Tafsir

Tafsir Al-Isra' Ayat 23: Larangan Menyakiti Orang Tua

Jum, 17 Mei 2024 | 23:00 WIB

Tafsir Al-Isra' Ayat 23: Larangan Menyakiti Orang Tua

Orang tua. (Foto: NU Online/Freepik)

Surah Al-Isra [17] ayat 23 berisi pesan penting tentang bagaimana seharusnya seorang anak berbakti kepada orang tua dan tidak boleh menyakitinya. Ayat ini diawali dengan penegasan tauhid, yaitu perintah untuk menyembah Allah swt.  Dilanjutkan dengan kewajiban untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.


۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا


Wa qaḍā rabbuka allā ta‘budū illā iyyāhu wa bil-wālidaini iḥsānā(n), immā yabluganna ‘indakal-kibara aḥaduhumā au kilāhumā fala taqul lahumā uffiw wa lā tanhar humā wa qul lahumā qaulan karīmā(n).


Artinya: "Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."


Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah, Jilid VII, halaman 442 menjelaskan bahwa ayat ke-23 dalam surah Al-Isra ini menegaskan dua perintah penting dari Allah swt. Pertama, larangan untuk menyembah selain-Nya. Ini merupakan penegasan terhadap tauhid, keyakinan akan keesaan Allah. Perintah kedua ditujukan kepada Nabi Muhammad saw dan seluruh manusia, yaitu berbakti kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.


Ayat ini kemudian memberikan penekanan khusus terkait perilaku terhadap orang tua yang sudah lanjut usia atau lemah. Kita dilarang mengucapkan kata-kata kasar, membentak, atau menunjukkan sikap tidak hormat kepada mereka. Bahkan sekecil apapun hal itu, dan sebesar apapun pengabdian kita terhadap orang tua. Sebaliknya, anak diwajibkan untuk senantiasa berbicara dengan perkataan yang baik, lembut, dan penuh rasa hormat kepada mereka. Ini berlaku dalam setiap percakapan yang kita lakukan dengan mereka.


Perintah ini ditegaskan dengan menyebut kedua orang tua atau salah satunya dalam firman "اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا" yang artinya "jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya mencapai usia lanjut di sisimu."


Bentuk tunggal "al-kibara" (usia lanjut) digunakan untuk menekankan bahwa apapun kondisi orang tua, berdua atau sendiri, maka masing-masing harus mendapat perhatian dan bakti dari anaknya. Ayat ini menutup segala alasan bagi anak untuk tidak berbakti, baik saat kedua orang tua masih hidup bersama maupun hanya tinggal satu.


Pesan berbakti pada orang tua ini berlaku baik ketika orang tua berdua masih hadir atau hanya salah satu dari mereka yang masih ada, anak tetap memiliki tanggung jawab untuk memberikan perhatian kepada mereka. Dalam konteks ini, keberadaan orang tua tunggal atau keduanya bisa memicu sikap tak acuh dari pihak anak.


Anak mungkin merasa terbebani oleh kehadiran orang tua atau mungkin merasa bahwa kehadiran mereka tidak lagi relevan dalam kehidupannya. Namun demikian, ayat ini menegaskan bahwa tidak peduli dengan situasi yang terjadi, anak tetap memiliki kewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tua.


Perhatikan juga bahwa dalam kasus di mana kedua orang tua masih hadir dalam kehidupan anak, anak mungkin merasa terpaksa untuk memberikan perhatian lebih kepada salah satu orang tua karena rasa segan atau kasih sayang yang lebih kuat kepada salah satu di antara mereka. 


Namun, ayat ini mengingatkan bahwa ketika salah satu dari orang tua tersebut meninggal, kewajiban anak untuk berbakti tidak boleh berakhir bersamaan dengan kepergian mereka. Ini menunjukkan bahwa kasih sayang dan penghormatan terhadap orang tua tidak boleh terbatas pada kehadiran fisik mereka.


Sebaliknya, jika hanya satu orang tua yang tinggal bersama anak, anak mungkin merasa terdorong untuk memberikan perhatian lebih kepada orang tua tersebut. Namun, jika kedua orang tua masih ada, anak mungkin merasa alasan untuk mengurangi keterlibatannya dengan dalih biaya atau alasan lainnya.


Ayat ini dengan tegas menegaskan bahwa tidak ada alasan yang dapat dibenarkan bagi seorang anak untuk mengabaikan kewajibannya terhadap kedua orang tua, terlepas dari kondisi atau situasi yang ada. Ini mengingatkan bahwa keberadaan dan peran orang tua dalam kehidupan seorang anak adalah suci dan tidak boleh diabaikan. [Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid VII, [Ciputat: Lentera Hati, 2022] halaman 442].


