Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 177: Ini yang Membuat Hati Jadi Senang

Rab, 22 Februari 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 177: Ini yang Membuat Hati Jadi Senang

Ilustrasi: Al-Quran (Freepik)


Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, sabab nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 177:
 

لَيْسَ الْبِرَّ اَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْاۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ
 

Laisal-birra an tuwallū wujūhakum qibalal-masyriqi wal-maghribi wa lākinnal-birra man āmana billāhi wal-yaumil-ākhiri wal-malā'ikati wal-kitābi wan-nabiyyīn. Wa ātal-māla ‘alā ḫubbihī dzawil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīna wabnas-sabīli was-sā'ilīna wa fir-riqāb. Wa aqāmash-shalāta wa ātaz-zakāh. Wal-mūfūna bi‘ahdihim idzā ‘āhadū, wash-shābirīna fil-ba'sā'i wadh-dharrā'i wa ḫīnal-ba's. Ulā'ikalladzīna shadaqū, wa ulā'ika humul-muttaqūn.

 

Artinya: “Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, melainkan kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab suci, dan nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya; melaksanakan salat; menunaikan zakat; menepati janji apabila berjanji; sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
 

 

Sabab Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 177

Imam Abu Hayyan menyebutkan dalam tafsirnya, ada tiga pendapat terkait sebab turunnya ayat 177 surat Al-Baqarah. 

  1. Bersumber dari riwayat Qatadah, Ar-Rabi’, Muqatil, dan Auf Al-Arabi. Ayat ini turun untuk Yahudi dan Nasrani. Yahudi yang saat itu beribadah menghadap barat dan Nasrani menghadap timur menganggap kebaikan pada diri mereka.
  2. Riwayat Ibnu Abbas, Atha’, Mujahid, Ad-Dhahak dan Sufyan, menjelaskan bahwa ayat ini turun untuk orang mukmin yang bertanya kepada Nabi saw, kemudian turunlah ayat ini. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa dulu ketika seseorang membaca syahadat dan shalat menghadap ke arah manapun kemudian mati, maka ia akan masuk surga. Setelah Nabi Saw hijrah dan turun kewajiban-kewajiban, batasan-batasan syariat dan kiblat dialihkan ke Ka’bah, Allah menurunkan ayat ini.
  3. Sebab turun ayat ini ialah pengingkaran orang-orang kafir kepada umat Islam terhadap pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Korelasi ayat ini dan ayat sebelumnya tampak jelas karena jika memang ayat ini turun untuk ahli kitab, maka pada ayat sebelumnya mereka telah disebut dengan sebutan yang tidak baik, sebab mereka menyembunyikan apa yang diturunkan Allah, dan menggantinya dengan harta yang hina​​​​​. Disebutkan pula apa yang telah disiapkan nantinya untuk mereka. Dalam hal ini tidak ada yang tersisa bagi mereka dalam syiar agama kecuali shalat mereka dan menganggap hal tersebut adalah kebaikan. Kemudian turunlah ayat ini sebagai jawaban. (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhit fi Tafsir, [Beirut, Darul Fikr, 2010 M/1432 H], juz II, halaman 130).


 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 177

Ayat ini secara jelas menjelaskan hakikat melakukan kebaikan bagi umat manusia. Ayat ini menjelaskan bahwa kebaikan dapat diawali dengan beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab, dan utusan-utusan Allah. Kemudian dengan menyejahterakan lingkungan sekitar mulai dari kerabat, anak-anak yatim, orang miskin dan yang lainnya (hubungan sosial/sesama manusia), selain juga tetap menjaga hubungan kepada Allah dengan melaksanakan shalat.
 

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menjelaskan arti ayat 177 surat Al-Baqarah, bahwa kebaikan tidaklah diperoleh dengan menghadapkan wajah ketika shalat ke arah timur (Ka’bah) dan barat (Baitul Maqdis). Melainkan dengan beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab Allah, nabi-nabi Allah. 
 

Juga dengan berbuat baik kepada sesama dengan memberikan hartanya (menyedekahkannya) kepada kerabat, anak-anak yatim yang membutuhkan, orang-orang miskin, ibnu sabil, orang yang meminta-minta karena butuh, budak-budak yang butuh dimerdekakan, mendirikan shalat fardhu, menunaikan zakat, menepati janji baik dengan Allah maupun sesama manusia, dan sabar ketika mendapatkan cobaan, sakit juga kesempitan. 
 

Karena semua itu merupakan ciri-ciri dari orang yang benar-benar bersungguh-sungguh dalam agamanya dan dalam mencari kebaikan. Juga merupakan ciri-ciri orang yang bertakwa dan​​​​​​​ menjaga diri dari kekufuran. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimt Tanzil, juz I, halaman 40).
 

Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini mengandung sejumlah penjelasan agung, kaidah-kaidah universal juga akidah yang lurus. Abu Dzar pernah bertanya kepada Nabi Muhammad Saw tentang iman, kemudian Nabi membacakan ayat ini. Hal tersebut terjadi berulang kali, hingga kali ketiga Nabi menjawabnya dengan berkata: “Jika engkau berbuat baik maka hatimu senang dan jika engkau berbuat keburukan maka hatimu benci.”
 

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa hadits ini munqati’ sebab salah satu periwayatnya yakni Mujahid tidak menjumpai Abu Dzar. 
 

Dalam hal khitab ayat ini, Ibnu Katsir condong terhadap pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini turun untuk ahli kitab dan sebagian umat Islam yang terlihat merasa kurang puas ketika kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Ia menjelaskan hakikat sebenarnya yang dituju ialah taat kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Berikut penjelasannya:
 

وأما الكلام على تفسير هذه الأية فإن الله تعالى لما أمر المؤمنين أولا بالتوجه إلى بيت المقدس ثم حولهم إلى الكعبة شق ذلك على نفوس طائفة من أهل الكتاب وبعض المسلمين فأنزل الله تعالى بيان حكمته فى ذلك وهو أن المراد إنما هو طاعة الله عز وجل وامتثال أوامره والتوجه حيثما وجه واتباع ما شرع فهذا هو البر والتقوى والإيمان الكامل. وليس فى لزوم التوجه إلى جهة من المشرق إلى المغرب بر ولا طاعة إن لم يكن عن أمر الله وشرعه
 

 Artinya: “Terkait tafsir ayat ini, sehubungan Allah mulanya memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk menghadap Baitul Maqdis kemudian memindahkannya ke Ka’bah, hal tersebut memberikan rasa susah kepada hati ahli kitab dan sebagian umat Islam. Allah menjelaskan hikmahnya, bahwa yang dimaksud dalam hal ini hanyalah untuk taat kepada Allah, menjalankan perintah-perintah-Nya, menghadap ke arah manapun yang diperintah, dan​​​​​​ mengikuti hal yang disyariatkan. Ini merupakan kebaikan, takwa, dan iman yang sempurna. Karena tidak akan ada kebaikan maupun ketaatan dengan menghadap timur dan barat jika bukan termasuk perintah dan syariat-Nya. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H], juz I, halaman 485). Wallahu a'lam. 
 

 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.