Syariah

Kriteria Pemimpin Pilihan dalam Al-Qur’an

Jumat, 28 Juli 2023 | 18:30 WIB

Kriteria Pemimpin Pilihan dalam Al-Qur’an

Pemimpin menurut Al-Qur'an. (Ilustrasi)

Bila tak ada aral melintang, rentetan pelaksanaan Pemilu 2024 telah rampung disusun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Rakyat Indonesia, dari data dari KPU akan memilih calon anggota legislatif, kepala daerah, dan calon presiden secara serentak pada Rabu tanggal 14 Februari 2024. Hasil rapat pleno KPU, sebanyak 204.807.222 pemilih yang akan menyalurkan hak suaranya di Pemilu serentak 2024 nanti. 


Sebagai negara yang menganut sistem presidensial, kepala pemerintahan dipilih secara langsung oleh rakyat. Setelah era Reformasi, Indonesia menerapkan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah 5 tahun, dan setelah menjabat selama satu periode, dapat mencalonkan diri kembali dalam pemilihan berikutnya untuk satu kali masa jabatan.


Pesta demokrasi ini, termasuk yang terbesar di di dunia. Ini terlihat dari berbagai indikator yang menunjukkan tingginya tingkat partisipasi pemilih dan angka pemilih yang terbiling tinggi. Pemilu momen paling penting dalam kehidupan berdemokrasi. Ini adalah waktu yang tepat untuk warga negara untuk memberikan suara mereka dalam memilih perwakilan dan pemimpin yang akan memimpin limat tahun ke depan. 


Pemilu, Problem Bangsa, dan Pemimpin 2024

Untuk itu, 2024 menjadi tahun politik yang penting dalam menentukan arah Indonesia ke depan. Tidak hanya sekadar hajatan lima tahunan, Pemilu 2024 untuk menentukan keberlangsungan Indonesia sebagai bangsa yang besar. Dan itu membutuhkan peran pemimpin yang cakap dan sensitif. Pasalnya, saat ini Indonesia dihadapkan pada pelbagai tantangan yang terbilang cukup komplek. Pelbagai isu tak sedap mewarnai perjalanan Indonesia. 


Salah satu isu yang mencuat kepermukaan ialah isu kesenjangan dan kemiskinan. Persoalan ini adalah masalah komplek, yang telah berkelindan hingga saat ini. Sukidi dalam Menagih Janji  Republik di Kolom Harian Kompas, menulis pemimpin negeri ini sudah silih berganti, tetapi kesenjangan tetap bertahan, bahkan meningkat. Kesenjangan sosial di Indonesia telah terlanjur mengakar kuat dalam semua lini kehidupan bangsa, yang semakin menjauhkan Indonesia dari tujuan mulia pendiri republik ini.


Data dari Badan Pusat Statistik, Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, sebesar 25,90 juta orang. Lantas di mana orang miskin itu berada? Data kemudian menyajikan, di perkotaan penduduk miskin sebesar 7,29 persen atau 11,74 juta orang pada Maret 2023. Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22 persen atau 14,16 juta orang pada Maret 2023.


Itulah angka kemiskinan yang menjadi momok bagi sebuah bangsa. Kata Sukidi, kemiskinan di tengah kesenjangan yang naik adalah tantangan terbesar, yang menentukan masa depan republik ini. Untuk itu, siapapun Presiden yang terpilih 2024 kelak, seyogianya membuat kebijakan yang berpihak pada pemberdayaan fakir dan miskin, guna mencapai Indonesia Emas 2024 kelak. 


Di sisi lain, Indonesia dan juga global tengah menghadapi tantangan perubahan iklim. Hasil laporan Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) tahun 2022, menunjukkan Indonesia tengah menghadapi tantangan triple planetary crisis, (perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati). Di laporan itu, dikatakan sekitar 50-75 persen penduduk dunia berpotensi terdampak kondisi iklim yang mengancam jiwa. 


Perubahan iklim menyebabkan pergeseran suhu dan pola curah hujan di seluruh dunia. Cuaca ekstrem ini mengakibatkan habitat alami hewan dan hayati bergeser dan terancam punah. Hasil studi Intergovernmental Science Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Service (IPBES), sekitar 1 juta spesies tumbuhan dan hewan terancam punah disebabkan perubahan iklim.


