Serial Nabi Muhammad dan Geopolitik: Korespondensi dengan Para Raja
Senin, 5 Agustus 2024 | 19:00 WIB
Muhamad Iqbal Akmaludin
Kolomnis
Latar Belakang Korespondensi Nabi dengan Para Raja
Nabi Muhammad saw sebagai Rasul terakhir yang diutus untuk seluruh umat manusia bertugas menyebarkan risalah Islam sekaligus pemimpin politik negara Islam di Madinah.
Peran politik Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin Negara Islam Madinah dimulai setelah beliau bersama para sahabat hijrah ke Madinah, mempersatukan Suku Aus dan Khajraj serta membuat Piagam Madinah dengan bangsa Yahudi dan Nasrani.
Sebagai pemimpin negara Islam Madinah, Nabi Muhammad saw melakukan usaha-usaha politik agar eksistensi kedaulatan Negara Islam Madinah diakui oleh Kerajaan-kerajaan di sekitar Madinah secara de jure.
Usaha politik Nabi agar mendapatkan pengakuan oleh para Raja di sekitar Arab adalah dengan melakukan kegiatan korespondensi (surat-menyurat). Kegiatan korespondensi dari Nabi ke para Raja terjadi pada tahun ke-8 Hijriyah (Adz-Dzahabi, Siyar A’lamin Nubala, [Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1405], jilid II, hal. 136).
Tujuan utama dari korespondensi Nabi kepada para Raja adalah untuk menyebarkan dakwah Islam serta supaya mereka memeluk agama Islam. Di samping tujuan dakwah, kegiatan korespondensi Nabi bertujuan agar kedaulatan negara Islam Madinah diakui secara de jure¸ mengingat wilayah Arab hanya dianggap sebagai daerah yang tidak memiliki kekuasaan politik dan hanya dihuni oleh kabilah-kabilah atau suku-suku yang memerintah wilayah kecil mereka secara mandiri.
Para Raja yang menerima surat dari Nabi antara lain adalah Kisra Persia, Kaisar Heraklius dari Byzantium (Romawi Timur), Muqawqis Raja Mesir, Najasyi II Raja Habasyah, dan para raja kecil di sekitar semenanjung Arab.
Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim yang dikutip Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala, Raja Najasyi dari Habasyah yang menerima surat bukanlah Raja Najasyi yang masuk Islam dan menolong sahabat yang hijrah ke Habasyah, melainkan penggantinya yaitu Najasyi II, karena Raja Najasyi I sudah lebih dulu wafat sebelum surat Nabi sampai ke Habasyah. (Adz-Dzahabi, Siyar A’lamin Nubala, jilid II, hal. 136).
Respon Kaisar Heraklius, Raja Romawi Timur
Dalam menanggapi surat dari Nabi Muhammad saw, para Raja memberikan respons yang berbeda. Yang pertama adalah surat Nabi kepada Kaisar Heraklius, yaitu Raja Byzantium yang berada di Damaskus. Surat Nabi kepada Heraklius dibawa oleh Sahabat Dihyah al-Kalbi.
Kaisar Heraklius menerima surat Nabi secara baik-baik, dan mengadakan dialog dengan Abu Sufyan yang saat itu sedang berada di Syam untuk mengenal lebih jauh Nabi Muhammad. Setelah dialog, Kaisar Heraklius mengakui kenabian Nabi Muhammad dan berkata: “Andaikan aku ada di sisinya, pasti akan aku cuci kedua kakinya.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lamin Nubala, jilid II, hal. 139).
Walaupun secara Pribadi Kaisar Heraklius mengakui Kenabian Nabi Muhammad, namun dia tidak memeluk Islam karena takut kehilangan jabatannya. Para penasihat serta para pendeta istana tidak menyukai respons Kaisar atas surat Nabi ini, sehingga dia tidak memeluk Islam.
Baca Juga
Islam dan Politik
Respons Kisra Persia
Surat kedua Nabi ditujukan kepada Kisra Persia, yang berada di kota Mada’in (Ctesiphon). Surat kepada Kisra ini dibawa oleh sahabat Syuja’ bin Wahab. Berbeda dengan Kaisar Heraklius, respons yang ditampakkan oleh Kisra Persia justru negatif.
Ketika surat dari Nabi saw datang kemudian dibacakan di hadapannya, Kisra Persia marah dan langsung merobek surat tersebut. Tatkala kabar respons keras atas surat tersebut sampai kepada Nabi, beliau berdoa:
اَللّهُمَّ مَزِّقْ مُلْكََهُ
Artinya, “Ya Allah, hancurkanlah kerajaannya.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lamin Nubala, jilid II, hal. 143).
Doa Rasulullah saw pun dikabulkan oleh Allah dengan dihancurkannya Kerajaan Persia pada masa Khulafa al-Rasyidin.
Respon Raja Muqawqis Mesir
Surat ketiga Nabi dikirim kepada Raja Muqawqis di Alexandria. Surat Nabi ini dibawa oleh sahabat Hatib bin Abi Balta’ah. Berbeda dari Kaisar Heraklius dan Kisra Persia, Raja Muqawqis memberikan respons yang sangat baik bahkan memberikan Nabi hadiah sebagai balasannya.
Di antara hadiah yang dikirimkan Raja Muqawqis adalah seorang Jariyah (budak perempuan) yang menjadi salah satu istri Nabi, yaitu Mariyah al-Qibtiyah yang kemudian melahirkan Ibrahim bin Muhammad.
Walaupun tidak ada catatan Raja Muqawqis menerima dakwah Islam, namun dari politik korespondensi Nabi kepada Raja Muqawqis termasuk sebuah kesuksesan dengan balasan yang baik dari Mesir. (Adz-Dzahabi, Siyar A’lamin Nubala, jilid II, hal. 146).
Hikmah Korespondensi Nabi dengan Para Raja
Korespondensi Nabi kepada para Raja sekitar Arab dari segi tujuan dakwah memang tidak memberikan hasil yang sempurna, karena tidak ada satu pun para Raja yang menerima dakwah Islam selain Raja Najasyi I yang sudah wafat.
Tetapi dari segi politik, korespondensi Nabi dengan para raja telah memberikan dampak besar bagi eksistensi Negara Islam Madinah dalam geopolitik dunia. Kegiatan korespondensi Nabi dengan para raja kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah dan sultan yang memiliki kewenangan melakukan korespondensi sebagai sarana komunikasi dengan para raja serta media dakwah menyebarkan Islam.
Muhamad Iqbal Akmaludin, Alumni UIN Jakarta & Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences
Terpopuler
1
Temui Menkum, KH Ali Masykur Musa Umumkan Keabsahan JATMAN 2024-2029
2
Baca Doa Ini untuk Lepas dari Jerat Galau dan Utang
3
Cara KH Hamid Dimyathi Tremas Dorong Santri Aktif Berbahasa Arab
4
Jadwal Lengkap Perjalanan Haji 2025, Jamaah Mulai Berangkat 2 Mei
5
Apel Akbar 1000 Kader Fatayat NU DI Yogyakarta Perkuat Inklusivitas
6
Pengurus Ranting NU, Ujung Tombak Gerakan Nahdlatul Ulama
Terkini
Lihat Semua