Syariah

Hukuman Bagi Koruptor di Akhirat

Kam, 7 Desember 2023 | 15:00 WIB

Hukuman Bagi Koruptor di Akhirat

Ilustrasi: hukum - RUU - undang-undang (freepik)

Korupsi adalah perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan negara serta masyarakat. Korupsi didefinisikan sebagai tindakan penyalahgunaan aset publik atau kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Tindakan korupsi juga dapat berupa penggelapan uang, suap, pemerasan, dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.
 

Dalam Islam korupsi termasuk dosa besar yang akan mendapatkan hukuman di dunia dan di akhirat. Hukuman akhirat bagi pelaku korupsi disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits. Dalam Al-Qur'an, Allah swt berfirman:

 

اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا ࣖ

 

Artinya; Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (QS An-Nisa: 10).

 

Imam Syamsuddin Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi, jilid V halaman 53, menjelaskan bahwa orang yang memakan hak orang lain (termasuk anak yatim), kelak akan di akhirat akan mendapatkan ancaman api neraka. Pelakunya akan dibakar dalam api neraka dengan pembakaran yang paling dahsyat. Pembakaran ini merupakan hukuman yang setimpal atas perbuatan korupsi, karena memakan hak orang lain tanpa hak. 

 

Pada sisi lain, dalam hadits Rasulullah saw dijelaskan betapa beratnya dosa korupsi. Pelaku korupsi tidak hanya akan dihisab di dunia, tetapi juga di akhirat. Mereka akan dibebani dengan harta yang telah diambilnya secara tidak halal, dan harus menanggung siksaan yang pedih. Nabi Muhammad saw bersabda: 

 

فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَغُلُّ أَحَدُكُمْ مِنْهَا شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً جَاءَ بِهَا لَهَا خُوَارٌ وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ

 

Artinya: "Demi Dzat yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil harta tanpa haknya (korupsi), selain pada hari kiamat nanti harta itu ia pikul di atas tengkuknya; jika korupsinya berupa seekor unta, ia akan memikulnya dan mengeluarkan suara unta; jika koruspinya seekor sapi, maka sapi itu dipikulnya dan melenguh; dan jika harta yang ia ambil berupa kambing, maka kambing itu akan mengembik." (HR Al-Bukhari).

 

Menurut Syekh Badruddin Al-'Aini dalam kitab Umdatul Qari Syarah Shahih Al-Bukhari jilid XXIII halaman 171, kata "la yaghullu", khitabnya adalah jangan berkhianat atau mengambil yang bukan miliknya dengan perilaku korupsi.  

 

قوله : " لا يغل " أي : لا يخون من الغلول

 

Artinya: "Perkataan Nabi saw, "tidak boleh berkhianat", maksudnya, "tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan miliknya dengan cara yang tidak benar".

 

Lebih lanjut, hukuman yang akan diterima para koruptor pun bermacam-macam, tergantung dari jenis harta yang mereka korupsi. Jika harta tersebut berupa unta, maka mereka akan memikulnya di atas tengkuk dan unta tersebut akan mengeluarkan suara yang mengerikan. 

 

Pun bila orang yang mengkorupsi proyek pembangunan jalan atau jembatan kelak akan membawa semua bahan bangunan baik itu aspal, batu koral, dan lain-lain di hari kiamat. Bahan-bahan tersebut akan menjadi beban bagi pelaku korupsi dan menjadi saksi atas perbuatannya.

 

Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 161, yang menerangkan pelaku korupsi akan membawa barang yang dikorupsinya pada hari kiamat. Barang tersebut akan menjadi beban baginya dan akan memperberat hukumannya. Allah berfirman;

 

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

 

Artinya: "Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan(nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi." (QS Ali Imran: 161).

 

Mengomentari ayat ini, Syekh Al-Wahidi dalam tafsirnya, Al-Wajiz, halaman 240, menyatakan bahwa pelaku korupsi akan membawa harta yang dikorupsinya di pundaknya. Barang tersebut akan menjadi beban baginya dan akan memperberat hukumannya di hadapan Allah swt. 

 

 حاملاً له على ظهره 

 

Artinya; "membawanya di punggungnya."

 

Sementera itu, Imam Syaukani dalam kitab Fathul Qadir, jilid I halaman 452, menyebutkan bahwa orang yang diberi tugas untuk mengurus harta orang lain, baik itu harta negara, harta wakaf, atau harta milik pribadi, dilarang untuk berkhianat atau mengambil bagian dari harta tersebut. 

 

Namun, jika ia berkhianat atas amanah tersebut, maka akan mendapatkan hukuman dari Allah berupa membawa harta pengkhianatan di atas lehernya. Peristiwa itu akan disaksikan seluruh makhluk di padang Mahsyar baik manusia, jin, malaikat, dan sebagainya. Hal ini akan membuat orang yang melakukan penggelapan merasa malu dan hina. 

 

 أَيْ: يَأْتِ بِهِ حَامِلًا لَهُ عَلَى ظَهْرِهِ، كَمَا صَحَّ ذلك عن النبي صلّى الله عليه وَسَلَّمَ، فَيَفْضَحُهُ بَيْنَ الْخَلَائِقِ، وَهَذِهِ الْجُمْلَةُ تَتَضَمَّنُ تَأْكِيدَ تَحْرِيمِ الْغُلُولِ، وَالتَّنْفِيرِ مِنْهُ، بِأَنَّهُ ذَنْبٌ يختص فاعله بعقوبة على رؤوس الْأَشْهَادِ، يَطَّلِعُ عَلَيْهَا أَهْلُ الْمَحْشَرِ، وَهِيَ مَجِيئُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَا غَلَّهُ حَامِلًا لَهُ، قَبْلَ أن يحاسب عليه يعاقب عليه

 

Artinya; “Yaitu, ia datang membawanya dengan memikulnya di punggungnya, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits Nabi saw, maka pelaku korupsi itu akan mempermalukannya di hadapan makhluk Allah lainnya. Kalimat ini mengandung penegasan atas pengharaman ghulul (korupsi) dan penolakan terhadapnya, karena itu adalah dosa yang pelakunya akan mendapat hukuman di hadapan para saksi, yang dapat dilihat oleh penduduk mahsyar, yaitu kedatangannya pada hari kiamat dengan harta yang dikorupsinya, harta itu akan dipikulnya, sebelum ia kelak dihisab. (As-Syaukani, Fathul Qadir, [Beirut, Dar Ibnu Katsir: 1414 H], jilid I, halaman 452)

 

Sementara itu, dalam konteks Indonesia, korupsi merupakan salah satu kejahatan yang paling merugikan negara. Oleh karena itu, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur tentang pemberantasan korupsi, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

 

UU Tipikor mengatur tentang hukuman bagi pelaku korupsi. Hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku korupsi terdiri dari hukuman penjara, denda, dan uang pengganti. Hukuman penjara bagi pelaku korupsi diatur dalam Pasal 2 UU Tipikor. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pelaku korupsi dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun.

 

Hal ini sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 603 Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat