Syariah

Akhir Tahun Hijriah dan Pentingnya Muhasabah

Sen, 17 Juli 2023 | 09:00 WIB

Akhir Tahun Hijriah dan Pentingnya Muhasabah

Akhir Tahun Hijriah dan Pentingnya Muhasabah (Foto: NU Online/Freepik)

Pergantian tahun dari 1444 menjadi 1445 Hijriah tinggal menghitung hari. Tiba saatnya bagi kita semua untuk melakukan muhasabah (introspeksi) diri atas segala perbuatan yang pernah dilakukan pada tahun tersebut, untuk dijadikan pelajaran di tahun baru yang akan datang. Dengan bermuhasabah diri, maka segala kekurangan akan diketahui untuk diperbaiki dan ditingkatkan lagi konsistensi dalam mengerjakannya.


Muhasahab diri pada hakikatnya tidak memiliki waktu secara khusus, bahkan yang lebih baik dilakukan setiap saat. Hanya saja, manusia dengan segala aktivitas dan kesibukannya, terkadang lupa untuk melakukan muhasabah. Karenanya, akhir tahun menjadi momentum yang sangat tepat untuk bermuhasabah perihal segala perbuatan yang dilakukan selama satu tahun, untuk kemudian dibenahi dan dievaluasi kembali segala kekurangan dan kelebihan yang telah dilakukannya.


Keharusan untuk melakukan muhasabah diri merupakan perintah Al-Qur’an, hadits nabi dan kebiasaan yang dilakukan oleh para ulama salafusshalih. Di dalam Al-Qur’an Allah swt menegaskan bahwa orang-orang yang beriman sudah seharusnya untuk melakukan muhasabah perihal persiapan yang akan ia bawa menuju akhirat. Dalam surat Al-Hasyr disebutkan:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ


Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr [59]: 18).


Sedangkan dalam hadits nabi, muhasabah diri menjadi barometer seseorang untuk disebut sebagai hamba yang bertakwa. Mereka yang bertakwa, pasti selalu bermuhasabah diri, begitu juga sebaliknya. Hal ini sebagaimana dicatat oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, juz IV, halaman 404, riwayat Maimun bin Mahran, bahwa Rasulullah saw bersabda:


لَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ


Artinya, “Seorang hamba tidak bisa disebut (golongan) orang yang bertakwa hingga ia bisa mengoreksi dirinya dirinya.”


Adanya perintah untuk bermuhasabah baik dalam Al-Qur’an maupun hadits nabi, menunjukkan betapa pentingnya bagi seseorang untuk melakukan muhasabah dalam keadaan dan waktu kapanpun, baik dalam setiap hari, pekan, bulan, hingga setiap akhir tahun. Dengan bermuhasabah, maka segala kekurangan bisa diperbaiki, semua kesalahan bisa dibenahi, semua kelalaian bisa dievaluasi kembali, sehingga kekurangan, kesalahan, dan kelalaian tersebut tidak akan terulang lagi.


Dan jika setelah melakukan muhasabah ternyata mendapati semua pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan bernilai baik, maka perlu untuk membiasakan dan lebih meningkatkan lagi, sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama salafusshalih. Mereka selalu melakukan muhasabah untuk membenahi semua perbuatannya, kemudian meningkatkan lagi konsistensi ibadah dan terus menambah kebaikan dan amal ibadah dalam setiap harinya.


Berkaitan dengan hal ini, Imam al-Hafiz Ibnu Rajab al-Hanbali ad-Dimisyqi (wafat 795 H), dalam kitabnya mengutip salah satu perkataan para ulama, yang menjelaskan perihal kebiasaan mereka untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah dalam setiap harinya, bahkan malu kepada Allah jika tidak ada penambahan ibadah tersebut,


قَالَ بَعْضُهُمْ: كَانَ الصِّدِّيْقُوْنَ يَسْتَحْيُوْنَ مِنَ اللهِ أَنْ يَكُوْنُوْا الْيَوْمُ عَلىَ مِثْلِ حَالِهِمْ بِالْأَمْسِ. يَشِيْرُ إِلَى أَنَّهُمْ كَانُوْا لَايَرْضَوْنَ كُلَّ يَوْمٍ إِلاَّ بِالزِّيَادَةِ مِنْ عَمَلِ الْخَيْرِ وَيَسْتَحْيُوْنَ مِنْ فَقْدِ ذَلِكَ وَيَعُدُّوْنَهُ خُسْرَانًا