Untuk itu, kehadiran pemimpin yang kompeten, dibutuhkan dalam mewujudkan Indonesia hijau dan bebas emisi. Untuk itu, pemilu tahun 2024, calon pemimpin Indonesia ke depan harus mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengatasi isu perubahan iklim dan pemanasan global, guna mewujudkan impian Indonesia menjadi negara bebas emisi karbon.


Terakhir, korupsi masuk dalam tantangan Indonesia. Hampir semua lini, korupsi selalu ada dan eksis. “Kekuasaan sebagai amanat publik telah diperdagangkan sebagai milik pribadi,” kata Goenawan Mohamad mengumpat di Catatan Pinggir. Imbasnya keadilan yang dikelola pihak kejaksaan agung, kepolisian, dan penegak hukum bisa dibeli dengan harga tertentu. Lembaga pengadil menjadi pasar, yang memperdagangkan hukum. Itu semua akibat tamak harta dan korupsi. 


Berdasarkan Transparency International Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di tahun 2022 berada di skor 34 dan berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei. Data ini menunjukkan bahwa Skor Indonesia turun 4 poin dari tahun 2021 yang berada pada skor 38. Penurunan IPK korupsi tersebut terjadi karena korupsi sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan pelaku suap, serta suap untuk izin ekspor dan impor komoditi.


Kriteria Memilih Pemimpin dalam Al-Qur’an

Dalam Islam, pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam membimbing umat dan mengelola urusan publik. Memilih pemimpin yang tepat adalah kewajiban bagi setiap Muslim, karena pemimpin yang baik akan berdampak positif pada masyarakat dan menyebarkan keadilan serta kemaslahatan bagi seluruh umat. Oleh karena itu, tak setiap orang bisa menjadi pemimpin. Pemimpin itu adalah manusia pilihan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 59.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.”
 

Menurut Imam Tabari dalam kitab Jāmi’ al Bayān, ayat ini menyuruh untuk taat kepada perintah Allah dan juga Nabi Muhammad. Pun seorang muslim, dianjurkan untuk mentaati pada ulil amri. Imam Tabari mengatakan yang dimaksud term “ulil amri”, ialah pemimpin, kepala negara (pemerintahan). Ketaatan kepada pemimpin berlaku selama tidak disuruh melakukan perbuatan maksiat. 


حدثني أبو السائب سلم بن جنادة قال، حدثنا أبو معاوية، عن الأعمش، عن أبي صالح، عن أبي هريرة في قوله:"أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم"، قال: هم الأمراء.


Artinya; menceritakan Abu Saib Salam bin Junadah, berkata ia, menceritakan Abu Muawiyah, dari ‘Amasy. Dari Abi Shalih, dari Abu Hurairah, firman Allah “taatilah Allah dan taatilah Rasul serta ulil amri”, ia berkatal; mereka adalah pemimpin.


Sementara itu, Imam Menurut Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab Jilid X (h.47) mengatakan menaati pemimpin dalam Islam hukumnya wajib. Kaum muslimin diharus tunduk pada peraturan dan kebijakan yang dicetuskan pemimpin, selama tidak memerintahkan maksiat pada Allah.


تجب طاعة الإمام في أَمْرِهِ وَنَهْيِهِ، ما لم يخالف حكم الشرع، سواء كان عادلًا أو جائرًا


Artinya; wajib hukumnya taat pada pemimpin, pada apa yang ia perintahkan dan larang, selama itu tidak menyalahi hukum syariat, sama ada pemimpin itu adil atau tidak adil.


Pemimpin Harus Punya Kredibilitas

Berangkat dari keterangan di atas, terlihat bahwa pemimpin itu vital posisinya dalam Islam. Untuk itu, Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memberikan panduan dalam memilih pemimpin. Tidak sembarang orang bisa dijadikan pemimpin, dan tidak asal orang bisa menduduki jabatan publik tersebut. 
 

