Syariah

3 Strategi Islam dalam Menjaga Kesehatan Mental dan Ketenangan Jiwa

Sabtu, 21 Desember 2024 | 05:30 WIB

3 Strategi Islam dalam Menjaga Kesehatan Mental dan Ketenangan Jiwa

Kesehatan mental dan ketenangan jiwa. (Foto: NU Online/Freepik)

Kesehatan mental merupakan masalah kompleks yang banyak disorot belakangan ini. Pada bulan Mei tahun 2024, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merilis dan memperkirakan bahwa kurang lebih 30-32 juta masyarakat Indonesia terkena gangguan masalah mental. Fakta tersebut didukung dengan berbagai kejadian dan perubahan sosial yang dialami oleh orang Indonesia. 


Banyak faktor penyebab yang menjadikan masyarakat Indonesia terkena gangguan kesehatan mental. Tekanan beban kerja, lingkungan keluarga yang tidak harmonis dan ekspektasi yang tidak tercapai merupakan hal yang sering menjadi pemicu gangguan kesehatan mental. Bahkan, penyakit ini tidak hanya mengancam golongan orang dewasa saja, akan tetapi anak kecil pun bisa terdampak.


Oleh karena itu, Islam sebagai ajaran yang rahmatan lil ‘alamin telah memosisikan diri sebagai pelindung paripurna terhadap keberlangsungan hidup umatnya. Dalam ibadah rutinitas setiap hari, Islam menyisipkan terapi spiritual yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit, terlebih lagi yang berurusan dengan masalah kesehatan mental.


Apa saja? Berikut ini adalah strategi Islam dalam menjaga kesehatan mental yang menjadikan ibadah sebagai sumber ketenangan jiwa.


1. Shalat Sebagai Wasilah Penentram Hati


Ibadah shalat yang menjadi rutinitas umat Islam sehari-hari bukan hanya sekedar ritual biasa. Tidak terbatas pada aktivitas simbolis yang menggambarkan kedekatan spiritual antara seorang hamba dengan tuhannya. Akan tetapi lebih dari pada itu, Islam menjadikan shalat sebagai wasilah penenteram hati bagi umatnya. 


Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 45 dijelaskan, bahwa shalat merupakan salah satu wasilah yang bisa dijadikan penolong oleh umat Islam. Allah swt berfirman:


وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ 


Artinya: "Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya (shalat) itu benar-benar berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk."


Mengenai ayat ini, Al-Mawardi dalam kitab tafsirnya, An-Nukat al-‘Uyun (Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah, 1:110) menjelaskan bahwa apabila ditimpa suatu masalah, Nabi Muhammad akan memohon pertolongan kepada Allah swt melalui shalat dan sabar (puasa). 


Al-Mawardi mengutip sebuah riwayat yang menceritakan bahwa shalat tidak hanya sebuah ritual saja. Shalat juga bisa penawar dari masalah dalam setiap keadaan. Dalam riwayat tersebut dijelaskan, suatu ketika Salman al-Farisi merasakan kedinginan dan mengadu kepada Rasulullah tentang apa yang ia rasakan. 


Kemudian setelah mendengar keluhan Salman, Rasulullah menjawab, “Bangun dan laksanakanlah shalat, niscaya engkau akan terobati (cepat membaik).”


Selain itu, berbagai macam shalat bisa dilakukan untuk membantu masalah dan menciptakan kemaslahatan bagi siapa saja yang mengerjakannya. Misalkan, seseorang yang memiliki masalah dan bingung dalam menentukan pilihan, maka dia dianjurkan untuk shalat istikharah. Begitu juga, apabila seseorang mempunyai keinginan dan cita-cita tertentu, maka dianjurkan untuk melaksanakan shalat hajat.


Selanjutnya ketika umat Islam menghadapi masalah lain, seperti kesusahan air akibat kekeringan, bahkan lebih-lebih ketika menghadapi fenomena alam yang langka, maka tetap saja mereka dianjurkan untuk melaksanakan shalat agar ketentram hati tetap ada dalam dirinya. 


Rasulullah saw pun telah menegaskan, bahwa Allah swt telah menjadikan shalat bagi dirinya sebagai penenang jiwa. Hal ini disampaikan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ath-Thabari dari Anas bin Malik,


عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «‌إِنَّمَا ‌حُبِّبَ ‌إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ


Artinya: "Dari Anas, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya dijadikan bagiku kesenangan dunia dengan berupa wanita dan wewangian. Selain itu, dijadikan pula ketentraman pada jiwaku di dalam shalat."  (HR. Ath-Thabari)


2.    Dzikir Sebagai Meditasi Diri


Setelah shalat dijadikan sebagai wasilah meraih ketentraman jiwa, selanjutnya Allah swt menjadikan dzikir sebagai sarana meditasi diri yang ampuh untuk mengatasi gangguan masalah kesehatan mental. 


