Penjelasan Lengkap Akad Istishna’ Mazhab Hanafi dan Aplikasinya dalam Bisnis Modern
Senin, 11 November 2024 | 13:00 WIB
Bushiri
Kolomnis
Dalam fiqih mazhab Hanafi, terdapat istilah istishna’ sebagai salah satu bentuk transaksi muamalah. Akad ini penting untuk diketahui secara utuh karena banyak diaplikasikan dalam bisnis modern.
Tulisan berikut akan menjelaskan secara komprehensif tentang akad istishna’, prinsip-prinsipnya, syarat dan ketentuannya, serta contoh penerapannya dalam bisnis modern.
Definisi Akad Istishna’
Secara bahasa istishna’ diambil dari kata shan’ah yang berarti meminta bantu untuk dibuatkan sesuatu. Sedangkan dalam istilah fiqih, Syekh Ibnu Abidin mendefinisikan istishna’ sebagai berikut:
وَأَمَّا شَرْعًا: فَهُوَ طَلَبُ الْعَمَلِ مِنْهُ فِي شَيْءٍ خَاصٍّ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوصٍ
Artinya, “Secara syariat, akad istishna’ adalah meminta kepada produsen untuk membuat barang tertentu dengan mekanisme tertentu.” (Raddul Muhtar, [Riyadh, Daru 'Alamil Kutub], juz VII, halaman 474).
Dalam pengertian yang lebih luas, akad istishna’ adalah transaksi pemesanan barang yang menjadi tanggungan produsen dengan menyebutkan spesifikasi tertentu dan bahan pembuatan berasal dari pihak produsen. Apabila bahan dari pihak pembeli, maka termasuk akad ijarah, seperti halnya seseorang memesan kepada pengrajin mebel untuk membuatkan kursi dengan kayu dari milik pemesan. (Alaudin Al-Kasani, Badai’us Shanai’, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: t.t.], juz V, halaman 2).
Dalil Akad Istishna’
Pada dasarnya akad istishna’ merupakan transaksi terlarang, sebab termasuk menjual barang yang belum ada. Akan tetapi dalam mazhab Hanafi akad istishna’ dilegalkan berdasarkan teori istihsan. Sebab model transaksi yang demikian sudah jamak dilakukan masyarakat tanpa adanya pengingkaran dari ulama dan sudah menjadi kebutuhan.
Teori istihsan dalam mazhab Hanafi berangkat dari hadits Nabi saw:
مَا رَآهُ المُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ
Artinya, “Hal yang dianggap baik menurut kaum muslimin, juga dianggap baik oleh Allah.” (HR Ibnu Majah).
Legitimasi akad istishna’ juga berdasarkan hadits yang mengisahkan Rasulullah saw pernah melakukan pemesanan untuk dibuatkan cincin guna dijadikan stempel.
أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ إِلَى الْعَجَمِ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ الْعَجَمَ لاَ يَقْبَلُونَ إِلاَّ كِتَابًا عَلَيْهِ خَاتِمٌ. فَاصْطَنَعَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ. قَالَ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِى يَدِهِ
Artinya, “Pada suatu hari Nabi saw hendak menuliskan surat kepada seorang raja ‘Ajam (non Arab), lalu dikabarkan kepada beliau: "Sesungguhnya raja-raja non Arab tidak menerima surat yang tidak distempel. Lalu beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari perak. Anas berkata: "Seakan-akan saya melihat kemilau putih di tangan beliau.” (HR Muslim).
Substansi Akad Istishna’
Dalam mazhab Hanafi, terjadi perbedaan pendapat dalam mendudukkan status akad istishna’. Menurut sebagian pendapat akad istishna’ merupakan perjanjian (wa’du) dan bukan akad jual beli. Sedangkan menurut pendapat yang shahih akad istishna’ merupakan akad jual beli dan konsumen memiliki hak khiyar pada saat menerima barang (khiyar ru'yah), karena dikhawatirkan terjadi kekecewaan akibat barang yang diterima tidak sesuai dengan permintaan.
