Tafsir

Mengenal Sejarah Tafsir bil Ma’tsur

Jum, 29 Desember 2023 | 23:00 WIB

Mengenal Sejarah Tafsir bil Ma’tsur

Al-Qur'an. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Tafsir Al-Qur’an tidak bisa dilepaskan dari kehidupan seorang intelektual Muslim. Dalam bidang apapun ia berkecimpung pastinya ia akan mengambil landasan dari Al-Qur’an. Bisa digambarkan bahwa Al-Qur’an adalah lautan ilmu yang darinya mengalir sungai-sungai fan ilmu tertentu.

Ada sungai bernama fan ilmu fikih, sungai bernama fan ilmu tafsir dan masih banyak lagi. Sebagaimana sungai yang memiliki perjalanan dari muara menuju pematang sawah, begitu juga ilmu tafsir yang memiliki perjalanan panjang hingga sampai kepada penafsiran modern seperti sekarang.


Dalam penafsiran, ada bentuk penafsiran Al-Qur’an yang merujuk pada sumber periwayatan tertentu. Ini dinamakan dengan Tafsir bil Ma’tsur atau Tafsir Binnaql. Tafsir ini dari segi corak riwayatnya memiliki 4 jenis, yaitu:

  1. Menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an yang lain.
  2. Menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan hadits Rasulullah.
  3. Menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan sumber pendapat para shahabat.
  4. Menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan sumber pendapat para tabi’in.


Adapun pembukuan Tafsir bil Ma’tsur dari masa ke masa memiliki empat tahapan, yaitu:


Pertama, Tafsir bil Ma’tsur masih satu kesatuan dengan Hadits Nabawi.  Pada masa paling awal ini, para ulama masih belum membukukan Tafsir bil Ma’tsur dalam satu kitab tersendiri. Hal ini dikarenakan Hadits Nabawi lebih dahulu dibukukan daripada Tafsir bil Ma’tsur.  Selain itu, di zaman tersebut, Tafsir bil Ma’tsur masih dianggap sebagai bagian dari Hadits Nabawi.


Hal ini dikarenakan lingkup Hadits Nabawi yang sangat luas mencakup riwayat para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an serta sejarah dan kisah tertentu yang berkaitan dengan turunnya ayat Al-Qur’an. Oleh karena itu, di masa ini kita melihat kitab Al-Muwattha’ karya imam Malik bin Anas mengandung banyak muatan Tafsir bil Ma’tsur. Dan belum ada satu ulama pun di masa imam Malik bin Anas yang membukukan Tafsir bil Ma’tsur dalam satu kitab khusus. 


Kedua, pembukuan penafsiran para sahabat dan tabi’in atas ayat-ayat tertentu. Pada tahapan ini, para ulama ahli hadits membukukan Tafsir bil Ma’tsur dengan lebih rapi. Dimana mereka mengkategorikan hadits mauquf (hadits yang disandarkan kepada sahabat) dan hadits marfu’ (hadits yang disandarkan kepada Nabi) yang berkaitan dengan Tafsir bil Ma’tsur dalam babnya masing-masing.

Tahapan ini dapat kita lihat dalam kitab tafsir karya Ibnu ‘Uyaynah, Pada fase ini, Tafsir bil Ma’tsur belum dibukukan secara urut sesuai urutan ayat dalam Mushaf Al-Qur’an. Selain itu, dalam fase ini belum ada pembahasan I’rab lafadz dalam Al-Qur’an.


Ketiga, pembukuan penafsiran Tafsir bil Ma’tsur sesuai urutan ayat dalam Mushaf Al-Qur’an. Pada tahapan ini, para ulama sangat detail dalam membukukan Tafsir bil Ma’tsur. Diantara yang paling detail adalah tafsir karya Ibnu Jarir ath-Thabari yang secara lengkap menjelaskan I’rab, perbedaan penafsiran para sahabat dan penafsirannya runtut sesuai urutan dalam Mushaf al-Qur’an. Selain itu, Ibnu Jarir ath-Thabari juga menjelaskan sanad hadits dalam penafsiran Tafsir bil Ma’tsur dengan jelas sehingga dapat diketahui kadar kesahihan hadits yang dinukil.


Keempat, pembukuan Tafsir bil Ma’tsur mengalami banyak infiltrasi (ad-dakhil) dalam penafsiran. Hal ini dikarenakan, para ulama di masa ini memasukkan berbagai pemikiran dan pendapat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Selain itu, mereka juga tidak menyebutkan sanad riwayat dengan lengkap sehingga tidak diketahui kadar kesahihan riwayatnya. Misalnya, tafsir karya Ibnu Katsir yang dipenuhi dengan kisah-kisah dan riwayat yang tidak diketahui kesahihannya. 


