Sirah Nabawiyah

Mengenal Keluarga Rasulullah: Hasyim, Abdul Muthalib, Abdullah

Ahad, 30 Januari 2022 | 03:30 WIB

Mengenal Keluarga Rasulullah: Hasyim, Abdul Muthalib, Abdullah

Ilustrasi Nabi Muhammad Rasulullah saw. (Foto: NU Online)

Rasulullah saw memang seorang manusia, tapi memiliki kedudukan yang belum pernah dimiliki oleh manusia manapun. Seorang penyair pernah berkata, “Muhammad adalah seorang manusia, tapi bukan seperti manusia pada umumnya. Dia bagaikan yaqut (sejenis permata) di antara bebatuan.” Salah satu yang membuat kemuliaan pada diri Nabi adalah nasab luhur yang dimilikinya.


Penyair Arab legendaris Muhammad bin Sa’id Al-Bushiri ash-Shanhsji al-Bushiri, atau lebih dikenal Imam Al-Bushiri berkata dalam syairnya:


نَسَبٌ تَحسِبُ العُلا بِحُلاهُ # قَلَّدَتْهَا نُجُومَهَا الْجَوْزَاءُ


“Rangkaian nasab yang berkedudukan tinggi, laksana barisan bintang-bintang yang saling terkait.”


حَبَّذَا عِقْدُ سُودُدٍ وَّفَخَارٍ # أَنْتَ فِيْهِ الْيَتِيْمَةُ الْعَصْمَاءُ


“Betapa indah untaian yang sangat mulia dan membanggakan itu, dengan dikau yang laksana liontin berkilau di dalamnya.”


Seorang sahabat Nabi yang juga penyair Arab ternama, Hassan bin Tsabit, sampai mengumpamakan penciptaan Rasulullah atas dasar kehendak sendiri, sehingga bisa memiliki segala kesempurnaan. Nasab terbaik, tampang yang rupawan, dan budi pekerti yang luhur, semunya ada pada diri sang nabi. Dalam gubahan syairnya, Hassan bersenandung:


وأَحسنُ منكَ لم ترَ قطُّ عيني # وَأجْمَلُ مِنْكَ لَمْ تَلِدِ النّسَاءُ


“Belum pernah ada mata yang melihat sosok seindah dirimu (Muhammad), belum pernah ada seorang perempuan yang melahirkan orang serupawan dirimu (Muhammad).”


خلقتَ مبرأً منْ كلّ عيبٍ # كأنكَ قدْ خلقتَ كما تشاءُ


“Engkau tercipta terbebas dari segala kekurangan, seolah kau memilih sendiri bentuk yang kau kehendaki.”


Dalam beberapa hadits juga ditegaskan bahwa Nabi yang mengatakan nasabnya merupakan nasab yang paling luhur. Imam Suyuti dalam menafsiri surat At-Taubah ayat 128 mengutip salah satu hadits Nabi:


أَنا أَنفسكُم نسبا وصهراً وحسباً لَيْسَ فيَّ وَلَا فِي آبَائِي من لدن آدم سفاح كلهَا نِكَاح


Artinya: “Aku adalah manusia yang paling luhur nasabnya, mushaharahnya (perniakhan), dan kedudukannya. Tidak pernah terjadi hubungan zina pada kakek-kakekku, tapi semuanya berhubungan atas pernikahan yang sah,” (HR Marduwaih) (As-Suyuti, Ad-Durrul Mantsûr, [Beirut: Darul Fikr, 2015], juz IV, h. 244)


Keluarga Nabi

Untuk mengetahui bagaimana keluhuran Nasab Rasulullah, kita harus mengenal seluk-beluk keluarganya. Keluarga Nabi sendiri dikenal dengan Hasyimiyah, dinisbatkan kepada kakeknya yang ketiga, Hasyim bin Abdu Manaf.

 

Untuk lebih utuh mengenal silsilah keluarga Nabi, kita bisa menelusuri biografi masing-masing kakeknya. Tapi pada pemaparan ini, penulis hanya akan menjelaskan tiga nasab terdekat, yiatu Hasyim, Abdul Muthalib (kakek kedua Nabi), dan Abdullah (ayah Nabi).


Hasyim

Nama asli Hasyim adalah Amr, dia mendapat kepercayaan untuk memberi air minum (as-siqayah) dan melayani makanan (rifadhah) bagi jamaah haji yang datang dari segala penjuru. Tugas ini merupakan bentuk amanah mulia untuk merawat kota Makkah. Hasyim memperoleh tugas ini dari Bani Abdu Manaf, tepatnya ketika Bani Abdu Manaf mengikat perjanjian dengan Bani Abdi Dar dalam masalah pembagian kedudukan antara keduanya. 


