Sirah Nabawiyah

Sekilas Kisah Firaun: Kezaliman dan Nasib Tragisnya

Sab, 21 Januari 2023 | 11:00 WIB

Sekilas Kisah Firaun: Kezaliman dan Nasib Tragisnya

Firaun merupakan raja yang zalim pada zamannya. (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Mengapa kisah Firaun dan nasib tragis di penghujung hidupnya dikisahkan dalam Al-Quran? Salah satunya agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang takut terhadap ancaman, hukuman, dan balasan Allah. 


Kisah itu sekaligus menunjukkan bahwa Allah tidak pernah ingkar janji terhadap hamba-hamba-Nya yang taat dan tidak pernah menghukum hamba-hamba-Nya yang maksiat kecuali dengan keadilan-Nya. 


Lantas seperti apa sosok Firaun dan apa saja bentuk kezalimannya? Disebutkan dalam Al-Quran surat Yunus ayat 75-92 dan dijelaskan oleh sejumlah kitab tafsir, Firaun adalah penguasa Mesir yang zalim dan sombong. 


Di antaranya kesombongannya tampak saat diseru Nabi Musa dan Harun a.s. untuk menerima tanda-tanda kebesaran Allah, mengakui risalah keduanya, sehingga mau menuhankan Allah dan beribadah kepada-Nya.             


Alih-alih menerima risalah Nabi Musa dan Nabi Harun serta mengesakan Allah, Firaun dan pembesar kaumnya malah menuduh risalah keduanya sebagai sihir. Malahan Firaun sempat mendatangkan para penyihir untuk menantang Musa dan Harun dengan sihir-sihir andalan mereka.    


Disebutkan pula, Firaun merupakan penguasa tiran dan sewenang-wenang. Sehingga tidak ada yang berani beriman kepada Musa selain turunan kaumnya. Itu pun  disertai ketakutan terhadap Firaun dan para pengikutnya.      


فَمَا آمَنَ لِمُوسَى إِلَّا ذُرِّيَّةٌ مِنْ قَوْمِهِ عَلَى خَوْفٍ مِنْ فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِمْ أَنْ يَفْتِنَهُمْ وَإِنَّ فِرْعَوْنَ لَعَالٍ فِي الْأَرْضِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الْمُسْرِفِينَ


Artinya: Tidak ada yang beriman kepada Musa selain keturunan dari kaumnya disertai ketakutan pada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya yang akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir‘aun benar-benar sewenang-wenang di bumi. Sesungguhnya ia benar-benar termasuk orang-orang yang melampaui batas, (QS. Yunus [10]: 83). 


Firaun juga merupakan penguasa yang mementingkan perhiasan dan kekayaan dunia. Namun, akibat kekayaan itu, Firaun dan para pengikutnya malah terkesan dan menyesatkan kaumnya dari jalan Allah. Itu pula yang menyebabkan mereka binasa dan terkunci hatinya. (Lihat: Tafsir ath-Thabari, juz XV, 154-156).   


Puncak kesombongan Firaun juga dicatat Al-Quran sebagai penguasa tangan besi dan manusia yang pernah mengaku tuhan, “Aku adalah tuhan kalian yang paling tinggi,” (QS. an-Nazi’at [79]: 24). Itu terjadi karena Firaun tak pernah ditimpa penyakit apa pun.   


Terhadap rakyatnya, Firaun membagi mereka menjadi kelompok-kelompok kecil sehingga menjadi lemah tak berdaya. Ia tak sungkan menyiksa siapa pun yang menentang perintah dan keinginannya. Penyiksaan terhadap Siti Asiah yang juga istrinya sendiri yang beriman kepada Allah dan ingkar terhadap kekuasaannya adalah salah satu buktinya.  


Perilaku kejam Firaun kian tak terkira manakala mendapat ramalan bahwa akan ada anak laki-laki yang lahir dan akan menjadi penyebab kehancuran raja Mesir di tangannya. 


Mendapat ramalan demikian, ia segera memerintah bala tentaranya untuk membunuh anak-anak dari Bani Israil karena khawatir akan adanya anak tersebut. Setiap perempuan yang hendak melahirkan disiagakan para algojo. Jika ternyata anak yang dilahirkannya laki-laki, maka tak sungkan si algojo menyembelih anak tersebut di hadapan sang ibu yang baru melahirkannya. (Lihat: Ibnu Katsir, Qashashul-Anbiya, [Kairo: Darut-Ta’lif], 1968, juz II/4).  


Ternyata, anak yang dikhawatirkan itu tak lain adalah Musa yang diselamatkan Allah dengan cara mengilhami ibunya untuk memasukkan bayi Musa tersebut ke dalam tabut (kotak) dan melemparkannya ke sungai Nil. Hingga akhirnya bayi Musa ditemukan oleh istri Firaun sendiri dan dibesarkannya di lingkungan istana. Istimewanya, berkat skenario Allah, ibu Musa kembali bisa menyusuinya. 


وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ


Artinya: "Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, 'Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul,'” (QS. al-Qashash [28]: 7). 


Di penghujung hidupnya, Firaun pun bernasib tragis. Ia tenggelam di laut Merah saat mengejar Nabi Musa dan kaum Bani Israil. Menjelang detik-detik kematiannya, ia baru berserah diri dan mengakui Tuhan yang diimani oleh Bani Israil. “Aku  percaya bahwa tidak ada tuhan (yang berkuasa dan berhak disembah) selain (Tuhan) yang telah dipercayai oleh Bani Israil dan aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri kepada-Nya),” (QS. Yunus [10]: 90).    


Bahkan, dalam hadits riwayat at-Tirmidzi dari Ibnu Abbas, dikisahkan bahwa Firaun nyaris saja mengucap kalimat tauhid Lailahaillallah. Namun, karena kekesalannya, malaikat Jibril segera menjejali mulut Firaun dengan lumpur laut. Sehingga ia gagal beriman dan mengakui ketuhanan Allah. Demikianlah sekilas kisah Firaun, kekejaman, dan nasib tragis yang dialami bersama bala tentaranya. Mereka dibinasakan dan ditenggelamkan di lautan.   


Kemudian, Allah berkehendak menyelamatkan jasadnya sebagai pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahnya. Hingga kini jasad Firaun dimumifikasi dan masih tersimpan di Museum Kairo Mesir. Menurut para ahli, Firaun ini merupakan Firaun Amenhotep I yang umurnya mencapai 3.500 tahun. Sayangnya, kebanyakan orang lengah mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Wallahu a’lam.


Ustadz M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.