Jalaluddin as-Suyuthi menggambarkan keadaan di masa ini dalam kitab Al-Itqan:


ثم ألف في التفسير خلائق فاختصروا الأسانيد ونقولوا الأقوال تترى، فدخل هنا الدخيل والتبس الصحيح بالعليل، ثم صار كل من يسنح له قول يورده، ومن يخطر بباله شيء يعتمده.


Artinya: "Kemudian, banyak orang yang menulis tafsir maka mereka meringkas banyak sanad dan menukil banyak pendapat, maka dari sini lahir infiltrasi (ad-dakhil) dan riwayat yang shahih serupa dengan riwayat yang rusak, maka setiap orang yang memiliki pendapat mengutarakannya, dan setiap yang terlintas difikirannya ia yakini.(lihat kitab al-Itqan fi Ulumil Qur’an karya Jalaluddin as-Suyuthi [Darul Fikr Beirut 2003] hal.242)


Adapun 3 shahabat besar yang menjadi sumber periwatan Tafsir bil Ma’tsur, yaitu:


Pertama, Abdullah bin Abbas. Beliau adalah putra dari paman Rasulullah lahir tahun 618 M dan wafat tahun 687 M.  Diantara faktor yang membuat beliau unggul dalam bidang tafsir adalah karena sejak kecil hidup dekat dengan Rasulullah. Ia juga berguru kepada para saahabat yang lebih tua dan sangat mendalami gramatika Bahasa Arab. Diantara muridnya adalah Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Ibnu Juraij dan Abu Thalhah al-Hasyimi.


Selain itu, Rasulullah juga mendoakan sahabat Ibnu Abbas dengan doanya yang terkenal


اللهم فقهه في الدين وعلمه التأويل 


Artinya: “Ya Allah, fahamkan ia (Abdullah bin Abbas) agama dan ajarkan baginya takwil”.(lihat HR.Bukhari)


Kedua, Abdullah bin Mas’ud. Beliau adalah pelayan yang membawakan siwak dan sandal Rasulullah. Beliau adalah golongan pertama yang masuk islam dari penduduk kota Makkah. Beliau wafat tahun 32 Hijriah. Diantara muridnya adalah Masruq, Abu Ma’mar, ad-Dhahhak, dan Abu Wail. Diantara sebab kepakarannya dalam tafsir adalah kesungguhannya dalam mencatat setiap perkara yang berkaitan dengan turunnya ayat Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana ucapan beliau:


والله الذي لا إله غيره ما أنزلت سورة من كتاب الله إلا أنا أعلم أين أنزلت ولا أنزلت آية من كتاب الله إلا أنا أعلم فيما أنزلت 


Artinya: “Demi Allah yang tidak ada tuhan selain-Nya, tidaklah turun suatu surat dari kitabullah (Al-Qur’an) kecuali aku mengetahui dimana diturunkan, dan tidaklah turun suatu ayat dari kitabullah (Al-Qur’an) kecuali aku mengetahui terkait apa diturunkan”.(lihat HR.Bukhari)


Ketiga, Ubay bin Ka’ab. Beliau adalah salah satu penulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah dari kalangan Anshar. Beliau memiliki suara yang indah dan lisan yang fasih. Beliau mengumpulkan seluruh ayat al-Qur’an dalam satu mushaf yang disebut dengan mushaf Ubay bin Ka’ab. Diantara muridnya adalah Abu ‘Aliyah dan ath-Thufail. Diantara pujian Rasulullah kepadanya adalah:


قال رسول الله أقرأ أمتي أبي بن كعب.


Artinya: "Rasulullah bersabda “paling baiknya bacaan al-Qur’an umatku adalah (bacaan) Ubay bin Ka’ab”.(HR.Thabrani) 


Adapun di masa para tabi’in. Tafsir bil Ma’tsur terbagi menjadi tiga kota penting dengan tokoh-tokohnya, yaitu:

  1. Kota Makkah, di antara ulama tafsirnya adalah Mujahid, Thawus bin Kaisan al-Yamani, Atha’ bin Abi Rabbah, Ikrimah dan Sa’id bin Abi Jubair.
  2. Kota Madinah, di antara ulama tafsirnya adalah Zaid bin Aslam, Muhammad bin Ka’ab al-Qardzi, dan Abu ‘Aliyah.
  3. Kota Baghdad, di antara ulama tafsirnya adalah Masruq bin al-Ajda’, Qatadah bin Du’amah, al-Hasan al-Bashri, Atha’ bin Abi Muslim dan Marrah al-Hamdani.


Muhammad Tholchah Al Fayyadl, Wakil Ketua Tanfidziyah PCINU Mesir