Hasyim memiliki kedudukan cukup terhormat di tengah kaumnya dan kaya raya. Selain itu, ia juga seorang dermawan. Ia merupakan orang yang pertama kali memberi makanan kepada jamaah haji di kota Makkah berupa remukan roti bercampur kuah. Karena sering meremukkan roti, ia pun dipanggil ‘Hasyim’. Ia juga orang pertama yang membuka jalur perdagangan bagi orang Quraisy sebanyak dua kali dalam satu tahun, yaitu pada saat musim dingin dan musim kemarau. 


Sekali waktu, Hasyim pergi untuk berdagang ke Syam. Sesampainya di Madinah, ia menikahi seorang perempuan dari Bani Adi bernama Salma binti Amr. Ringkas hikayat, Hasyim melanjutkan perjalanannya ke Syam, sementara sang istri yang kebetulan sedang mengandung sedang mengandung putranya (yang kelak dinamai Syaiban dan dipanggil Abdul Muthalib) tetap bersama keluarganya. Kabar duka terdengar, Hasyim meninggal dunia setelah sampai di Palestina. 


Salma kemudian melahirkan putranya dan diberi nama Syaiban karena ada rambut putih (uban) di kepalanya. Kata ‘syaiban’ dalam bahasa Arab berarti uban. Pengasuhan putranya diserahkan kepada bapak Salma di Yatsrib. Hasyim sendiri memiliki empat orang putra, yaitu Asad, Abu Shaifi, Nadhlah, dan Abdul Muthalib; dan lima putri, yaitu Khalidah, Dha’ifah, Ruqayyah, dan Jannah.


Abdul Muthalib

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, nama asli Abdul Muthalib adalah Syaiban. Sepeninggal Hasyim, orang yang memgang urusan air minum dan makanan untuk jamaah haji adalah Al-Muthalib bin Abdi Manaf (paman Syaiban), saudara Hasyim. Al-Muthalib sendiri merupakan laki-laki yang cukup terpandang, dipatuhi, dan dihormati oleh kaumnya. Kedermawanan yang dimilikinya membuat ia dujuluki ‘Al-Fayyad’ yang artinya orang sangat dermawan.


Begitu Abdul Muthalib (putra Hayim) sudah menjadi seorang pemuda, Al-Muthalib membawanya ke Makkah dengan dibonceng mengendarai unta. Setibanya di Makkah, orang-orang mengira Syaiban adalah hamba sahaya Al-Muthalib. “Inilah dia Abdul Muthalib (hamba sahaya Al-Muthalib),” kata orang-orang. “Apa maksud kalian ini?! Dia itu keponakanku,” sanggah Al-Muthalib.


Di Makkah, Abdul Muthalib tinggal di rumah sang paman sampai tumbuh dewasa. Kabar duka terdengar tatkala Al-Muthalib menginggal di Yaman. Sejak saat itu Abdul Muthalib menggantikan posisinya di Makkah dan memimpin kaumnya. Bahkan ia memiliki kedudukan lebih terhormat dibanding kakek-kakeknya terdahulu. 


Abdullah

Abdullah merupakan anak dari Abdul Muthalib dari ibu bernama Fatimah binti Amr bin A’idz bin Imran bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah. Ia adalah putra tersayang Abdul Muthalib di antara  putra-putranya. Abdullah menikah dengan Aminah binti Wahb bin Abdi Manaf bin Zuhhrah bin Kilab, seorang wanita paling terpandang dari kalangan suku Quraisy, baik karena nasab (keturunan) maupun kekayaannya. Wahb, ayah Aminah, merupakan seorang pemuka Bani Makhzum. 


Abdullah wafat saat sedang berdagang ke Syam dalam usia 25 tahun, tepat ketika Nabi masih dalam kandungan. Ia dimakamkan di  Darun Nabighah al-Ja’di di Madinah. Dalam versi lain disebutkan bahwa ia wafat di Madinah saat ditugasi untuk mengurus kurma di sana. (Safyurrahman al-Mubarakfuri, Raḫîqul Makhtûm, [Riyadh: Muntada ats-Tsaqafah, 2013], h. 52-55)

 

Penulis: Muhamad Abror

Editor: Fathoni Ahmad