Kriteria pertama ialah amanah. Dalam Al-Qur’an Surat al-Nisa` (4) ayat 58, ditegaskan bahwa seorang pemimpin seyogianya memiliki sifat amanah, yakni dapat dipercaya. Dalam masalah kepemimpinan, amanah adalah aspek yang tak tergantikan dan sangat penting. Seorang pemimpin yang amanah akan membangun kepercayaan, meningkatkan kredibilitas, memberikan contoh yang baik, mencegah korupsi, dan mengoptimalkan kinerja tim atau organisasinya. Kualitas kepemimpinan yang baik tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan kecerdasan, tetapi juga integritas dan amanah yang dijunjung tinggi. Allah swt berfirman.
 

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ


Artinya; Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu.


Imam Thabari dalam kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an (h. 490) mengatakan bahwa seorang pemimpin wajib hukumnya untuk menunaikan amanah. Pasalnya, membangun kepercayaan adalah dasar utama untuk membangun kepercayaan antara pemimpin dan masyarakat. Ketika seorang pemimpin dikenal amanah, orang-orang akan merasa yakin bahwa keputusan dan tindakan yang diambilnya didasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan. Ia berkata;


حدثنا أبو كريب قال، حدثنا ابن إدريس قال، حدثنا إسماعيل، عن مصعب بن سعد قال، قال علي رضي الله عنه كلماتٍ أصاب فيهن:"حقٌّ على الإمام أن يحكم بما أنزل الله، وأن يؤدِّيَ الأمانة، وإذا فعل ذلك، فحقّ على الناس أن يسمعوا، وأن يُطيعوا، وأن يجيبوا إذا دُعوا


Artinya; Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il, dari Mus'ab bin Sa'ad, dia berkata, Sayyidina Ali berkata, “Imam [pemimpin] memiliki kewajiban untuk menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, dan untuk menunaikan amanah. Jika dia melakukannya, maka adalah hak bagi manusia untuk mendengarkan, taat, dan merespons ketika dia dipanggil.
 

Dengan demikian, kepercayaan yang dibangun akan memperkuat ikatan antara pemimpin dan pengikutnya, memungkinkan kolaborasi yang lebih baik, dan memperlancar jalannya tugas-tugas organisasi. Pun, pemimpin kredibilitas akan mampu menjaga diri dalam menyalahgunakan kekuasaan. 


Pasalnya, bahaya terbesar dalam kepemimpinan adalah penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Seorang pemimpin yang amanah akan menolak tawaran suap atau manipulasi yang dapat merugikan kepentingan orang banyak. Dengan menjunjung tinggi nilai amanah, pemimpin ini akan berperan aktif dalam mencegah dan memberantas korupsi.


Pemimpin Berpihak kepada Keadilan

Kriteria kedua dalam memilih pemimpin adalah yang adil. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Shad (38) ayat 22.


يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ࣖ


Artinya; “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. 


Berdasarkan kitab Tafsir as-Sam'ani, karya dari Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani, Jilid IV, (h. 437), bahwa maksud dari “fahkum bainan annās bil haq” ialah menerapkan hukum yang adil dalam mengadili sesuatu. Sebagai pemimpin, kewajiban pertama adalah memastikan keadilan sosial bagi semua warga. Ini berarti memastikan setiap individu diperlakukan dengan sama, tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, gender, atau latar belakang sosial. 
 

Pemimpin harus mengupayakan kesetaraan kesempatan dalam akses terhadap pendidikan, perawatan kesehatan, dan peluang ekonomi. Dengan berlaku adil, pemimpin menciptakan lingkungan yang inklusif dan menghargai keragaman, memastikan setiap suara didengar dan diakui.


وَقَوله: {فاحكم بَين النَّاس بِالْحَقِّ} أَي: بِالْعَدْلِ


Artinya; firman Allah [Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak] maksudnya adalah adil.


Keadilan tidak dapat terwujud tanpa penegakan hukum yang adil. Sebagai pemimpin, penting  untuk mendukung penegakan sistem hukum yang independen dan transparan. Pemimpin yang berlaku adil tidak boleh berusaha untuk menghindari hukuman atas kesalahan mereka sendiri atau kelompok tertentu. Pemimpin harus membela hak asasi manusia dan memberikan akses yang adil kepada sistem peradilan kepada masyarakat.


Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.