Artinya, “Sebagian ulama berkata: ‘para kekasih-kekasih Allah merasa malu kepada Allah jika di hari yang mereka hadapi (hari ini) sama saja dengan hari sebelumnya.’ Ini memberikan isyarat bahwa mereka tidak rela dalam setiap harinya tidak ada penambahan perbuatan baik, dan mereka merasa malu dari tidak adanya (tambahan kebaikan) tersebut, dan mereka juga menganggap sebagai kerugian.” (Ibu Rajab, Lathaiful Ma’arif fima li Mawasimil ‘Am minal Wazhaif, [Kairo, Darul Hadits: 2002], halaman 301-302).


Penjelasan ini memberikan pelajaran perihal pentingnya muhasabah. Seseorang yang tidak bermuhasabah tidak akan tahu kualitas dan kuantitas ibadah, kebaikan dan kesalahan yang sudah dilakukan di hari sebelumnya atau tahun sebelumnya. Mereka hanya menjalaninya saja tanpa merenungi semua perbuatan tersebut, sehingga tidak akan tahu langkah dan hal apa yang harus dilakukan ketika memasuki hari atau tahun selanjutnya.


Sementara itu, para kekasih Allah (as-shiddiqun) selalu melakukan muhasabah setiap harinya, sehingga mereka tahu ibadah dan kebaikan apa saja yang sudah mereka lakukan di hari sebelumnya. Dengan hal itu, mereka akan menambah lagi ibadah dan kebaikan di hari-hari berikutnya, begitu juga seterusnya. Bahkan merasa malu kepada Allah jika tidak ada tambahan kebaikan yang mereka lakukan melebihi hari-hari sebelumnya. Syekh Zainuddin Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab bin Hasan as-Sulami, dalam kitab, juz II, halaman 348, ia mengatakan:

 
أَلَيْسَ مِنْ الْخُسْرَانِ أَنَّ لَيَالِيَا * تَمُرُّ بِلاَ نَفْعٍ وَتُحْسَبُ مِنْ عُمْرِي


Artinya, “Bukankah termasuk kerugian, bila malam-malam berlalu tanpa ada manfaat, padahal juga dihitung (dihisab) dari (jatah) umurku?” (Syekh as-Sulami, Ghada’ul Albab Syarah Manzumatil Adab, [Beirut, Darul Kutub llmiah: 2002], juz II, halaman 348).


Manfaat dari melakukan muhasabah diri di akhir tahun adalah bisa menemukan segala kekurangan dan kelebihan dari apa yang telah diperbuat selama satu tahun. Karenanya, jika setelah bermuhasabah ditemukan banyak kebaikan dan ibadah yang dilakukan, maka perlu tingkatkan dan juga perlu bersyukur kepada Allah atas semua kesempatan dan kebaikan tersebut.


Namun jika didapati banyak kekurangan dan kesalahan, maka sudah saatnya di tahun yang baru ini untuk memperbaikinya serta penting untuk menyalahkan diri sendiri atas segala kelalaian selama satu tahun. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda dalam salah satu haditsnya, yaitu:


يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ


Artinya, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya semua itu adalah perbuatan kalian yang Aku catat untuk kalian, kemudian Aku sempurnakan (balasannya) untuk kalian. Maka barangsiapa yang menemukan kebaikan, hendaklah dia memuji Allah, dan siapa yang menemukan selain itu (keburukan) maka janganlah ia mencela kecuali pada dirinya sendiri.” (HR Muslim).


Demikian penjelasan perihal pentingnya melakukan muhasabah diri di akhir tahun. Mudah-mudahan tahun baru 1445 Hijriah ini bisa menjadi tahun yang berkah dan bermanfaat bagi kita semua, serta bisa menjadi tahun yang lebih berkualitas dari tahun-tahun sebelumnya, baik dalam segi ibadah, kebaikan, ekonomi, dan semuanya. Amin. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.