Syariah

Sunnah-sunnah di Hari Tarwiyah bagi Jamaah Haji di Mina

Kam, 30 Juni 2022 | 12:15 WIB

Sunnah-sunnah di Hari Tarwiyah bagi Jamaah Haji di Mina

Mina. (Foto: Kemenag)

Hari tarwiyah merupakan hari kedelapan (tanggal 8) bulan Dzulhijjah. Tarwiyah merupakan hari besar di mana Muslim yang bukan jamaah haji dianjurkan untuk berpuasa sunnah tarwiyah. Sedangkan bagi jamaah haji, tarwiyah merupakan hari saat jamaah mempersiapkan diri untuk menuju puncak haji, wukuf di Arafah.


Dalam sejarahnya, jamaah haji singgah di Mina dan memuaskan dahaga mereka setelah menempuh perjalanan dari Makkah. Mereka mengumpulkan perbekalan air karena di Arafah pada masa itu tidak terdapat air.


Imam An-Nawawi dalam Kitab Idhah menyebutkan kesunnahan atau anjuran bagi jamaah haji untuk singgah di Mina pada 8 Dzulhijjah atau hari Tarwiyah dan melaksanakan shalat Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya, serta bermalam dan shalat Subuh di Mina.


Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Hasyiyah Idhah-nya mengutip Az-Za’farani yang menganjurkan jamaah haji menuju Masjid Khif untuk shalat sunnah dua rakaat dan shalat wajib lima waktu yang dianjurkan sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawi.


Jamaah haji, kata Al-Haitami, juga dianjurkan untuk melaksanakan shalat subuh esok harinya pada batu-batu di hadapan menara karena di situ tempat shalat Rasulullah saw.


Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa semua yang disebutkan itu adalah sunnah yang bersifat anjuran, bukan wajib apalagi rukun haji. Dengan demikian, jamaah haji yang tidak mengamalkan sunnah-sunnah pada hari tarwiyah karena uzur atau satu dan lain hal tidak terkena sanksi atau dam haji.


وكل ذلك مسنون ليس بنسك واجب فلو لم يبيتوا بها أصلا ولم يدخلوها فلا شيء عليهم لكن فاتتهم السنة


Artinya, “Semua ini bersifat sunnah, bukan bagian dari manasik wajib haji. Jika mereka tidak mabit di Mina sama sekali, dan tidak singgah, maka tidak ada dam pada mereka. Mereka hanya keluputan sunnah saja,” (Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Haji pada Hasyiyah Ibni Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], halaman 143).


Al-Haitami menambahkan, kalau mereka hanya shalat tanpa mabit atau mabit tanpa shalat, mereka tetap mendapat keutamaan sunnah yang mereka lakukan.


الظاهر أنهم إذا صلوا بها ما ذكر ولم يبيتوا أو باتوا بها ولم يصلوا ذلك بها حصلت لهم سنة الصلاة أو المبيت وإن فاتتهم السنة الأخرى


Artinya, “Secara zahir, mereka bila melaksanakan shalat yang dianjurkan tersebut dan tidak melakukan mabit atau sebaliknya yaitu mabit tetapi tidak shalat yang dianjurkan, maka mereka mendapatkan keutamaan sunnah shalat atau mabit sekalipun mereka keluputan sunnah yang lainnya,” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Hasyiyah Ibni Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], halaman 143).


Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa kesunnahan pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) tidak termasuk bagian dari wajib dan rukun haji yang memiliki konsekuensi ketika ditinggalkan.


Sejauh dapat diamalkan keseluruhan atau sebagiannya, maka silakan amalkan. Tetapi jika fasilitas dan kondisi tidak memungkinkan untuk mengamalkan kesunnahan di hari Tarwiyah, jamaah haji tidak perlu merisaukannya. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)