وأما معناه فقد اختلف المشايخ فيه. قال بعضهم: هو مواعدة وليس ببيع، وقال بعضهم: هو بيع لكن للمشتري فيه خيار وهو الصحيح
Artinya, “Adapun substansi akad istishna', para guru dalam mazhab Hanafi berbeda pendapat di dalamnya. Menurut sebagian mereka, akad istishna' adalah perjanjian dan buka jual beli. Sedangkan menurut sebagian lain, akad istishna' merupakan akad jual beli, akan tetapi pihak pembeli memiliki hak khiyar. Ini merupakan pendapat yang shahih.” (Al-Kasani, V/2).
Objek Transaksi dalam Akad Istishna’
Menurut sebagian pendapat dalam mazhab Hanafi, objek transaksi dalam akad istishna’ adalah jasa produsen. Karenanya, akad istishna’ tidak sah apabila produsen memberikan barang sesuai permintaan yang telah ready stock sebelum akad istishna’ berlangsung, sebab akad istishna’ harus didasari adanya sebuah jasa dari produsen.
Sementara pendapat yang unggul dalam mazhab Hanafi mengatakan, objek transaksi dalam akad istishna’ adalah barang pesanan. Karenanya, akad istishna’ tetap sah meski barang yang diberikan kepada konsumen tidak didasari jasa dari produsen. (Al-Kasani, V/2).
Syarat dan Ketentuan Akad Istishna’
Dalam mazhab Hanafi akad istishna’ memiliki tiga syarat yang harus dipenuhi agar transaksinya sah, yaitu:
- Harus menjelaskan spesifikasi barang yang hendak dipesan meliputi jenis, sifat dan kadarnya. Sebab suatu komoditas harus diketahui secara jelas, sehingga apabila komoditas tidak diketahui secara jelas maka hukum akadnya fasid atau rusak.
- Objek transaksi merupakan komoditas yang umum diproduksi sesuai dengan tempat dan waktu. Karena pada dasarnya akad istishna' adalah transaksi yang mengandung unsur gharar atau ketidakjelasan, sehingga hanya boleh pada barang-barang yang umum diproduksi masyarakat.
- Tidak menyebutkan limit waktu. Apabila akad istishna' menyebutkan batas waktu, maka akad istishna' batal dan berubah menjadi akad salam, sehingga berimplikasi harus terpenuhinya syarat-syarat dalam akad salam. Akan tetapi menurut sebagian pendapat akad istishna' sah baik menyebutkan batas waktu ataupun tidak. (Al-Kasani, V/2).
Akad istishna’ bersifat tidak mengikat (jaiz) dari kedua belah pihak sebelum produsen mulai memproduksi. Artinya baik produsen maupun konsumen boleh membatalkan transaksi sebelum produsen memproduksi barang yang dipesan.
Pada saat menerima barang pesanan, konsumen memiliki hak khiyar untuk melihat apakah barang pesanan sudah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan atau tidak. Hak khiyar diberikan kepada konsumen sebagai jaminan agar tidak terjadi unsur-unsur mengecewakan pada barang yang dipesan. (Ibnul Himam, Fathul Qadir, [Beirut, Darul Fikr: 1970], juz V, halaman 355).
Contoh Akad Istishna’ dalam Bisnis Modern
Akad istishna’ dapat diaplikasikan dalam berbagai bisnis modern. Misalnya, dalam proyek konstruksi rumah, yang mana konsumen akan meminta kepada pemborong bangunan untuk dibuatkan rumah sesuai spesifikasi yang telah disepakati dan bahan bangunan berasal dari pemborong.
Aplikasi akad istishna’ juga dapat ditemukan dalam industri manufaktur, akad ini berguna dalam memesan barang dengan spesifikasi khusus, seperti mesin produksi dan selainnya. Wallahu a’lam.
Ustadz Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan, Madura.
Terpopuler
1
Kultum Ramadhan: Meningkatkan Kualitas Ibadah di 10 Malam Terakhir Bulan Ramadhan
2
Beasiswa BIB Dibuka 1 April 2025, Berikut Link Pendaftaran dan Persyaratannya
3
Kemenag Prediksi 1 Syawal 1446 H Jatuh pada 31 Maret 2025
4
Kiriman Kepala Babi dan Bangkai Tikus ke Tempo, Pers Hadapi Ancaman Represi dan Pembungkaman
5
NU dalam ‘Rumah Kaca’ Kolonial: Tokohnya Diawasi, Acaranya Dibubarkan Polisi
6
KH M. Zen Syukri, Murid Kinasih KH Hasyim Asy'ari Asal Palembang
Terkini
Lihat Semua