Al-Qur’an surat Ar-Ra’ad ayat 28 menjadi salah satu bukti yang menjelaskan secara tegas, bahwa mengingat Allah adalah meditasi diri bagi orang-orang yang beriman. Allah swt berfirman:


الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ


Artinya: "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram."


Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam kitab tafsir karyanya, Tafsir Asy-Sya’rawi (Mesir: Al-Akhbar al-Yaum, 1997, 12: 8318) menjelaskan bahwa makna dari الاطمئنان dalam ayat tersebut adalah ketentraman hati dan kestabilan perasaan. Selain itu, perasaan yang baik dan tenang ini merupakan dampak dari keimanan akidah dan penerimaan terhadap segala takdir. 


Jadi, apabila orang-orang beriman itu mengingat Allah, maka dapat dipastikan segala masalah akan terasa lebih ringan. Hal ini yang menjadikan dzikir sebagai salah satu meditasi terbaik dalam mengelola dan mengatasi masalah mental bagi siapa saja yang sedang mengalami, khususnya bagi umat Islam. 


Sebagai anjuran, dalam ayat lain juga diterangkan:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًاۙ 


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab [31]: 41)


Shalat dan dzikir adalah dua ritual yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan seorang Muslim. Oleh karena itu jika seseorang mengalami masalah gangguan kejiwaan, maka hendaknya memperbanyak shalat dan dzikir kepada Allah.


3.    Tawakkal dan Berdoa


Setelah menjalankan shalat dan senantiasa berdzikir kepada Allah serta berusaha mengobati perasaan yang sedang gundah akibat masalah mental ini, maka selanjutnya Islam menyarankan untuk bertawakkal (berserah diri) lalu menyerahkan segala urusan kepada Allah. Dengan cara seperti ini, beban mental sebab suatu masalah akan semakin berkurang.


Nabi Musa as ketika berdakwah kepada kaumnya, pernah merasakan lelah. Saat itu beliau telah menunjukkan kepada umatnya jalan yang benar, akan tetapi mereka justru memilih jalan yang menyimpang, bahkan membalas seruan kebaikan dengan ajakan kufur kepada nabi Musa. Melihat hal tersebut, Musa as pun menyerahkan permasalahannya dengan bertawakkal kepada Allah swt.


Keputusasaan itu diabadikan dalam Al-Qur’an surat Ghafir ayat 41-43. Kemudian, pada ayat selanjutnya, Nabi Musa as melimpahkan perasaannya dengan bekata:


فَسَتَذْكُرُوْنَ مَآ اَقُوْلُ لَكُمْۗ وَاُفَوِّضُ اَمْرِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَصِيْرٌ ۢبِالْعِبَادِ ٤٤


Artinya: "Kelak kalian akan mengingat apa yang kukatakan kepadamu. Aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya." (QS. Ghafir [40]: 44)


Selain itu, dalam firman yang lain, Allah swt menegaskan, bahwa Dia akan memberikan kecukupan atas segala kebutuhan bagi siapa saja yang bertawakkal (berserah diri) kepadaNya.


وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا 


Artinya: "Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu." (QS. Ath-Thalaq [65]: 3)


Selanjutnya yang terakhir, upaya untuk mengatasi dan merawat kesehatan mental adalah dengan cara berdoa kepada Allah swt. Sebab berdoa akan memberikan rasa harapan dan menguatkan jiwa setiap orang yang memanjatkannya kepada Allah. Begitu pun Allah swt telah berjanji akan mengabulkan semua permintaan hambanya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ghafir ayat 60,


وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَࣖ 


Artinya: “Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.


Masalah mental bukanlah suatu hal remeh dalam kehidupan manusia. Terbukti dengan beragam kasus masyarakat, terjadi akibat dari gangguan kejiwaan ini. Oleh karenanya sebagai bentuk antisipasi, strategi ala Islam ini bisa diterapkan untuk diri sendiri dan diajarkan kepada keluarga sebagai benteng pelindung dari segala akibat buruk yang disebabkan oleh gangguan masalah mental.


Dengan senantiasa memperbanyak melaksanakan shalat, berdzikir, bertawakkal dan berdoa atas segala sesuatu yang menimpa, dapat memberikan ketentraman jiwa bagi siapa saja yang mengamalkan. Wallahua’lam


Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat Kajian Keislaman