Syariah

Selain Haji, Ibadah Umrah Juga Wajib Seumur Hidup Sekali

Rab, 15 Agustus 2018 | 23:00 WIB

Kita semua sudah memaklumi kewajiban haji sekali sumur hidup. Haji adalah ibadah wajib yang menjadi rukun Islam kelima. Orang yang sudah mampu mengadakan perjalanan ke baitulllahil haram terkena kewajiban menurut syariat.

Pada Surat Ali Imran ayat 97, Allah berfirman sebagai berikut:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam,” (Ali Imran ayat 97).

Namun demikian, ibadah umrah juga wajib hukumnya seumur hidup sekali sebagaimana kewajiban haji.

وَلَا يَجِبَانِ بِأَصْلِ الشَّرْعِ غير مَرَّة

Artinya, “Ibadah haji dan umrah menurut dasar syariat tidak wajib kecuali sekali dalam seumur hidup,” (Lihat Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 501).

Ibadah umrah wajib ini biasanya dilakukan “berbarengan” dengan ibadah haji wajib. Mereka–yang mampu–yang belum pernah berhaji dan berumrah wajib menunaikan keduanya.

وهما على من لم يؤد نسكه بشرطه فرضان

Artinya, “Hukum ibadah haji dan umrah bagi orang yang belum melaksanan sesuai ketentuannya adalah wajib,” (Lihat Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 501).

Ulama Mazhab Syafi’i mendasarkan kewajiban umrah seumur hidup sekali pada hadits shahih riwayat Aisyah RA. Meskipun keduanya hampir serupa, keduanya tidak bisa saling menggantikan. Keduanya tidak bisa disamakan dengan kasus mandi dan wudhu dalam konteks bersuci.

وأما العمرة فِعلى الْأَظْهَرِ لما صَحَّ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قالت هَلْ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ قَالَ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ وَلَا يُغْنِي عَنْهَا الْحَجُّ؛ لِأَنَّ كُلًّا أَصْلٌ برأسه لختلاف ميقاتهما زَمَانًا ومكانا فَلَا يُشْكِلُ بِإِجْزَاءِ الْغُسْلِ عَنْ الْوُضُوءِ لبناء الطهارة على التداخل؛ لِأَنَّ كُلَّ مَا قُصِدَ من الْوُضُوء مَوْجُودٌ فِي الْغُسْلِ

Artinya, “Umrah sendiri menurut pendapat paling kuat adalah wajib sebagaimana riwayat shahih dari Aisyah RA. Ia bertanya kepada Rasulullah, ‘Apakah ada kewajiban jihad bagi perempuan?’ ‘Jihad tanpa peperangan, yaitu haji dan umrah,’ jawab Rasulullah SAW. Haji saja tidak memadai tanpa umrah karena tiap-tiap satu dari keduanya asalnya adalah sama, berbeda miqatnya baik waktu dan tempatnya. Masalah ini tidak musykil karena mandi memadai itu tanpa wudhu karena hal bersuci tumpang tindih karena apa yang menjadi tujuan wudhu terdapat pada mandi,” (Lihat Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 501). Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)