Kewenangan Tentara dalam Postur Negara: Pandangan Al-Mawardi dan Relevansinya dengan Hukum Indonesia
NU Online ยท Senin, 24 Maret 2025 | 22:00 WIB
Muhammad Zainul Millah
Kolomnis
Kewenangan tentara dalam postur negara merupakan tema penting dalam struktur ketatanegaraan yang harus dijaga keseimbangannya. Dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks, tugas dan peran tentara harus tetap relevan dan terjaga, terutama dalam kaitannya dengan kewenangan yang diberikan oleh negara.
ย
Dalam konteks Indonesia, keberadaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak hanya sebatas menjaga keamanan dan kedaulatan negara, tetapi juga harus beroperasi dalam batas-batas hukum yang jelas dan sesuai dengan norma yang berlaku.
ย
Pemahaman mengenai kewenangan tentara, terutama dalam pandangan Al-Mawardi, memberikan perspektif menarik untuk melihat bagaimana kewenangan militer seharusnya diatur dalam suatu negara, termasuk Indonesia.
ย
Dalam struktur ketatanegaraan, keberadaan tentara memiliki peran yang sangat penting sebagai penjaga kedaulatan dan keamanan negara. Dalam dunia yang terus berubah, kebijakan terkait kewenangan militer juga harus terus beradaptasi agar tetap relevan dengan tantangan zaman.
ย
Setiap negara memiliki postur yang berbeda dalam menentukan batas dan ruang lingkup kewenangan tentaranya. Kewenangan tentara dalam postur negara harus selalu berlandaskan pada hukum dan norma yang berlaku agar tetap seimbang antara kekuatan militer dan supremasi sipil.ย
ย
Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Kewenangan TNI dibagi dalam tiga fungsi utama, yaitu pertahanan, operasi militer selain perang (OMSP), dan pembinaan kekuatan.ย
ย
Meskipun kewenangan tentara diatur secara normatif, terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya. Di antaranya penyalahgunaan kewenangan, tumpang tindih dengan aparat sipil, serta adaptasi terhadap ancaman baru seperti perang siber, yang memerlukan penyesuaian terhadap kewenangan militer.
ย
Dalam pandangan Islam, tentara merupakan institusi dalam bidang khusus yang bertugas menjaga kedaulatan dan keamanan negara, sebagai pelaksana tugas pemimpin tertinggi suatu negara (presiden).ย
ย
Dalam pembahasan hukum kenegaraan Islam, Abul Hasan Al-Mawardi menjelaskan bahwa Aparatur Negara yang bekerja dalam sistem pemerintahan sebagai wakil kepala negara dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
- Mereka yang memiliki wewenang umum dalam wilayah yang umum, yaitu para menteri, karena mereka ditunjuk untuk mewakili dalam semua urusan tanpa pengecualian.
- Mereka yang memiliki wewenang umum dalam wilayah khusus, yaitu para gubernur wilayah dan kota, karena mereka memiliki wewenang yang bersifat umum dalam semua hal, namun terbatas pada wilayah tertentu.
- Mereka yang memiliki wewenang khusus dalam wilayah publik atau umum, seperti hakim agung, pimpinan tentara, penjaga perbatasan, pengumpul pajak, dan pengumpul zakat, karena masing-masing dari mereka terbatas pada wewenang khusus dalam wilayah yang umum.
- Mereka yang memiliki wewenang khusus dalam wilayah khusus, seperti hakim kota atau wilayah, pengumpul pajaknya, pengumpul zakatnya, penjaga perbatasannya, atau pimpinan tentaranya, karena masing-masing dari mereka memiliki wewenang khusus dan wilayah pekerjaan yang khusus pula. (Al-Ahkamus Sulthaniyah, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 1971], halaman 24)
Adapun kewenangan tentara menurut pendapat Al-Mawardi, yang juga dikutip oleh tokoh kontemporer, Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu (VIII/347), adalah sebagai berikut:ย
ย
- Kepemimpinan mereka terbatas pada pengaturan tentara, kebijakan rakyat, perlindungan wilayah, dan pembelaan kehormatan. Mereka tidak berhak untuk mencampuri urusan peradilan dan hukum, serta pengumpulan pajak dan zakat. (Al-Mawardi, 37).
- Tidak ada kewajiban bagi pemimpin tentara untuk melaporkan kepada pimpinan tertinggi negara mengenai apa yang telah mereka laksanakan dalam tugas mereka sesuai dengan wewenang mereka yang telah ditetapkan, kecuali atas dasar pilihan sebagai bentuk ketaatan.ย
- Jika terjadi peristiwa yang tidak biasa, mereka harus memberitahukan kepada pimpinan negara dan bertindak sesuai dengan perintahnya. Jika mereka khawatir kerusakan akan meluas jika tidak segera ditangani, maka mereka harus mengambil tindakan untuk mencegahnya sampai keluar perintah dari pimpinan negara mengenai tindakan yang harus mereka ambil. (Al-Mawardi, 39).
