Syariah

Sibuk Menyambut Tamu, Bolehkah Menjamak atau Qashar Shalat?

Jum, 27 Oktober 2023 | 22:11 WIB

Sibuk Menyambut Tamu, Bolehkah Menjamak atau Qashar Shalat?

Menyambut tamu. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Anjuran memuliakan para tamu dalam Islam sangatlah jelas. Bahkan, memuliakan tamu merupakan salah satu tanda keimanan seorang Muslim. Rasulullah bersabda:


 مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ 


Artinya: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tamunya". (HR Muslim).


Hadits ini menunjukkan bahwa memuliakan tamu merupakan salah satu tanda keimanan seorang Muslim. Islam memandang bahwa tamu adalah utusan Allah yang harus disambut dengan baik. Tamu juga dianggap sebagai kesempatan untuk menambah ilmu, mempererat tali silaturahmi, dan berbagi kebahagiaan.


Kemudian yang menjadi pertanyaan apakah boleh menjamak atau qashar shalat karena sibuk menyambut tamu? Hal ini lumrah bagi pejabat publik demi menjaga hubungan baik dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat, rekan kerja, dan atasan sehingga sering kedatangan tamu.


Menurut Ibnu Mundzir, al-Qaffal, Abu Ishaq al-Marwazi, dan As-Syasyi al-Kabir dari kalangan as-Syafi’i mengatakan bahwa diperbolehkan orang yang tidak bepergian untuk menjamak shalat jika mereka memiliki kesibukan yang sangat luar biasa dan jamak shalat tersebut bukanlah kebiasaan.


Misalnya, contoh dari kesibukan yang sangat luar biasa ini adalah pengantin baru yang sedang menjalani walimatul arsy dan selalu menerima tamu. Dalam situasi seperti ini, pengantin baru tersebut boleh menjamak shalat agar mereka dapat tetap menjalankan kewajiban shalat sambil juga melayani tamu-tamu.


Pun seseorang diperbolehkan menjamak dan qashar shalat saat kedatangan banyak tamu. Pasalnya, menerima tamu adalah suatu perbuatan yang baik dan mulia dalam Islam. Namun perlu diingat bahwa jamak shalat karena kesibukan ini tidak boleh dijadikan kebiasaan. Jika seseorang memiliki kesibukan yang tetap, maka harus tetap menjalankan shalat lima waktu secara terpisah. 


فائدة: لنا قول بجواز الجمع في السفر القصير اختاره البندنيجي، وظاهر الحديث جوازه ولو في حضر كما في شرح مسلم، وحكى الخطابي عن أبي إسحاق جوازه في الحضر للحاجة، وإن لم يكن خوف ولا مطر ولا مرض، وبه قال ابن المنذر اهـ قلائد. وعن الإمام مالك رواية أن وقت الظهر يمتد إلى غروب الشمس، وقال أبو حنيفة: يبقى إلى أن يصير الظل مثلين ثم يدخل العصر، ذكره الردّاد، وكان سيدنا القطب عبد الله الحداد يأمر بعض بناته عند اشتغالها بنحو مجلس النساء بنية تأخير الظهر إلى وقت العصر.


Artinya: "[Faidlah] Kami memiliki pendapat yang membolehkan jamak dalam perjalanan singkat, yang dipilih oleh Al-Bandaniji. Dan jelas dalam hadits bahwa jamak diperbolehkan meskipun di tempat tinggal, seperti dalam kitab Syarah Muslim. Al-Khattabi menceritakan dari Abu Ishaq tentang bolehnya jamak di tempat tinggal karena kebutuhan, meskipun tidak ada rasa takut, hujan, atau penyakit. Demikian pula menurut Ibnu al-Mundzir, dalam kitab al-Qala'id.


Dari Imam Malik ada riwayat bahwa waktu dzuhur berlangsung hingga terbenamnya matahari. Abu Hanifah berkata: Waktu dzuhur berlangsung hingga bayangan menjadi dua kali lipat, kemudian masuk waktu ashar. Hal ini disebutkan oleh al-Raddadi. Dan Sayyiduna al-Qutb Abdullah al-Haddad memerintahkan beberapa putrinya ketika mereka sibuk dengan kegiatan di sekitar majelis wanita dengan niat jamak takhir dzuhur hingga waktu ashar." [Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Al-Masyhur, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut; Maktabah Dar Fikr,tt] halaman 127]


Penjelasan serupa diungkapkan oleh Imam Nawawi, yang termaktub dalam kitab Syarah Nawawi ala Muslim, halaman 334 bahwa menurut sebagian besar imam, menjamak shalat di rumah bagi orang yang tidak menjadikannya kebiasaan adalah boleh, jika ada kebutuhan yang mendesak.


Pendapat ini didukung oleh perkataan Ibnu Abbas, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw membolehkan menjamak shalat untuk memudahkan umatnya. Berdasarkan pendapat para ulama, kebutuhan yang dapat menjadi alasan untuk menjamak shalat adalah kebutuhan yang dapat meringankan atau memudahkan seseorang, seperti ketika walimah pernikahan atau saat sibuk menjamu tamu.


وذهب جماعة من الأئمة إلى جواز الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة ، وهو قول ابن سيرين وأشهب من أصحاب مالك ، وحكاه الخطابي عن القفال والشاشي الكبير من أصحاب الشافعي عن أبي إسحاق المروزي عن جماعة من أصحاب الحديث ، واختاره ابن المنذر ويؤيده ظاهر قول ابن عباس : أراد ألا يحرج أمته ، فلم يعلله بمرض ولا غيره والله أعلم .


Artinya: "Sebagian besar imam berpendapat bahwa bolehnya menjamak shalat di rumah disebabkan adanya kebutuhan [hajat] bagi orang yang tidak menjadikannya kebiasaan, dan itu adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyhab dari kalangan pengikut Malik, dan telah dikisahkan oleh Al-Khathib dari Al-Qaffal dan Al-Syasyi Al-Kabir dari kalangan pengikut Asy-Syafi'i dari Abu Ishaq Al-Marwazi dari sekelompok pengikut ahli hadits, dan telah dipilih oleh Ibnu Al-Mundzir dan didukung oleh makna jelas dari perkataan Ibnu Abbas: "Dia ingin agar umatnya tidak kesulitan, maka dia tidak menjelaskannya dengan sakit atau yang lainnya, dan Allah lebih tahu."


Pada akhirnya, hukum menjamak shalat karena menerima tamu adalah mubah (boleh), tetapi tidak dianjurkan. Jika ada keperluan yang mendesak dan tidak bisa ditinggalkan, maka diperbolehkan menjamak shalat. Namun, jika tidak ada keperluan yang mendesak, maka lebih baik shalat di waktu masing-masing [sesuai waktunya].