal. Kendati kitab Ibnu Ishaq dinilai sebagai sumber sejarah hidup Nabi Muhammad yang memiliki kualitas riwayat yang cukup kuat, tetapi dia bukanlah sejarawan Muslim pertama yang menulis kitab Sirah Nabawiyah. Sebelumnya, sudah muncul beberapa generasi ulama yang memiliki konsentrasi terhadap penulisan kitab serupa.


Hidup di kalangan para ulama pada abad kedua, membuat Ibnu Ishaq tumbuh menjadi sosok yang memiliki kompetensi keilmuan yang mumpuni, termasuk soal sejarah. Kecerdasannya ini kemudian menarik Khalifah Al-Manshur untuk mengundangnya ke Baghdad (tempat sang khalifah) dan memintanya untuk menulis sejarah dari zaman Nabi Adam sampai masa ia hidup sekarang. Ada pula yang mengatakan bahwa sang khalifah bukan di Baghdad, tapi di Hirah. 


Rencananya, sang khalifah akan memberikan kitab ini untuk putranya, Al-Mahdi. Selesai kitab ditulis, ternyata pembahasannya terlalu luas. Al-Manshur pun meminta Ibnu Ishaq untuk meringkasnya. Konon, kitab itu diletakkan di lemari milik Al-Manshur. Dalam versi yang lain mengatakan bahwa Ibnu Ishaq bukan menulis kitabnya bukan atas perintah Khalifah Al-Manshur, bukan pula di Baghdad atau di Hirah, tetapi di Madinah sebelum ia berdomisili di kalangan Dinasti Abbasiyah.


Berdasarkan keterangan para ulama, seperti Ibnu Hisyam, Ibnu Jarir ath-Thabari, dan lainnya, kitab Ibnu Ishaq ini terdiri dari tiga juz. Pada tiap-tiap juznya terdapat pembahasan-pembahasan yang diurut secara periodik.


Juz pertama (mubtada) berisi tentang sejarah beberapa utusan sebelum Nabi Muhammad, sejarah bangsa Yaman pada masa jahiliyah, kebilah-kabilah Arab serta cara mereka beribadah, dan sejarah kota Makkah serta nenek moyang Rasulullah saw. Pada juz kedua (mab’ats), berisi tentang kehidupan Rasulullah saw baik di Makkah ataupun ketika sudah di Madinah.  Pada juz ketiga (al-maghazi), berisi tentang kehidupan Rasulullah di Madinah.


Sirah Ibnu Hisyam

Kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam merupakan salah satu kitab penting dan termasuk kitab generasi pertama dalam kajian sejarah hidup Nabi Muhammad saw. Ibnu Hisyam meriwayatkan kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishaq setelah mendapat ijazah dari Ziad al-Bakka’i. Berikutnya, di tangah Ibnu Hisyam, kitab Ibnu Ishaq ini mengalami editing, peringkasan, penambahan, kadang-kadang disertai kritik, dan disuguhkan riwayat ulama lain sebagai pembanding. 


Dalam kitabnya, Ibnu Hisyam menghapus beberapa bagian yang terdapat di dalam kitab Ibnu Ishaq. Seperti semua riwayat sebelum sejarah Nabi Ismail, anak-anak Ismail, riawayat-riwayat yang tidak memiliki kaitan dengan sejarah, dan sekian banyak syair-syair yang masih diragukan kesahihannya. 


Menurut Abdussalam Muhammad Harun dalam Tadzhib Sirah Ibnu Hisyam menjelaskan, kitab Ibnu Hisyam memiliki andil penting dalam memperkenalkan kitab milik Ibnu Ishaq. Bahkan Ibnu Ishaq sendiri dikenal berkat kehadiran kitab Ibnu Hisyam.

 

Jika kita membaca Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, akan banyak menemukan riwayat yang oleh penulisnya selalu menyertakan nama Ibnu Ishaq. Yang terakhir ini sangat membantu sekali untuk mengenalkan Ibnu Ishaq.


Mengutip Ibnu Khalkan, Abdussalam menuliskan, “Ibnu Hisyam inilah orang yang mengumpulkan sirah Rasulullah saw dari kitab Al-Maghazi dan As-Siyar karya Ibnu Ishaq. Kemudian beliau menyusul hasil koreksi dan ringkasannya. Inilah kitab sirah yang ada di tangan publik dan dikenal dengan judul Sirah Ibnu Hisyam.”


Kajian terkait Sirah Ibnu Hisyam banyak ditekuni ulama dengan bukti hadirnya kitab-kitab yang menjadi syarah. Seperti Abdul Qasim Abdurrahman as-Suhaili yang menulis syarah dengan judul Ar-Rauhatul Anf, Abu Dzar al-Khusyani yang menulis sedikit kritik untuk Sirah Ibnu Hisyam yang berjudul Syahrus Sirah an-Nabawiyah, dan Badarudin Muhammad bin Ahmad al-Aini menulis kitab syarah berjudul Kasyful Lisan fi Syarhi Siratibni Hisyam.


Perhatian ulama atas Sirah Ibnu Hisyam tidak hanya dilakukan dengan pembuatan kitab-kitab syarah, tetapi juga dalam wujud pembuatan ringkasan kitab (mukhtashar). Seperti Burhanuddin bin Muhammad yang menulis Ibnul Marhal asy-Syafi’i dan Abu Abbas Ahmad bin Ibrahim bin Abdurrahman al-Wasithi yang menulis kitab dengan judul Mukhtashar Siratibni Hisyam.


Selain bentuk syarah dan mukhtashar, ada pula ulama yang menuliskannya dalam bentuk syair, yaitu Abu Muhammad Abdul Aziz bin Muhammad bin Said ad-Dumairi dan Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim. 


Baik Ibnu Ishaq maupun Ibnu Hisyam, keduanya memiliki kontribusi penting dalam penulisan kitab Sirah Nabawiyah. Ibnu Ishaq dengan kualitas periwayatan kitabnya yang cukup kuat membuat karyanya dijadikan rujukan penting dalam pembelajaran Sirah Nabawiyah. Pun Ibnu Hisyam, berkat kitab ringkasannya, mampu menyajikan Sirah Nabawiyah dengan baik, selain juga berhasil memperkenalkan Ibnu Ishaq lebih luas yang kitabnya sudah tidak ditemukan lagi.


Muhamad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta