Syariah

Cara Lengkap Bersihkan Kemaluan Setelah Buang Air Kecil bagi Laki-Laki dan Perempuan

Sel, 20 Februari 2024 | 20:00 WIB

Cara Lengkap Bersihkan Kemaluan Setelah Buang Air Kecil bagi Laki-Laki dan Perempuan

Ilustrasi: mandi - air - (freepik).

Assalamu'alaikum wr wb. Mohon bertanya kepada Pengasuh Bahtsul Masail NU OnlineBagaimana cara lengkap membersihkan kemaluan sesudah buang air bagi laki-laki dan perempuan agar yakin tidak tersisa kotoran najisnya?
 

Khusus bagi wanita, saya pernah mendengar bahwa harus sampai pada bagian dalam supaya yakin bahwa tidak tersisa air kencingnya. Namun saat teman saya mencoba membersihkan hingga dalamnya, justrru menyebabkan sakit. sebab ia belum menikah. Sekian pertanyaan saya terimakasih. (Hamba Allah). 

 

Jawaban 

Wa'alaikumsalam wr wb. Memperhatikan kesempurnaan membersihkan kemaluaan setelah buang air kecil memang sangat penting. Karena selain merupakan upaya menjaga kebersihan, juga berkaitan dengan status najis atau tidaknya tempat maupun pakaian yang dikenakan. Nabi Muhammad saw secara pribadi juga pernah memberi warning kepada para sahabat agar berhati-hati saat membuang air kecil sebagaimana hadis yang berbunyi: 
 


وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: اسْتَنْزِهُوا مِنَ الْبَوْلِ، فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ. رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ

 

Artinya, “ Dari sahabat Abu Hurairah ra, Ia berkata: "Rasulullah saw. bersabda: "Berusahalah kalian untuk menjaga kebersihan dari kencing, karena mayoritas siksa kubur diseababkan olehnya.” (HR Ad-Daraquthni). (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, [Darul Kutub Al-Islamiyah], halaman 44).
 


Peringatan Nabi saw tentu bukan tanpa alasan. Setidaknya ada beberapa poin yang dapat menggambarkan betapa pentingnya menjaga kebersiahan diri dari najis kencing.
 

 

Pertama karena kencing adalah sesuatu yang oleh ulama telah sepakat dihukumi najis. Kedua karena kesucian pakaian dan tubuh memiliki relasi kuat dengan sah atau tidaknya shalat. Ketiga karena masih banyak orang yang tidak begitu memperhatikan hal-hal kecil namun memiliki dampak yang besar dalam urusan ibadahnya. (Abu Abdillah Al-Alusy, Ibanatul Ahkam Syarhu Bulughil Maram, Darul Fikr, juz I, halaman 86).
 


Begitu perhatian Nabi saw atas pentingnya menjaga diri dari kotoran najis sehingga beliau memberikan tips saat membuang kotoran agar kotoran mudah keluar dan tanpa menyisakan sesuatu. Beliau bersabda: 
 


عن سراقة ابن مالك رضي الله عنه قال: علمنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في الخلاء أن نقعد على اليسرى وننصب اليمنى. (رواه البيهقي) 

Artinya “Dari Saraqah bin Malik ra, Ia berkata: "Rasulullah mengajari kami tentang cara membuang kotoran, agar kami duduk pada tungkai kaki kiri dan menegakkan kaki kanan." (HR Al-Baihaqi).
 


Secara praktis sebenarnya tidak ada kewajiban khusus terkait tata cara membuang kotoran, hanya saja setelah membuang kotoran seseorang harus dapat memastikan bahwa najis yang baru dikeluarkan telah dibilas secara bersih. Karena membersihkan najis yang keluar dari kemaluan hukumnya adalah wajib.
 

 

Cara membersihkan najis tersebut dalam fiqih disebut dengan istilah istinja’Istinja’ dilakukan dengan cara mengalirkan air pada tempat yang terkena najis. Dalam hal ini jika najis yang keluar adalah air kencing, maka wajib mengalirkan air pada qubul/ kemaluan seseorang. Sedangkan batasan yang harus dibasuh adalah hanya bagian luar kemaluan dan atau bagian luar vagina wanita yang terlihat saat jongkok.
 

Sayyid Abu Bakar Ad-Dimyati menjelaskan:
 


وحاصل ما ذكره الشارح انها ثلاثة اقسام طاهر قطعا وهي ما تخرج مما يجب غسله فى الاستنجاء وهو ما يظهر عند جلوسها

Artinya, “Hasil kesimpulan dari penjelasan Syekh Zainunddin Al-Malibari adalah jenis cairan yang keluar dari kemaluan perempuan memiliki tiga huku. Pertama adalah cairan yang suci secara pasti, yakni cairan yang keluar dari bagian kemaluan yang wajib dibasuh saat istinja’ berupa area yang terlihat saat sang wanita duduk”. (Abu Bakar Muhammad bin Syatha Ad-Dimyati, I'anatut Thalibin, [Al-Haramain], juz I, halaman 86).

 


Jika dispesifikasi, maka area yang wajib dibasuh oleh wanita saat istinja’ hanya bagian luar kemaluan yang meliputi labia majora (bibir besar kemaluan) dan labia minora (bibir kecil kemaluan), serta glans klitoris (ujung klitoris yang terlihat), serta tidak perlu hingga ke bagian dalam kemaluan. Karena bagian tersebut merupakan bagian yang tidak tampak dan tidak wajib untuk dibasuh.
 

Sedangkan yang wajib dibasuh bagi laki-laki adalah kemaluan tempat keluarnya najis, atau bagian di balik kulit kepala penis jika belum sunat.  

 

Untuk mengambil kesimpulan apakah najis sudah terbilas bersih atau belum, maka cukup berlandaskan dugaan kuat (ghalabatuz zhan) dengan indikator yang di antaranya adalah telah dirasa adanya perubahan permukaan kemaluan dari licin menjadi kasar bagi laki-laki dan dari kasar menjadi licin bagi perempuan. (Al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri 'ala Ibni Qasim, [Al-Haramain], juz I, halaman 68).

 

Saat selesai membuang air kecil, sunah untuk memastikan adakah kemih atau air seni yang tersisa atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik yang juga telah dianjurkan oleh para ulama, di antaranya dengan sebagaimana berikut: 

  1. Berdehem. 
  2. Sedikit menekan bagian kemaluan pria dengan jari-jari untuk memastikan tidak ada najis yang tersisa.
  3. Sedikit menekan bagian perut bawah bagi wanita untuk memastikan tidak adanya air kencing yang tersisa.  



Tiga upaya tersebut merupakan hal yang dianjurkan oleh ulama untuk memastikan tidak adanya kotoran yang tersisa.
 

 

Meski demikian menurut Qaul Mukhtar atau pendapat terpilih sebagaimana dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’, upaya memastikan sisa-sisa najis kotoran dapat dilakukan degan cara yang beragam, sesuai kondisi setiap seseorang.
 

 

Penting untuk dicatat, usaha memastikan tidak adanya najis yang tersisa dapat dilakukan dengan ketentuan tidak sampai menimbulkan sikap waswas bagi orang tersebut. Wallahu a'lam.



 

Ustadzah Shofiyatul Ummah, Pengajar di Pondok Pesantren Nurud Dhalam Sumenep