Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah 212: Jangan Terlena dengan Kehidupan Dunia

Kam, 21 Desember 2023 | 16:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah 212: Jangan Terlena dengan Kehidupan Dunia

Foto ilustrasi: NU Online/Freepik

Berikut ini adalah teks, terjemahan, sabab nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat al-Baqarah ayat 212:


زُيِّنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُوْنَ مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۘ وَالَّذِيْنَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِۗ وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ


Zuyyina lilladzîna kafarul-ḫayâtud-dun-yâ wa yaskharûna minalladzîna âmanû, walladzînattaqau fauqahum yaumal-qiyâmah, wallâhu yarzuqu man yasyâ'u bighairi ḫisâb


Artinya: “Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kufur dan mereka (terus) menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan”.


Sabab Nuzul Al-Baqarah 212

Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menyebutkan beberapa riwayat sebab turun surat Al-Baqarah ayat 212:

  1. Menurut riwayat Ibnu Abbas, menyebutkan ayat ini turun untuk Abu Jahal dan para pimpinan Quraisy yang menghina orang-orang fakir dari kalangan umat Islam seperti Abdullah bin Mas’ud, Ammar, Khabbab, Salim hamba sahaya Abu Hudzaifah, Amir bin Fuhairah, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sebab penderitaan meliputi kefakiran, kebahayaan, dan kesabaran atas berbagai bencana yang mereka alami. Hal tersebut sangat kontras dengan kehidupan orang kafir yang berada dalam kesejahteraan.
  2. Riwayat kedua menyebutkan ayat ini turun untuk para pimpinan dan pembesar Yahudi dari kalangan Bani Quraidzah, Nadhir dan Qainuqa’ yang menghina kaum fakir dari kaum Muhajirin yang saat itu terusir dari tanah air mereka dan harta-harta mereka.
  3. Riwayat ketiga bersumber dari Muqatil yang menyebutkan ayat ini turun untuk para orang-orang munafik yakni Abdullah bin Ubay dan golongannya yang menghina orang-orang lemah dari umat Islam dan kaum fakir Muhajirin. (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, cet 1, [Beirut: Darul Fikr], juz VI, hal 5)  


Ragam Tafsir Al-Baqarah 212

Pada ayat ini, dijelaskan bahwa Allah memberikan rasa senang, kenyamanan terhadap orang-orang yang mengufuri nikmatnya di dunia dan menjadikannya layaknya perhiasan sehingga mereka merasa terlena akan hal tersebut. Allah juga menjelaskan bahwa orang-orang kafir yang menghina orang-orang beriman akan ditempatkan pada tempat yang rendah di akhirat kelak.


Para ulama ahli tafsir memberikan beragam penafsiran terkait ayat ini dan hubungannya dengan ayat sebelumnya.


Prof Quraisy Shihab dalam tafsir Al-Misbah memberi penjelasan bahwa ayat ini masih berkaitan dengan ayat sebelumnya yang membahas kedurhakaan Bani Israil. Ia menyampaikan bahwa setelah Allah menyampaikan ancaman dan keadaan Bani Isra’il, ayat berikut menjelaskan mengapa kedurhakaan Bani Israil terjadi. Hal tersebut dikarenakan kehidupan dunia telah dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir oleh setan, bahkan oleh siapa pun, sehingga pikiran dan upaya mereka hanya berkisar pada hal-hal yang bersifat material, kekinian, dan kesenangan sementara. Mereka mengukur segala sesuatu dengan ukuran duniawi atau materi. (Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, [Jakarta: Lentera Hati], Vol I, hal 452)


Sementara itu, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya condong pada riwayat yang menerangkan ayat ini berkenaan pada perilaku orang-orang kafir Makkah waktu itu (Abu Jahal dan pimpinan lainnya) yang menghina kaum fakir dari kalangan orang beriman seperti Abdullah bin Mas’ud, Ammar, Khabbab, Salim hamba sahaya Abu Hudzaifah, Amir bin Fuhairah dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sebab penderitaan yang mereka alami. 


Dalam ayat ini, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa kehidupan dunia dijadikan layaknya perhiasan bagi orang-orang kafir sehingga mereka merasa senang akan hal tersebut dan mereka dibiarkan menghinakan kehidupan orang-orang bertakwa dan beriman kepada Allah. Namun, hal tersebut hanya bersifat sementara. Sebab pada hari kiamat nanti, giliran orang beriman yang akan membalasnya kemudian dengan ditempatkannya mereka pada tempat yang lebih tinggi dari orang-orang kafir. (Al-Bantani, Marah Labid, Juz I, hal 49).


Adapun maksud dari penempatan orang beriman di atas orang kafir, Syekh Nawawi berkata:


وَالَّذِينَ اتَّقَوْا عن الدنيا الشاغلة عن الله تعالى فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ لأن المؤمنين في عليين والكافرين في سجّين ولأنهم في أوج الكرامة وهم في حضيض المذلة، ولأن سخرية المؤمنين بالكفار يوم القيامة فوق سخرية الكافرين بالمؤمنين في الدنيا


Artinya: “Orang-orang yang bertakwa (menjaga diri) dari kesibukan dunia akan berada di atas mereka pada hari Kiamat. Sebab orang-orang beriman ditempatkan pada tempat yang tinggi sedang orang-orang kafir berada di dalam penjara. Orang-orang beriman mendapatkan puncak kemuliaan sedangkan orang kafir berada dalam dasar kehinaan. Juga dikarenakan penghinaan orang-orang beriman terhadap orang-orang kafir di hari Kiamat di atas penghinaan orang-orang kafir terhadap orang-orang beriman di dunia.” (Al-Bantani, 49).


Terkait hal ini, Ibnu Katsir dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa Allah menjadikan kehidupan dunia sebagai perhiasan dan kesenangan bagi orang-orang kafir. Mereka mengumpulkan harta benda dan enggan menggunakannya sesuai dengan perintah Allah, mereka juga menghina orang-orang yang beriman yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah. Oleh karenanya, orang-orang beriman akan mendapatkan kebahagiaan dan derajat yang tinggi pada hari pembalasan kemudian, sedangkan orang-orang kafir akan jatuh ke dalam jurang kehinaan sebab perilakunya. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anul Adzim, [Riyadh, Dar Thayyibah linnasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H] juz I, hal 568).


Dalam kaitannya dengan kehidupan, Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini secara tegas merupakan pemberitahuan terhadap orang-orang beriman, lemahnya pemikiran orang-orang kafir yang lebih memilih kehidupan yang sementara dibanding kehidupan akhirat yang kekal. (Ar-Razi, VI/4).


Kesimpulannya, meski pada ayat ini keterlenaan lebih tertuju kepada orang-orang kafir, namun hal tersebut juga bisa terjadi kepada umat Islam. Sebab, di zaman sekarang bahkan banyak dari umat Islam yang terlena dengan kesibukan dunianya dan meninggalkan akhiratnya. Dapat dipahami bahwa ayat ini juga bisa dikatakan sebagai pemberitahuan sekaligus peringatan kepada umat Islam bahwa kehidupan dunia hanya bersifat sementara dan tidak sepantasnya untuk terlena hingga meninggalkan mempersiapkan untuk bekal kehidupan selanjutnya. Wallahu a’lam


Alwi Jamalulel Ubab, Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah, Jakarta.