Syariah

Ragam Pendapat Ulama tentang Hukum Menulis Batu Nisan

Sen, 12 Februari 2024 | 16:00 WIB

Ragam Pendapat Ulama tentang Hukum Menulis Batu Nisan

Makam dan batu nisan. (Foto: NU Online/Freepik)

Dahulu kala, terjadi suatu peristiwa yang menginspirasi umat manusia ketika seseorang meninggal dunia. Ketika Qabil dibunuh, Habil selaku pembunuh bingung memperlakukan jasad Qabil. Kemudian Allah memerintahkan seekor gagak mengubur gagak lainnya yang sudah mati. Akhirnya Habil menirukan metode penguburan manusia yang sudah meninggal layaknya gagak tersebut.


Penguburan jasad yang diwariskan oleh Habil menjadi standar operasi umat manusia ketika orang lain meninggal dunia, kendatipun ada metode selain penguburan jasad seperti membakar jasad. Seiring berkembangnya zaman, jasad yang di kuburkan dalam makam tidak sekedar tumpukan batu. Terdapat ukiran yang tertulis pada batu nisan seperti nama jasad, tanggal mati jasad, dan lain-lain.


Fenomena ukiran pada batu nisan tidak luput dari koridor hukum bagi Islam. Pasalnya, terdapat penggalan hadits dengan nada larangan mengukir pada batu nisan.


عن جابر رضى الله عنه قال: نهى رسول الله ﷺ أن تجصص القبور وأن يكتب عليها وأن يبنى عليها وأن توطأ


Artinya: :Dari Jabir ra mengatakan, “Rasulullah  melarang sebuah kuburan dihias, ditulis di atasnya, membangun kerangka di atasnya, menginjak di atasnya”. (HR. Imam Tirmidzi)


Sekilas, hadits tersebut melarang mengukir di atas kuburan saja dan bukan menulis sebagai pembeda antara mayat satu dengan mayat lainnya. Al Hakim berkata, meskipun hadits di atas shahih akan tetapi tidak wajib dilaksanakan. Sebab para Imam kaum Islam dari barat sampai timur menulis namanya di batu nisan mereka. Hal ini diserap dari ajaran Ulama Khalaf dan Salaf. (Syekh Athiyah Saqr, Fatawa Darul Ifta al-Mishriyah, [tahun fatwa: 1997].


Karena pada faktanya, hampir di seluruh belahan dunia makam umat Islam selalu disematkan nama jasad yang bersangkutan. Jika melihat di pemakaman umum misalnya, begitu banyak ukiran-ukiran yang di sematkan di batu nisan para jasad. 


Para ulama’ dari empat madzhab merinci hukum menulis di batu nisan.


 المالكية قالوا : الكتابة على القبر إن كانت قرآناً حرمت، وإن كانت لبيان اسمه، أو تاريخ موته ، فهي مكروهة .
الحنفية قالوا : الكتابة على القبر مكروهة تحريماً مطلقاً، إلا إذا خيف ذهاب أثره فلا يكره .
الشافعية قالوا : الكتابة على القبر مكروهة، سواء كانت قرآناً أو غيره، إلا إذا كان قبر عالم أو صالح ، فيندب كتابة اسمه، وما يميزه ليعرف .
الحنابلة قالوا : تكره الكتابة على القبور من غير تفصيل بين عالم وغيره


Artinya" Menurut Malikiyah menulis di atas kuburan berupa ayat Al-Qur'an hukumnya Haram. Jika menampilkan nama jasad, tanggal mati hukumnya Makruh. Menurut Hanafiyah menulis di atas kuburan hukumnya Hukum Tahrim Mutlak (makruh mendekati haram). Menurut Syafi’iyah menulis di atas kuburan hukumnya Makruh baik itu berupa ayat Al-Qur'an atau lainnya. Berbeda dengan kuburannya orang alim, hukumnya Sunnah menulis namanya sebagai pembeda. Menurut Hanabilah menulis kuburannya orang lain tanpa melampirkan dia orang alim atau tidak hukumnya Makruh. (Abdur Rahman Al Jaziri, Kitabul Fiqh ala Madzahibil Arba’ah,[Beirut, Darul Kitab Ilmiyah: 2003] Juz 1, halaman 485).


Di samping variasi hukum menurut Ulama empat madzhab, penulisan di batu nisan khususnya identitas jasad seperti nama dan tanggal kematian bertujuan sebagai penanda jasad yang bersangkutan. 


Apabila tidak ada penanda, kerabat terdekat, santri, guru dan orang-orang yang ingin menziarahi tidak mampu mengidentifikasi jasad jika tidak terlampir identitas di batu nisan. 


Lantas jika tidak ada penanda, bagaimana bisa seseorang mampu mengidentifikasi jasad yang sudah di makamkan, apalagi di kuburan umum. Karena alasan tersebut, Syaikh Sulaiman Al-Bujairimi memperbolehkan secara mutlak penulisan di atas batu nisan dengan kriteria menyingkat penulisan di atas batu nisan.


وَمَحِلُّ كَرَاهَةِ الْكِتَابَةِ عَلَى الْقَبْرِ مَا لَمْ يُحْتَجْ إلَيْهَا، وَإِلَّا بِأَنْ اُحْتِيجَ إلَى كِتَابَةِ اسْمِهِ وَنَسَبِهِ لِيُعْرَفَ فَيُزَارَ فَلَا يُكْرَهُ بِشَرْطِ الِاقْتِصَارِ عَلَى قَدْرِ الْحَاجَةِ لَا سِيَّمَا قُبُورُ الْأَوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِينَ فَإِنَّهَا لَا تُعْرَفُ إلَّا بِذَلِكَ عِنْدَ تَطَاوُلِ السِّنِينَ.


Artinya: "Landasan makruhnya penulisan di atas kuburan sebab tidak ada kebutuhan. Justru ketika ada kebutuhan penulisan nama dan nasab supaya dapat teridentifikasi kemudian di kunjungi makamnya untuk ziarah maka tidak makruh. Dengan syarat mempersingkat penulisan secara proporsional. Apalagi kuburannya seorang waliyullah, Ulama, orang-orang Shaleh. Karena dengan penulisan tersebut makam mereka tetap dapat diketahui dari masa ke masa". (Sulaiman Al-Bujairimi, Bujairami Al-Khatib,[Beirut, Dar El-Fikr: 2007] Juz 2, halaman 297).


Setelah memahami rangkaian dasar mengenai hukum penulisan di atas batu nisan, seyogyanya cermat dalam menilai hukum pada penulisan batu nisan. Nyatanya, penulisan pada batu nisan di makam khusus maupun umum menjadi sebuah tradisi yang tidak dapat dilepaskan. Kembali lagi, penulisan tersebut bertujuan sebagai penanda agar orang-orang terdekat jasad yang sudah terkubur dapat menziarahi. Wallahu A’lam


Ustadz Shofi Mustajibullah, Mahasantri Pesantren Kampus Ainul Yaqin