Usamah bin Zaid, Panglima Perang Termuda yang Ditunjuk Nabi
Rab, 2 Oktober 2019 | 05:00 WIB
Usamah lahir dan tumbuh di Makkah, dalam lingkungan rumah tangga Nabi Muhammad. Oleh sebab itu, sejak kecil ia sudah mengenal dan memeluk Islam. Nabi begitu sayang terhadap Usamah. Tidak jarang beliau memangku Usamah, bersama dua cucu kesayangannya; Sayyidina Hasan dan Husain.
"Ya Allah, sayangilah mereka, karena aku menyayangi mereka. Ya Allah, cintailah mereka, karena aku mencintai mereka," kata Nabi Muhammad, mendoakan Usamah, Hasan, dan Husain suatu hari.
Meski demikian, Nabi juga pernah tidak suka dengan salah satu perbuatan Usamah bin Zaid. Ketika itu, Usamah mengejar seorang lelaki musyrik. Ketika lelaki tersebut terpojok, Usamah langsung mengangkat tombaknya dan mengarahkan kepadanya. Entah karena motif apa, lelaki musyrik tersebut mengucapkan syahadat. Namun Usamah tetap membunuhnya.
Kabar tentang kejadian itu sampai kepada Nabi. Apa yang dilakukan Usamah tersebut membuat Nabi sedih dan murka. Karena bagaimanapun, ketika orang mengucapkan syahadat maka dia sudah menjadi Muslim. "Bagaimana kau bisa membunuh orang yang mengucapkan syahadat?" Nabi mengulang perkataan itu beberapa kali hingga membuat Usamah cemas. Kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi Usamah dan seluruh umat Islam agar tidak mengalirkan darah orang yang mengucapkan syahadat.
Ketika usia Usamah beranjak dewasa, Nabi Muhammad menunjuknya menjadi panglima perang yang memimpin pasukan umat Islam melawan Romawi Timur (Byzantium). Merujuk buku Perang Muhammad Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah (Nizar Abazhah, 2014), kejadian ini terjadi pada awal bulan Shafar tahu ke-11 H atau saat Usamah berusia 17 tahun—riwayat lain 18 tahun. Penyerangan tersebut dimaksudkan sebagai pertahanan, agar Romawi Timur (Byzantium) tidak lagi berpikir untuk menyerang Madinah.
Sebagian sahabat keberatan dengan penunjukan Usamah tersebut. Mereka berpikir bahwa Usamah masih terlalu muda untuk memimpin tugas berat tersebut. Masih ada pembesar kaum Muhajirin dan Anshor yang lebih layak menempati posisi Usamah tersebut. Nabi kemudian mendatangi mereka yang meragukan Usamah dan menyampaikan pidato berikut seperti terekam dalam The Great Episodes of Muhammad Saw (Said Ramadhan al-Buthy, 2017):
Usamah lantas berangkat meninggalkan Madinah. Ketika tiba di Jurf, sebuah wilayah yang jaraknya sekitar satu farsakh dari Madinah, ia menghentikan pasukannya dan mendirikan kemah setelah mendengar kondisi kesehatan Nabi Muhammad memburuk. Beberapa saat kemudian, Nabi Muhammad wafat. Detasemen yang dipimpin Usamah gagal berangkat ke tujuan. Usamah langsung kembali ke Madinah. Ia menangis tersedu di makam Nabi karena kehilangan ‘kakek’ yang begitu dikasihinya.
Usamah dan detasemennya baru diberangkatkan ke wilayah penduduk Ubna, yang berada di bawah kekuasaan Romawi Timur, pada masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq. Abu Bakar mengantar Usamah sebagai panglima perang dengan berjalan kaki, sementara Usama berada di atas pungguh unta. Hal itu merupakan bentuk penghormatan yang dilakukan Abu Bakar kepada Nabi Muhammad, yang telah menunjuk Usamah sebagai panglima perang.
Terpopuler
1
Penjelasan Nuzulul Qur’an Diperingati 17 Ramadhan, Tepat pada Lailatul Qadar?
2
Hukum Shalat Tarawih Tapi Belum Shalat Isya, Penting untuk yang Suka Datang Telat
3
Syekh Wahbah Zuhaili: Ulama Produktif Abad 20 Berjuluk Imam Suyuthi
4
Literasi Digital NU Bali Ajak Masyarakat Tingkatkan Toleransi untuk Membangun Harmoni
5
Kultum Ramadhan: War Takjil Kaum Nonis, Bangun Keharmonisan di Tengah Keragaman
6
194.744 Calon Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji, Masih Ada Sisa Kuota Haji 2024
Terkini
Lihat Semua