Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 203: 3 Makna ‘Dzikir pada Hari Terbatas’ dalam Ibadah Haji

Sen, 15 Mei 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 203: 3 Makna ‘Dzikir pada Hari Terbatas’ dalam Ibadah Haji

Ilustrasi: Haji - ihram - umrah (Foto MCH).

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 203:
 

وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡدُودَٰتٖۚ فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوۡمَيۡنِ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِۖ لِمَنِ ٱتَّقَىٰۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّكُمۡ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ 
 

Wadzkurullāha fī ayyāmim ma‘dūdāt, fa man ta‘ajjala fī yaumaini fa lā itsma ‘alaih, wa man ta'akhkhara fa lā itsma ‘alaihi limanittaqā, wattaqullāha wa‘lamū annakum ilaihi tuḫsyarūn.
 

Artinya: “Berdzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya. Siapa yang mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, tidak ada dosa baginya. Siapa yang mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan”.
 

 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 203

Secara garis besar ayat di atas perintah merupakan keempat kalinya untuk memperbanyak berzikir pada hari-hari pelaksanaan haji. Maksud berzikir pada ayat di atas ialah memperbanyak membaca takbir ketika melempar jumrah dan sehabis shalat pada waktu-waktu pelaksanaan haji atau takbir sehabis shalat fardhu. (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith, [Beirut, Darul Fikr], juz II, halaman 318).
 

Pada ayat di atas, Allah memerintahkan orang haji untuk berdzikir pada ‘al-ayyam al-ma’dudat’ atau hari-hari terbatas.Terdapat perbedaan ulama terkait maksud dari ‘al-ayyam al-ma’dudat’ pada ayat di atas:

  1. Maksud dari hari yang disebutkan di atas ialah 3 hari yang dimulai dari hari Idul Adha hingga 2 hari Tasyriq setelahnya (10, 11, 12 Dzulhijjah). Hal ini berdasar riwayat Abdun bin Hamid, Ibnu Abi Dunya, Ibnu Abi Hatim dari Ali bin Abi Thalib berikut:

    أخرج عبد بن حميد وَابْن أبي الدُّنْيَا وَابْن أبي حَاتِم عَن عَليّ بن أبي طَالب قَالَ: الْأَيَّام المعدودات ثَلَاثَة أَيَّام: يَوْم الْأَضْحَى ويومان بعده إذبح فِي أَيهَا شِئْت وأفضلها أَولهَا

    Artinya: “Abdun bin Hamid, Ibnu Abi Dunya, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “Hari-hari terbatas yang dimaksud ialah 3 hari, yaitu hari raya Idul Adha dan 2 hari setelahnya, maka menyembelihlah kalian di hari yang kalian kehendaki, sedangkan yang paling utama ialah hari pertama”.
     
  2. Pendapat  Al-Faryabi, Ibnu Abi Dunya, Ibnul Mundzir dari Ibnu Umar, mengatakan maksudnya ialah 3 hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah).
     
  3. Pendapat dari riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas yang menyebutkan maksud dari hari-hari terbatas di atas ialah 4 hari, hari raya Idul Adha dan 3 hari Tasyriq. (As-Suyuthi, Ad-Durul Mantsur, [Beirut, Darul Fikr], juz I, halaman 534).
 

Imam As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain menyebutkan ayat di atas merupakan perintah untuk berdzikir kepada Allah dengan membaca takbir ketika melempar jumrah pada hari-hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah).
 

Adapun orang-orang yang mempercepat pergi dari Mina pada hari kedua Tasyriq setelah melempar jumrah maka tidak membuatnya mendapatkan dosa. Begitu pula yang mengakhirkannya hingga malam ketiga Tasyriq. Umat Islam diberi pilihan untuk melakukannya.
Hal demikian (peniadaan dosa) diperuntukkan kepada orang-orang yang bertakwa kepada Allah dalam hajinya. (As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain pada Hasyiyatus Shawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2013 M], juz I, halaman 125).
 

Dalam hal ini umat Islam yang melaksanakan ibadah haji diperkenankan untuk memilih antara nafar awal dengan keluar dari Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah atau nafar tsani dengan menginap hingga tanggal 13 Dzulhijjah dan tetap melempar jumrah pada hari itu juga. 
 

Terkait ayat ini, Syekh Ahmad As-Shawi dalam Hasyiyah-nya atas Tafsirul Jalalain memberi gambaran baik bagi yang melaksanakan nafar awal maupun nafar tsani sebagai berikut:
 

وما ذكره المفسر من أن المراد بالأيام المعدودات أيام التشريق الثلاثة هو ما عليه مالك والشافعي, وإطلاق التشريق على الثلاثة اعتبار بمذهب الشافعي. والحاصل أن يوم النحر يفعل فيه رمي جمرة العقبة ثم النحر ثم الحلق ثم طواف الإفاضة, وفي الثاني يرمي ثلاث جمرات يبدأ بالتي تلي مسجد منى ثم بالوسطى ثم يختم بالعقبة, وكذا في الثالث والرابع إن لم يتعجل
 

Artinya: “Apa yang disebutkan oleh mufassir yang mengatakan bahwa maksud dari ‘al-ayyam al-ma’dudat’ ialah 3 hari Tasyriq ialah pendapat Imam Malik dan Imam As-Syafii. Kesimpulannya pada hari raya kurban di dalamnya dilakukan pelemparan jumrah ’aqabah, menyembelih kurban, mencukur rambut, kemudian thawaf ifadhah. Pada hari kedua (hari Tasyriq pertama) melempar 3 jumrah, dimulai dari yang berada di sisi masjid Mina, kemudian jumrah wustha dan diakhiri aqabah. Begitu pula pada hari ketiga dan keempat jika tidak mempercepat pergi (ta’jil). (As-Shawi, Hasyiyatus Shawi ’ala Tafsiril Jalalain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2013 M], juz I, halaman 125).
 

Perintah berdzikir dengan membaca takbir dan mengagungkan Allah pada ayat di atas pun memiliki beragam hubungan makna di dalamnya. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan sebagai berikut:
1.    Berdzikir, membaca takbir dan mengagungkan Allah pada saat menyembelih hewan kurban. Baik disembelih pada hari raya maupun hari Tasyriq.
2.    Berdzikir membaca takbir sehabis shalat dan mutlak dalam setiap keadaan. Dengan waktu yang paling masyhur dimulai dari sehabis Subuh hari Arafah hingga shalat Ashar di hari terakhir Tasyriq.
3.    Membaca takbir dan berdzikir kepada Allah ketika melempar tiap jumrah pada tiap hari Tasyriq. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil ’Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wat Tauzi’: 1999 M/ 1420 H] juz I, halaman 561).
 

Di akhir ayat Allah secara tegas memberi peringatan kepada oran​​​​​​​g yang haji untuk tetap bertakwa kepada-Nya. Allah juga mengingatkan bahwa semua umat manusia pada akhirnya akan dikembalikan kepada-Nya untuk dibalas semua amal perbuatannya di dunia.
 

Kesimpulannya, ayat di atas menjelaskan pentingnya berdzikir kepada Allah dan​​​​​​​ juga murahnya Allah dalam memberi aturan syariat kepada hamba-Nya yang bertakwa. Allah memberi pilihan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa untuk memilih melakukan hal yang terbaik yang dapat dilakukan dalam rangkaian ibadah haji. Wallahu a’lam.

 

 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.