Syariah

Pergi untuk Healing, Apakah Boleh Qashar Shalat?

Ahad, 10 Maret 2024 | 20:00 WIB

Pergi untuk Healing, Apakah Boleh Qashar Shalat?

Jalan-jalan atau healing. (Foto: NU Online/Freepik)

Berlibur, jalan-jalan, refreshing, atau yang sering disebut healing merupakan agenda yang hampir dimiliki seluruh orang. Hal ini lakukan tidak lain dan tidak bukan karena untuk menenangkan diri dan menyegarkan pikiran setelah sebelumnya disibukkan dengan aktivitas-aktivitas sehari-hari. Berlibur biasanya dilakukan di luar kota, jauh dari tempat tinggal.


Lalu, apakah bepergian dengan tujuan healing memperbolehkan men-qashar atau jamak shalat?


Islam sebagai agama rahmatan lil alamin memberikan toleransi atau keringanan kepada seorang yang bepergian jauh untuk men-qashar shalat. Qashar artinya meringkas shalat yang berjumlah empat rakaat menjadi dua rakaat.


Dalam men-qashar shalat, syarat utama yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah bepergian dengan tujuan yang jelas dan legal menurut syariat. Perjalanan yang tidak memiliki tujuan yang jelas maka tidak boleh men-qashar shalat. Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ mengatakan:


ولو انتقل من بلد إلى بلد بلا غرض صحيح لم يترخص


Artinya, “Jika seorang pindah (bepergian) dari satu daerah ke daerah yang lain tanpa ada tujuan yang jelas/sah, maka dia tidak mendapatkan keringanan (men-qashar shalat)”. (Imam Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhadzab, Vol. 4, hal.346)


Terkait healing ini, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra menyatakan bahwa bepergian dengan tujuan rekreasi atau healing merupakan tujuan yang diperbolehkan secara syariat.


أَنَّ التَّنَزُّهَ غَرَضٌ صَحِيْحٌ يُقْصَدُ فِي الْعَادَةِ لِلتَّدَاوِيْ وَنَحْوِهِ كَإِزَالَةِ الْعُفُوْنَاتِ النَّفْسِيَّةِ وَاعْتِدَالِ الْمِزَاجِ وَغَيْرِ ذَلِكَ


Artinya: “Bahwa rekreasi/healing merupakan tujuan yang sah yang biasanya dimaksudkan untuk pengobatan rohani dan semacamnya seperti menghilangkan kesumpekan, meningkatkan semangat, dan lain sebagainya" (Lihat Ibnu Hajar, al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra, Vol. 1, hal. 231)


Perlu juga diketahui, bahwa healing yang dimaksud di sini adalah healing yang mubah, bukan bepergian healing dengan hal-hal yang haram. Karena di antara syarat qashar shalat adalah berpergian tidak untuk maksiat. Imam ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj mengatakan:


وعدم المعصية سواء أكان السفر طاعة أم مكروها أم مباحا ولو سفر نزهة


Artinya, “Dan (di antara syarat qashar) bepergiannya tidak untuk maksiat, baik bepergian untuk hal ketaatan, hal makruh atau hal mubah meskipun bepergian untuk tujuan rekreasi/healing” . [Lihat Imam Ramli, Nihayat Al Muhtaj, Juz 6, hlm: 156 ].


Namun penting juga memperhatikan syarat-syarat qashar shalat yang lain. Syarat tersebut sebagaimana di sebutkan oleh Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaf dalam Taqrirat as-Sadidah, halaman 314-315:

  1. Perjalanannya mencapai 2 marhalah. Sedangkan ukuran yang berlaku untuk diterapkan saat ini, yaitu, kurang lebih 89 km (88,704 km).
  2. ⁠Telah melewati batas desa. Masih ada dalam perjalanan sampai shalat selesai.
  3. Mengetahui hukum diperbolehkannya men-qashar shalat.
  4. Shalat yang di-qashar adalah shalat 4 rakaat.
  5. Tidak ada qashar dalam shalat Subuh dan Maghrib.
  6. ⁠Niat melakukan shalat qashar ketika takbiratul ihram.
  7. Menjaga hal-hal yang bisa menghilangkan niat qashar dan tidak ada keraguan dalam niat tersebut.
  8. Tidak bermakmum kepada orang yang shalat sempurna (4 rakaat). 


Pada kesimpulannya, boleh men-qashar shalat saat bepergian dengan tujuan healing ke suatu tempat selama syarat-syarat dalam men-qashar sudah terpenuhi. Wallahu a’lam.
 

Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan