Syariah

Maulid Nabi dan Hal Penting yang Perlu Diperhatikan

Sab, 23 September 2023 | 12:31 WIB

Maulid Nabi dan Hal Penting yang Perlu Diperhatikan

Maulid Nabi dan Hal Penting yang Perlu Diperhatikan. (Foto: Ilustrasi: NU Online/Freepik)

Bulan Rabiul Awal merupakan bulan yang diyakini sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad saw, manusia terbaik yang Allah utus untuk menyampaikan ajaran Islam dengan lemah lembut dan penuh kesopanan. Karenanya, bulan ini masyhur dengan sebutan bulan maulid, yaitu bulan kelahiran.


Sebagai umat Nabi Muhammad, tentu bulan ini menjadi suatu momentum yang sangat sakral bagi semua umat Islam seantero dunia untuk menyambut hari kelahiran manusia paling mulia tersebut. Pada bulan ini ekspresi bahagia dan cinta banyak terlihat di mana-mana.


Di Indonesia misalnya, ekspresi bahagia dan cinta kepada nabi adalah dengan merayakan hari kelahiran nabi pada bulan Rabiul Awal. Perayaan ini dikemas dengan pembacaan Al-Qur’an, shalawat nabi, pembacaan sirah-sirah nabi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan  sejarah, perjuangan, teladan dan keseharian nabi selama ada di dunia.


Semua itu tidak lain selain bentuk cinta dan bahagia umat Islam atas karunia paling agung yang telah Allah berikan, yaitu terlahirnya Nabi Muhammad saw, manusia paling mulia penuntun semua manusia. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:


قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ


Artinya, “Katakanlah (Muhamad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus [10]: 58).


Kendati demikian, ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan ketika pembacaan shalawat maulid sedang berlangsung. Hal ini sangat penting untuk diketahui bersama, agar acara peringatan maulid bisa memberikan bekas ke dalam hati untuk semakin menumbuhkan rasa cinta dan rindu kepada nabi.


Berkaitan dengan hal ini, Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari dalam salah satu kitab karyanya menjelaskan bahwa menghormat dan memuliakan nabi tidak ada bedanya baik ketika beliau masih hidup atau pun ketika sudah meninggal. Artinya, semua manusia wajib untuk menghormati nabi ketika namanya disebut, atau kisah-kisah dan keteladanannya diceritakan, dengan cara membacanya dengan khusuk serta mendengarkannya dengan sungguh-sungguh.


Penjelasan ini sebagaimana KH Hasyim Asy’ari kutip dari penjelasan Syekh Qadhi Iyadh dalam kitab asy-Syifa fi Huquqil Musthafa, dalam kitabnya ia mengatakan:


قَالَ فِي كِتَابِهِ الْمُسَمَّى بِالشِّفَا فِي حُقُوْقِ الْمُصْطَفَى: اِعْلَمْ أَنَّ حُرْمَةَ النَّبِي بَعْدَ مَوْتِهِ وَتَوْقِيْرِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لاَزِمٌ، كَمَا كَانَ حَالَ حَيَاتِهِ، وَذَلِكَ عِنْدَ ذِكْرِ حَدِيْثِهِ وَسُنَّتِهِ وَسِمَاعِ اِسْمِهِ


Artinya, “Telah berkata (Syekh Qadhi Iyadh) dalam kitab asy-Syifa fi Huquqil Musthafa: Ketahuilah bahwa kemuliaan nabi setelah wafatnya, memuliakan dan mengagungkannya itu tetap sebagaimana ketika nabi masih hidup. Hal itu (memuliakan nabi setelah wafat) adalah ketika disebut kisah dan sunnahnya, serta ketika mendengar namanya.” (KH Hasyim Asy’ari, at-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ul Maulid bil Munkarat, [Tebuireng, Maktabah Turats al-Islami: tt], halaman 26-27).


Penjelasan di atas mengingatkan kepada semua umat Islam yang ikut serta dalam pembacaan maulid nabi untuk tidak bermain-main ketika bacaan-bacaan dalam maulid sedang berlangsung, kisah dan teladannya sedang disampaikan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Nabi Muhammad sedang disampaikan. Khusuk dan menghayati semua yang dicontohkan oleh nabi merupakan kewajiban bagi semua manusia.


Lantas, bagaimana cara memuliakan nabi ketika nama dan kisah-kisahnya disebutkan?


Syekh Ahmad bin Muhammad al-Qasthalani (wafat 923 H) dalam kitab karyanya menjelaskan bahwa ketika nama atau sejarah Nabi Muhammad sedang dibacakan, maka orang yang mendengarnya harus duduk dengan sopan, khusuk dan penuh dengan wibawa. Dalam kitabnya ia menjelaskan:


وَاجِبٌ عَلىَ كُلِّ مُؤْمِنٍ مَتَى ذَكَرَهُ أَوْ ذُكِرَ عِنْدَهُ، أَنْ يَخْضَعَ وَيَخْشَعَ وَيَتَوَقَّرَ وَيَسْكُنَ مِنْ حَرَكَتِهِ، وَيَأْخُذَ فِي هَيْبَتِهِ وَاِجْلاَلِهِ بِمَا كَانَ يَأْخُذُ بِهِ نَفْسَهُ لَوْ كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ


Artinya, “Merupakan sebuah kewajiban bagi semua orang mukmin ketika menyebutnya (nama nabi) atau disebutkan kepadanya untuk menundukkan diri, khusuk, memuliakan, duduk dengan sopan dan beretika dengan  sopan dan penuh wibawa sebagaimana etika yang ia pakai andaikan berada di hadapan nabi.” (Syekh al-Qasthalani, al-Mawahibul Ladunniyah bil Minah al-Muhammadiyah, [Maktabah al-Islami: tt], juz III, halaman 304).


Lebih tegas, Syekh al-Qasthalani kemudian menjelaskan khusuk, penuh penghayatan, memuliakan dan duduk dengan sopan ketika pembacaan maulid nabi merupakan salah satu tanda kecintaan setiap orang kepadanya. Artinya, tanda-tanda cinta setiap orang kepada nabi adalah dia pasti akan khusuk ketika namanya disebutkan,


مِنْ عَلاَمَاتِ مَحَبَّتِهِ تَعْظِيْمُهُ عِنْدَ ذِكْرِهِ وَاِظْهَارُ الْخُشُوْعِ وَالْخُضُوْعِ مَعَ سِمَاعِهِ. فَكُلُّ مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا خَضَعَ لَهُ، كَمَا كَانَ كَثِيْرٌ مِنَ الصَّحَابَةِ بَعْدَهُ اِذَا ذَكَرُوْهُ خَشَعُوْا وَاقْشَعَرَّتْ جُلُوْدُهُمْ وَبَكُوْا


Artinya, “Termasuk dari tanda-tanda cinta pada nabi adalah memuliakannya ketika menyebut (nama)nya, khusuk dan menundukkan diri ketika mendengarnya. Siapa saja yang cinta pada sesuatu, maka dia akan menundukkan diri padanya, sebagaimana yang dilakukan oleh mayoritas para sahabat setelah (wafat)nya, ketika mereka menyebutnya, maka mereka akan khusuk, merinding badannya, kemudian menangis.” (Syekh al-Qasthalani, III/305).


Itulah beberapa hal penting yang diperhatikan oleh semua umat Islam ketika menghadiri acara maulid Nabi Muhammad. Kita semua diwajibkan untuk menghormat dan memuliakan nama nabi, mendengarkan dengan khusuk pada setiap teladan yang nabi contohkan, serta merendahkan diri sebagaimana sikap kita andaikan duduk di hadapan nabi. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.