Nikah/Keluarga

Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam

NU Online  ·  Senin, 16 Juni 2025 | 15:00 WIB

Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam

Ilustrasi resepsi pernikahan. (Foto: NU Online/Freepik)

Pada bulan Zulhijjah, banyak pasangan yang menggelar resepsi pernikahan atau walimatul ‘ursy karena salah satu kesunahan dalam pernikahan adalah mengadakan walimah. Namun, di balik resepsi yang kesannya mendalam ini, muncul pertanyaan praktis yang sering menggelitik: kapan waktu terbaik untuk menyelenggarakan pernikahan menurut Islam?

 

Secara etimologis, walimatul ‘ursy (resepsi perkawinan) berasal dari kata dasar الوَلْم yang bermakna perkumpulan. Dinamakan demikian karena kedua mempelai berkumpul di acara tersebut. Sedangkan menurut terminologi syariah, walimatul ‘ursy adalah jamuan makanan di acara resepsi perkawinan. (Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib Al-Mujib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 1425 H], hlm. 236)

 

Dari sisi hukum, pada dasarnya hukum asal walimatul ‘ursy adalah sunnah muakkad, berdasarkan perbuatan yang langsung dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan juga sabda beliau, di antaranya sebagaimana berikut:

 

فقد روى البخاري (النكاح، باب: من أولم بأقل من شاة، رقم: ٤٨٧٧) أن النبي ﷺ أولم على بعض نسائه بمدين من شعير

 

Artinya: “Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Nabi Muhammad saw mengadakan acara walimah pada acara pernikahan beberapa istrinya dengan dua mud gandum.” (HR. Al-Bukhari)

 

وروى الترمذي (النكاح، باب: ما جاء في الوليمة، رقم: ١٠٩٥) أن النبي ﷺ أولَمَ على صفية بنت حُيي رضي الله عنها بسويق وتمر

 

Artinya: “Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits, bahwa Nabi Muhammad saw mengadakan acara walimah pada acara pernikahan Sayyidah Shafiyah binti Huyay dengan tepung dan kurma.” (HR. At-Tirmidzi)

 

Berdasarkan perbuatan yang langsung dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan juga sabda beliau di atas, para ulama mengambil dalil bahwa walimatul ‘ursy hukumnya adalah sunah. (Musthafa al-Bugha, dkk, Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1413 H], jilid. IV, hlm. 96)

 

Kesunahan walimatul ‘ursy dapat terlaksana minimal dengan hidangan seekor kambing bagi orang yang tergolong mampu. Bagi yang tidak mampu, maka dipersilakan untuk menghidangkan jamuan sesuai dengan kemampuannya. Praktik ini tidak hanya menjadi wujud syukur atas bersatunya kedua mempelai, tetapi juga mengandung hikmah sosial, seperti berbagi kebahagiaan dengan kerabat, tetangga, dan fakir miskin melalui pembagian daging aqiqah. (Al-Fiqhul Manhaji, jilid. IV, hlm. 96-97)

 

Bagi umat Islam, memenuhi ataupun menghadiri undangan resepsi pernikahan (walimatul ‘ursy) adalah wajib (fardhu ‘ain) menurut pendapat ashah. Adapun memakan hidangan dalam acara tersebut hukumnya tidak wajib menurut pendapat ashah. (Fathul Qarib Al-Mujib, hal. 236-237)

 

Waktu Terbaik Resepsi Perkawinan

Pada dasarnya, kesunahan mengadakan acara walimatul ‘ursy terbentang mulai dari akad nikah sampai setelah kedua mempelai melakukan hubungan badan. Namun demikian, waktu ideal atau terbaiknya adalah setelah kedua mempelai melakukan hubungan badan. Sebab, Nabi saw tidaklah membuat acara walimah pernikahan istri-istrinya kecuali setelah melakukan hubungan badan. (Al-Fiqhul Manhaji, jilid. IV, hlm. 97)

 

Hal ini juga sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ash-Shan’ani dalam kitab, Subulus Salam Syarh Bulughul Maram sebagai berikut:

 

وصرح الماوردي من الشافعية بأنها عند الدخول.  قال السبكي : والمنقول من فعل النبي صلى الله عليه وآله وسلم أنها بعد الدخول. وكأنه يشير إلى قصة زواج زينب بنت جحش ، لقول أنس : أصبح النبي صلى الله عليه وآله وسلم عروساً بزينب، فدعا القوم

 

Artinya: “Seorang ulama mazhab Syafi’i, Imam Al-Mawardi menegaskan bahwa walimah dilakukan setelah hubungan badan. Imam As-Subki (ulama Syafi’iyah lainnya) mengatakan bahwa yang dinukil pada praktik Nabi saw, walimah dilakukan setelah kedua mempelai melakukan hubungan badan. Keterangan beliau ini mengisyaratkan kisah pernikahan Zainab binti Jahsy. Sebagaimana kata Anas bin Malik: Di pagi hari, setelah Nabi saw menikahi Zainab, lalu beliau mengundang para sahabat.” (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, [Kairo, Darul Hadits: 1418 H], jilid. III, hal. 227)

 

Berdasarkan penjelasan di atas, walimatul ‘ursy adalah jamuan makanan di acara resepsi perkawinan, hukum asal walimatul ‘ursy adalah sunnah muakkad. Adapun memenuhi ataupun menghadiri undangan resepsi pernikahan adalah wajib (fardhu ‘ain) menurut pendapat ashah. Sedangkan memakan hidangan dalam acara tersebut hukumnya tidak wajib menurut pendapat ashah.

 

Adapun kesunahan mengadakan acara walimatul ‘ursy terbentang mulai dari akad nikah sampai setelah kedua mempelai melakukan hubungan badan. Namun demikian, waktu idealnya adalah setelah kedua mempelai melakukan hubungan badan. Sebab, Nabi saw. tidaklah membuat acara walimah pernikahan istri-istrinya kecuali setelah melakukan hubungan badan. Wallahu a’lam.

 

Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman, Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.