ย
Relevansi Kewenangan Tentara Menurut Al-Mawardi dengan Hukum Indonesia
Secara umum, pandangan Al-Mawardi menekankan pembatasan kewenangan tentara pada fungsi-fungsi militer dan keamanan, serta pemisahan yang jelas dari fungsi-fungsi sipil.ย
ย
Berikut kami uraikan poin-poin di atas dan relevansinya dengan hukum negara Indonesia:
ย
Pertama: Pembatasan Kewenangan Militer
Al-Mawardi menekankan bahwa kewenangan tentara terbatas pada "pengaturan tentara, kebijakan rakyat, perlindungan wilayah, dan pembelaan kehormatan." Ini berarti fokus utama tentara adalah pada pertahanan negara dan keamanan.
ย
Dalam konteks Indonesia, hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). UU TNI mengatur bahwa TNI adalah alat negara di bidang pertahanan yang bertugas pokok mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
ย
Selain itu, terdapat pemisahan yang jelas antara fungsi militer dan fungsi sipil. TNI tidak memiliki kewenangan dalam urusan peradilan, penegakan hukum sipil, atau pengumpulan pajak. Fungsi-fungsi ini berada di bawah kewenangan lembaga-lembaga sipil.
ย
Kedua: Hubungan dengan Pimpinan Negara
Pandangan Al-Mawardi menyatakan bahwa laporan kepada pimpinan negara bersifat opsional, kecuali dalam situasi luar biasa.
ย
Dalam konteks Indonesia, hubungan TNI dengan pimpinan negara diatur secara ketat. TNI berada di bawah komando Presiden sebagai panglima tertinggi. Setiap tindakan dan operasi militer harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan negara.
ย
Terdapat mekanisme pelaporan yang jelas dan terstruktur, memastikan bahwa TNI selalu bertanggung jawab kepada pimpinan negara.
ย
Ketiga: Tindakan dalam Situasi Darurat
Al-Mawardi memperbolehkan tindakan preventif oleh tentara dalam situasi darurat, sambil tetap mengharuskan pelaporan kepada pimpinan negara.
ย
Dalam hukum Indonesia, tindakan TNI dalam situasi darurat diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan. Misalnya, dalam situasi bencana alam atau konflik bersenjata, TNI dapat dilibatkan dalam operasi bantuan kemanusiaan atau operasi militer.
ย
Namun, tindakan-tindakan ini tetap harus sesuai dengan hukum dan di bawah kendali pimpinan negara.
ย
Pandangan Al-Mawardi mengenai kewenangan tentara memiliki relevansi dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam hukum negara Indonesia. Kedua-duanya menekankan pembatasan kewenangan militer, hubungan yang jelas dengan pimpinan negara, dan tindakan yang terukur dalam situasi darurat.
ย
Secara keseluruhan, pembahasan mengenai kewenangan tentara dalam postur negara memberikan wawasan tentang pentingnya pemisahan yang jelas antara fungsi militer dan sipil.
ย
Pandangan Al-Mawardi, meskipun lahir pada masa yang jauh berbeda, tetap relevan dalam konteks hukum negara Indonesia.
ย
Prinsip pembatasan kewenangan tentara, pengaturan yang jelas terkait hubungan dengan pimpinan negara, serta kebijakan dalam menghadapi situasi darurat, harus terus dijaga agar stabilitas negara tetap terjaga tanpa mengabaikan supremasi sipil.
ย
Dalam menjalankan kewenangannya, tentara harus selalu berpegang pada prinsip-prinsip hukum dan etika yang mengedepankan kepentingan negara dan rakyat.ย Wallahu aโlam.
ย
Ustadz Muhammad Zainul Millah, Wakil Katib PCNU Kabupatenย Blitar
Terpopuler
1
Innalillahi, Pengasuh Pesantren Alfadllu wal Fadhilah Kendal Gus Alam Wafat
2
Ini Dampak Negatif dan Positif Pendidikan Anak di Barak Militer Menurut Psikolog
3
Dibuka Pendaftaran Beasiswa Kuliah Sarjana di Tunisia hingga Akhir Juni 2025
4
Bill Gates Pilih Indonesia untuk Uji Coba Vaksin TBC, Kantornya Terletak di Singapura
5
Gus Yahya: Keturunan Timika dan Makassar Setara Martabatnya, Begitu Pula Keturunan Jawa dan Tarim
6
KH Mukhdzir bin Zainal Arifin: Ulama Penulis dari Cilacap
Terkini
Lihat Semua