Tafsir Qurthubi

Syekh Syamsuddin Al-Qurthubi, dalam kitab Tafsir Al-Jami' Li Ahkami Al-Qur'an, Jilid X, halaman 238 menerangkan bahwa Allah swt memerintahkan manusia untuk menyembah dan beribadah hanya kepada-Nya. Ini adalah bentuk tauhid. Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua. Kedudukan berbakti kepada orang tua begitu tinggi, bahkan Allah selalu menyebutkan keduanya bersamaan dengan perintah beribadah kepada-Nya. Allah berfirman;


  وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ  


Artinya "Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak."


Hal ini sama seperti Allah yang selalu memerintahkan kita untuk bersyukur kepada-Nya dan berterima kasih kepada orang tua. Allah berfirman dalam surah Luqman [31] ayat 14:


 اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ


Artinya: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali."


Lebih lanjut, Nabi Muhammad saw menekankan bahwa berbakti kepada orang tua menempati posisi tertinggi setelah shalat, yang merupakan ibadah terpenting dalam Islam. Hal ini dinyatakan dengan kata ‘ثُمَّ’ (kemudian/lalu) yang menunjukkan urutan pentingnya kedua perbuatan tersebut. Nabi bersabda;


 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ؟ قَالَ:" الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا" قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ:" ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ" قَالَ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ:" الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ" 


Artinya: "Dari Abdullah bin Mas'ud Ra, beliau berkata: "Aku bertanya kepada Nabi saw, 'Amalan apa yang paling dicintai Allah SWT?' Beliau menjawab, 'Menjalankan shalat pada waktunya.' Aku bertanya lagi, 'Kemudian apa lagi?' Beliau menjawab, 'Berbakti kepada kedua orang tua.' Aku bertanya lagi, 'Kemudian apa lagi?' Beliau menjawab, 'Jihad di jalan Allah.'"


Termasuk berbakti kepada orang tua, kata Imam Qurthubi, tidak bersikap mencela atau durhaka kepada mereka. Ini penting karena durhaka kepada orang tua merupakan dosa besar yang tidak diragukan lagi.  Penegasan ini diperkuat dengan adanya dalil-dalil yang shahih dari Rasulullah saw, yang menunjukkan betapa pentingnya menghormati dan memuliakan orang tua. 


 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:" إِنَّ مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمَ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ" قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ يَشْتُمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ" نَعَمْ. يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ"


Artinya: "Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya termasuk dosa besar adalah mencaci maki orang tua." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apakah mungkin seseorang mencaci maki orang tuanya?" Rasulullah saw menjawab: "Ya, seseorang mencaci maki ayahnya, maka dia pun dicaci maki ayahnya. Dan dia mencaci maki ibunya, maka dia pun dicaci maki ibunya.


Tak kalah menarik, kata Imam Qurthubi, kewajiban berbakti kepada orang tua tidak dibatasi oleh agama yang dianut orang tua. Meskipun orang tua beragama non-Muslim, kewajiban untuk menghormati dan berbuat baik kepada mereka tetaplah wajib.


Hal ini menunjukkan bahwa bakti kepada orang tua merupakan nilai universal yang melampaui batas agama. Kewajiban ini didasari atas rasa kasih sayang dan penghargaan atas jasa orang tua yang telah melahirkan, mengasuh, dan membesarkan kita. Hal ini berdasarkan surah al-Mumtahanah [60] ayat 8;


لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ


Artinya: "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."


Simak penuturan langsung Imam Qurthubi berikut: 


 لَا يَخْتَصُّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ بِأَنْ يَكُونَا مُسْلِمَيْنِ، بَلْ إِنْ كَانَا كَافِرَيْنِ يَبَرُّهُمَا وَيُحْسِنُ إِلَيْهِمَا إِذَا كَانَ لَهُمَا عَهْدٌ


Artinya: "Kebaikan kepada orang tua tidak terbatas hanya jika mereka beragama Islam. Tetapi, jika mereka Non Muslim, maka berbaktilah kepada mereka dan berbuat baiklah kepada mereka, jika mereka memiliki perjanjian damai."


Meskipun demikian, perlu diingat bahwa bakti kepada orang tua tidak boleh bertentangan dengan syariat agama. Jika orang tua menyuruh kita melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka kita tidak wajib menaatinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Luqman [31] ayat 15:


وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا  ۖ


Artinya: "Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, janganlah patuhi keduanya."


