Syariah

Hukum Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Thawaf 

Sen, 5 Juni 2023 | 16:00 WIB

Hukum Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Thawaf 

Jamaah menghadap Ka'bah. (Foto Ilustrasi: NU Online/Freepik)

Thawaf dibagi menjadi dua kategori yaitu thawaf wajib dan thawaf sunnah. Meskipun ada thawaf wajib dan thawaf sunnah, masing-masing mempunyai aturan yang sama, tidak ada perbedaan sama sekali dari syarat, rukun, dan sunnah-sunnahnya. 


Salah satu rangkaian dalam thawaf Rasulullah adalah istilam. Hal ini terlihat dari salah satu hadits tentang istilam riwayat dari Jabir radliyallahu anh, beliau bercerita: 


طَافَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبَيْتِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ عَلَى رَاحِلَتِهِ يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِمِحْجَنِهِ لِأَنْ يَرَاهُ النَّاسُ وَلِيُشْرِفَ وَلِيَسْأَلُوهُ فَإِنَّ النَّاسَ غَشُوهُ


Artinya: “Pada waktu haji wada' Rasulullah ﷺ thawaf di Baitullah dengan menaiki hewan tunggangannya. Beliau istilam terhadap hajar aswad dengan tongkat beliau agar semua manusia melihat dan menyaksikan serta bisa menanyakan sesuatu kepada beliau, sebab pada saat itu orang-orang sedang mengerumuni beliau." (HR Muslim)


Istilam berasal dari kata as-Silâm yang berarti batu. Istilam berasal dari ‘istalama’ ikut wazan ‘ifta’ala’ yang berarti ‘menyentuh batu’. Menurut Al-Qutaibi, arti istilam berarti penghormatan. 


وَالَّذِي عِنْدِي فِي اسْتِلَامِ الْحَجَرِ أَنه افْتِعالٌ مِنَ السَّلام وَهُوَ التَّحِيَّةُ، واستلامُه لَمْسُهُ بِالْيَدِ تَحَرِّياً لِقَبُولِ السَّلَامِ مِنْهُ تَبَرُّكًا بِهِ


Artinya: “Menurutku istilâmul hajar berasal dari kata as-silâm yang ikut wazan ifti’al yang berarti penghormatan. Istilam hajar aswad adalah menyentuhnya menggunakan tangan dengan tujuan supaya diterimanya salam dan ngalap berkah dengan hajar aswad. (Ibnu Manzhur, Lisânul Arab, [Beirut, Dar Shadir, 1414 H], juz 2, hlm. 298) 


Istilam adalah kegiatan menyentuh hajar aswad dengan tangan. Hukumnya sunnah dilakukan setiap kali putaran dalam thawaf khusus bagi laki-laki. Perempuan disunnahkan hanya ketika suasana ka’bah sepi. 


Istilam lebih kuat disunnahkan (muakkad) untuk dilaksanakan pada saat putaran ganjil dalam thawaf. Apabila tidak memungkinkan, istilam bisa ditunaikan setiap hitungan putaran ganjil, jika tidak memungkinkan lagi, setidaknya menyentuh hajar aswad dilakukan saat memulai thawaf. 


Selain istilam, terdapat beberapa kesunnahan-kesunnahan lain dalam rangkaiannya. Syekh Sirajuddin Al-Bulqini menyebutkan beberapa kesunnahan yang termaktub dalam kitabnya At-Tadrîb fil Fiqhis Syafi’i


ومِنَ السننِ: استلامُ الحَجَرِ الأسودِ بِيدِهِ فِي ابتداءِ طوافِهِ، وتقبيلُهُ، ووضعُ الجبهةِ عليهِ، وللزَّحمةِ يمسُ باليدِ فيقبِّلُها، فإنْ لم يصِلْ أشار بِها، وإنْ لم يتمكَّنْ مِنَ الاسْتلام بِاليدِ فاستَلَمَ بخشبةٍ ونحوِها كان مُسْتحبًّا له، وتقبيلُ طَرَفِ الخشبةِ.


“Termasuk kesunnahan-kesunnahan adalah: 

  1. Menyentuh hajar aswad dengan tangan pada saat permulaan thawaf. 
  2. Mencium hajar aswad 
  3. Menempelkan jidat ke hajar aswad 
  4. Bagi orang yang sedang berdesak-desakan cukup dengan menyentuh hajar aswad dengan tangan lalu tangannya dicium sendiri
  5. Jika tidak bisa menjangkau, bisa cukup dengan melambaikan tangan ‘berisyarat’. 
  6. Apabila tidak bisa menyentuh dengan tangan langsung, bisa juga menyentuh dengan bantuan kayu. Lalu orang yang thawaf mencium satu sudut lainnya,” (Sirajuddin al-Bulqini, At-Tadrîb fil Fiqhis Syafi’i, [Riyadh, Darul Qiblatain, tt] juz 1, hlm. 104)


Kesunnahan istilam tidak hanya di sudut hajar aswad saja, tapi juga disunnahkan di rukun Yamani (sudut barat daya Ka’bah). Perbedaannya, jika di hajar aswad istilam disunnahkan diiringi dengan mencium hajar aswad dan menempelkan jidat ke ka’bah, sedangkan di rukun Yamani menyentuh rukun Yamani tidak disunnahkan diiringi dengan mencium pojokan ka’bahnya. Kesunnahannya, setelah istilam kemudian mencium tangannya sendiri.


وَيَسْتَلِمُ الرُّكْنَ الْيَمَانِيَّ، وَلَا يُقَبِّلُهُ. وَيُسْتَحَبُّ، أَنْ يُقَبِّلَ الْيَدَ بَعْدَ اسْتِلَامِ الْيَمَانِيِّ


Artinya: “dan menyentuh rukun Yamani, tidak sambil menciumnya langsung. Dan disunnahkan mencium tangan setelah istilam Yamani,” (Imam Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Beirut: Al-Maktabah al-Islami, 1991], juz 3, hlm. 85)


Penting diperhatikan, bangunan ka’bah rutin diberikan parfum oleh pengelola Masjidil Haram sehingga kalau istilam ini dilakukan oleh orang yang berthawaf dalam keadaan berihram, dengan istilam malah justru tangannya menyentuh parfum. Hukum istilam justru haram karena menyengaja diri bersentuhan dengan parfum di tengah ihram. Berbeda dengan orang yang thawaf tanpa ihram, hal menyentuh ka’bah bisa dilakukan.


Dengan uraian ini, menyentuh hajar aswad dan rukun Yamani hukumnya adalah sunnah. Apabila tidak memungkinkan, bisa diganti dengan melambaikan tangan, sebagai isyarat ke ka’bah, dan itu pun hukumnya sunnah, sehingga apabila ada orang yang dengan sengaja atau lupa tidak melaksanakan istilam, hukum thawafnya tetap sah.


Ust. Ahmad Mundzir, Pengajar di Pesantren Raudhatul Qur’an an-Nasimiyyah, Kota Semarang