Syariah

Beri Nama Anak di Hari Ketujuh

Sel, 24 November 2015 | 01:02 WIB

Kelahiran seorang anak merupakan kebahagian tersendiri bagi pasangan suami istri. Saking bahagianya mereka sudah mempersiapkan segala kebutuhannya jauh-jauh hari sebelum kelahiran, semisal pakaian, tempat tidur, peralatan mandi, dan nama calon anaknya.
<>
Perihal pemberian nama, Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk menamai anak dengan nama yang bagus. Bahkan, Beliau melarang untuk menamainya dengan nama yang bermakna negatif.

Dalam beberapa keluarga, ihwal pemberian nama terbilang sakral. Antara pasangan suami dan istri bisa berdebat panjang mengenai nama yang akan diberikan kepada jabang bayi. Namun keduanya tidak perlu terburu menamai anaknya di hari pertama kelahiran.

Mengapa? Sebab dalam sebuah riwayat justru dianjurkan untuk menamai anak pada hari ketujuh, bukan sewaktu anak keluar dari rahim ibunya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar sebagai berikut.

السنة أن يسمى المولود اليوم السابع من ولادته أو يوم الولادة فأما استحبابه يوم السابع، فلما رويناه في كتاب الترمذي عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بتسمية المولود في يوم سابعه

“Adalah sunah menamai anak pada hari ketujuh terhitung dari hari kelahiran. Adapun dalilnya ialah riwayat al-Tirmidzi yang bersumber dari Amar bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW memerintahkan untuk menamai anak pada hari ketujuh.”

Anjuran hadis di atas tentunya tidak bersifat memaksa atau berupa kewajiban. Sebab itu, Imam Nawawi memahami anjuran Nabi Muhammad SAW ini sebagai sebuah sunah. Tradisi ini sebenarnya sudah berlaku di sebagian masyarakat kita. Biasanya mereka menamai anaknya ketika sudah masuk tujuh hari dan sekaligus mengadakan aqiqah. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)