Tafsir Marah Labib

Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Tafsir Marah Labib Jilid I, halaman 522 mengingatkan kita tentang kewajiban menghormati dan berbakti kepada orang tua. Beliau menuturkan bahwa orang tua telah mencurahkan kasih sayang dan pengorbanan yang tak terhingga dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita membalas kebaikan mereka dengan penuh ketulusan, meskipun balasan itu tidak akan pernah sebanding dengan apa yang telah mereka berikan.


Ketika orang tua telah memasuki usia senja, janganlah kita menunjukkan rasa bosan atau tidak sabar dalam merawat mereka. Ingatlah kembali masa kecil kita ketika mereka merawat kita dengan penuh kasih sayang, bahkan saat kita masih bayi yang belum bisa buang air besar dan kecil dengan semestinya. Perlakukanlah mereka dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, seperti saat mereka merawat kita di masa kecil. Jangan merasa terbebani oleh kebutuhan mereka, karena itu adalah kewajiban kita sebagai anak.


Hindari berkata kasar atau menunjukkan rasa jijik kepada orang tua, meskipun mereka telah mengalami kondisi lemah dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Ingatlah bahwa mereka tidak pernah merasa jijik saat merawat kita saat kecil. Jadilah anak yang berbakti dan balaslah kebaikan mereka dengan penuh ketulusan.


 إن يبلغا إلى حالة الضعف وهما عندك في آخر العمر كما كنت عندهما في أول العمر فلا تتضجر لواحد منهما بما تستقذر منه ولا تستثقل من مؤنه، أي ولا تقل له كلاما رديئا إذا وجدت منه رائحة تؤذيك كما أنهما لا يتقذران منك حين كنت تخرأ أو تبول


Artinya: "Jika mereka berdua mencapai usia lanjut dan bersamamu di akhir hayat mereka, sebagaimana mereka bersamamu di awal hayat mereka, maka janganlah engkau merasa bosan dengan salah satu dari mereka karena hal yang menjijikkan bagimu, dan janganlah engkau merasa berat dengan bebannya. Jangan pula katakan kepada mereka perkataan yang buruk jika engkau mencium bau yang tidak sedap dari mereka. Karena mereka pun tidak jijik kepadamu saat engkau buang air besar atau kecil". [Syekh Nawawi Banten, Tafsir Marah Labib, Jilid I, [Beirut: Darul utub Ilmiyah, 1417 H], halaman 522].


Kewajiban untuk berbakti kepada orang tua tidak mengenal batas waktu. Hal ini berarti bahwa seorang anak wajib berbakti kepada orang tuanya selama mereka masih hidup . Bakti ini dapat ditunjukkan dengan berbagai cara, seperti membantu orang tua dalam pekerjaan rumah, mendengarkan nasihat mereka, dan selalu menjaga hubungan baik dengan mereka.


Bahkan, kewajiban berbakti ini tidak berhenti setelah orang tua meninggal dunia. Seorang anak masih bisa menunjukkan rasa baktinya dengan mendoakan orang tuanya, menjaga nama baik mereka, dan meneruskan cita-cita mereka.


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dalam kitab Sunan Abu Daud, diceritakan sahabat dari Bani Salamah bertanya kepada Rasulullah saw, tentang kewajiban untuk berbakti pada orang tua yang telah wafat. Pertanyaan tersebut pun dijawab oleh Nabi  bahwa berbakti kepada orang tua ternyata tetap bisa dilakukan meskipun mereka sudah wafat.


عن أبي أسيد مالك بن ربيعة الساعدي رضي الله عنه قال: بينما نحن عند رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، إذ جاءه رجل من بني سلمة فقال: يا رسول الله، هل بقي عليَّ من بر أبويَّ شيءٌ أبرهما به بعد موتهما؟ قال: «نَعَمْ؛ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا


Artinya: "Dari Abu Said Malik bin Rabi'ah as-Sa'idi ra, beliau berkata: Tatkala kami sedang bersama Rasulullah saw, datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah dan berkata: 'Wahai Rasulullah, apakah masih ada kewajiban berbakti kepada orang tua yang bisa saya lakukan setelah mereka meninggal?' Beliau menjawab: 'Ya, yaitu: (1) Mendoakan mereka (orang tua), (2) Memohonkan ampunan untuk mereka, (3) Memenuhi janji mereka setelah mereka meninggal, (4) Menjalin silaturahim dengan kerabat mereka yang tidak terjalin kecuali melalui mereka, dan (5) Menghormati sahabat-sahabat mereka.'"


Melaksanakan kewajiban untuk berbakti kepada orang tua merupakan sebuah keharusan bagi setiap anak. Hal ini tidak hanya karena perintah agama, tetapi juga karena orang tua telah berjasa besar dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Dengan berbakti kepada orang tua, seorang anak akan mendapatkan banyak manfaat, baik di dunia maupun di akhirat.


Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat