Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 261: Balasan bagi Orang yang Berinfak di jalan Allah

Selasa, 11 Februari 2025 | 11:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 261: Balasan bagi Orang yang Berinfak di jalan Allah

Ilustrasi memberi. Sumber: Canva/NU Online

Setelah menjelaskan kekuasaan-Nya menghidupkan makhluk yang telah mati, Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 261 ini beralih menjelaskan perumpamaan terkait balasan yang berlipat ganda bagi orang yang berinfak di jalan Allah. 


Hubungan antara infak dengan hari kebangkitan erat sekali. Seseorang tidak akan mendapat pertolongan apa pun dan dari siapa pun pada hari kebangkitan, kecuali dari hasil amalnya sendiri selama hidup di dunia, antara lain amal berupa infak di jalan Allah. 


Ayat 261 ini memuat penjelasan tentang perumpamaan kemuliaan infak di jalan Allah SWT sekaligus mengandung perintah untuk berinfak di jalan Allah. Selain itu, dalam ayat ini terdapat perumpamaan yang diberikan oleh Allah untuk melipatgandakan pahala bagi siapa saja yang berinfak di jalan Allah hanya untuk menggapai ridha-Nya. Satu kebaikan pahalanya dilipatkan sepuluh kali lipat sampai 700 kali lipat. 


Berikut ini disajikan teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan beberapa tafsir ulama mengenai Surat Al-Baqarah ayat 261:


مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ۝٢٦١


matsalulladzîna yunfiqûna amwâlahum fî sabîlillâhi kamatsali ḫabbatin ambatat sab‘a sanâbila fî kulli sumbulatim mi'atu ḫabbah, wallâhu yudlâ‘ifu limay yasyâ', wallâhu wâsi‘un ‘alîm


Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)


Korelasi dengan Ayat Sebelumnya

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsirul Munir-nya jilid III (Damaskus: Darul Fikr, 1991: 43) mengatakan bahwa ayat-ayat sebelumnya telah menjelaskan tentang masalah al-ba'tsu (kebangkitan dari kematian), bahwa seluruh manusia akan dibangkitkan kelak di akhirat untuk menerima balasan mereka secara sempurna dan tanpa batas. 


Di dalam ayat ini, dijelaskan tentang keutamaan berinfak di jalan Allah SWT banyak sekali, seperti untuk menyebarkan ilmu, usaha memberantas kemiskinan, kebodohan dan penyakit.


Hubungan antara infak dengan hari kebangkitan erat sekali. Seseorang tidak akan mendapat pertolongan apa pun dan dari siapa pun pada hari kebangkitan, kecuali dari hasil amalnya sendiri selama hidup di dunia, antara lain amal berupa infak di jalan Allah. 


Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 261

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsirul Munir-nya jilid III (Damaskus: Darul Fikr, 1991: 42) memaparkan sebuah riwayat dari Al-Kalbi yang mengatakan:


نزلت في عثمان بن عفان وعبد الرحمن بن عوف، أما عبد الرحمن بن عوف فإنه جاء إلى النّبي ﷺ بأربعة آلاف درهم صدقة، فقال: كان عندي ثمانية آلاف درهم، فأمسكت منها لنفسي ولعيالي أربعة آلاف درهم، وأربعة آلاف أقرضتها ربي، فقال له رسول الله ﷺ: بارك الله لك فيما أمسكت وفيما أعطيت. وأما عثمان، فقال: عليّ جهاز من لا جهاز له في غزوة تبوك، فجهّز المسلمين بألف بعير بأقتابها وأحلاسها، وتصدّق برومة ركية كانت له على المسلمين ، فنزلت فيهما هذه الآية.


Artinya: “Ayat ini turun berkaitan dengan diri Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Adapun Abdurrahman bin Auf, suatu ketika ia datang kepada Rasulullah SAW sambil membawa uang sebanyak empat ribu dirham untuk ia sedekahkan. 


Ia berkata, ‘Saya memiliki uang sebanyak delapan ribu dirham, empat ribu dirham saya pergunakan untuk memenuhi kebutuhan saya dan keluarga, sedangkan yang empat ribu dirham lagi saya sedekahkan karena Allah.’ Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Semoga Allah memberkahi untukmu uang yang kamu pergunakan sendiri dan uang yang kamu sedekahkan.’ 


Adapun kisah Utsman bin Affan adalah bahwa pada perang Tabuk beliau berkata, ‘Saya yang menanggung segala keperluan dan bekal bagi orang-orang yang tidak memiliki bekal pada perang Tabuk.’ Lalu ia mempersiapkan seribu unta lengkap dengan tempat menaruh barang dan alas pelana. Ia juga menyedekahkan sumur rumah yang menjadi miliknya untuk keperluan seluruh kaum Muslimin. 


Lalu turunlah ayat ini berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan tersebut.”


Selain riwayat di atas, Syekh Wahbah juga mengutip riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudhri sebagai berikut:


رأيت رسول الله ﷺ رافعا يده يدعو لعثمان، ويقول: «يا ربّ، إن عثمان بن عفان رضيت عنه، فارض عنه» فما زال رافعا يده حتى طلع الفجر، فأنزل الله تعالى فيه: ﴿مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ﴾ الآية


Artinya: “Suatu ketika, saya melihat Rasulullah saw. mengangkat kedua tangan memanjatkan doa untuk Utsman bin Affan ra., di dalam doa tersebut, beliau berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya hamba telah ridha kepada Utsman, maka ridhailah ia.’ Beliau saw. terus mengangkat keduan tangan dan berdoa hingga terbit fajar. Lalu Allah SWT menurunkan ayat, مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ.


Tafsir Al-Qurthubi

Imam Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi-nya jilid III (Kairo, Darul Kutub Al-Mishriyyah, 1964: 303) mengatakan bahwa lafal dari ayat ini merupakan contoh penjelasan betapa bernilainya dan tingginya pahala bersedekah di jalan Allah, lalu diikuti pula dengan anjuran untuk melakukannya.


Lebih jauh, beliau juga mengatakan bahwa perkiraan dalam ayat ini telah menyerupakan orang yang bersedekah dengan orang yang menanam benih, sedangkan sedekahnya diserupakan dengan benih yang ditanamnya, lalu Allah swt. akan mengganjar setiap benih yang ditanam (setiap kebaikan) dengan tujuh ratus pahala.


Kemudian, lanjut Imam Qurthubi, setelah itu, ditambah lagi dengan firman-Nya, وَاللَّهُ يُضاعِفُ لِمَنْ يَشاءُ (Allah melipatgandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki), maksudnya menambahkan lagi kelipatan dari tujuh ratus pahala tadi.


Dengan begitu, maka seorang yang bersedekah sama halnya seperti orang yang menanam satu butir benih. Jika yang menanam ini tekun pada pekerjaannya, dengan menggunakan benih yang baik, dan ditanam di atas tanah ladang yang baik pula, maka hasilnya pun akan memuaskan hatinya, karena hasil panennya sungguh sangat melimpah.


Begitu pula halnya dengan orang yang bersedekah, jika ia adalah seorang yang baik dan taat, harta yang disedekahkan pun dicari dari jalan yang halal, lalu diserahkan di tempat yang tepat, maka pahalanya pun akan semakin berlimpah ruah.


At-Tafsirul Munir

Syekh Wahbah Zuhaili dalam at-Tafsirul Munir-nya jilid III (Damaskus: Darul Fikr, 1991: 43) mengatakan bahwa ayat ini memuat penjelasan tentang perumpamaan kemuliaan infak di jalan Allah SWT sekaligus mengandung perintah untuk berinfak di jalan Allah.
 

Lebih jauh, beliau juga mengatakan, dalam ayat ini terdapat perumpamaan yang diberikan oleh Allah SWT untuk melipatgandakan pahala bagi siapa saja yang berinfak di jalan Allah SWT hanya untuk menggapai ridha-Nya. Satu kebaikan, lanjut Syekh Wahbah, pahalanya dilipatkan sepuluh kali lipat sampai 700 kali lipat. 


Selain itu, papar Syekh Wahbah, dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan tentang bentuk atau sifat sedekah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang berinfak di jalan ketaatan kepada Allah SWT untuk menggapai ridha-Nya dan untuk mendapatkan pahala yang baik seperti menyebarkan ilmu, jihad, mempersiapkan senjata, untuk haji, membela negara, melindungi keluarga atau yang lainnya, adalah seperti sebuah biji yang ditanam di sebuah tanah yang subur; lalu biji tersebut menumbuhkan tujuh bulir; di dalam setiap bulir terdapat 100 butir biji.


Penjelasan Pakar Pertanian mengenai Logika Pelipatgandaan Sebuah Biji
Merujuk Syekh Wahbah, para pakar pertanian menegaskan, sebuah biji gandum, padi atau jagung atau yang lainnya, jika ditanam, maka tidak hanya menumbuhkan satu bulir saja, akan tetapi jauh lebih banyak, hingga bisa mencapai 40 hingga 70 bulir. 


Sedangkan tiap-tiap bulir bisa mengandung lebih dari 100 biji, dan menurut penelitian ada bulir yang bisa mengandung 100 tujuh biji. Ini adalah gambaran tentang dilipatgandakan pahala orang yang bersedekah (hlm. 43-44).

 

Bercocok Tanam adalah Pekerjaan Paling Mulia

Merujuk Syekh Wahbah, dalam ayat ini juga mengandung pemahaman bahwa bercocok tanam adalah pekerjaan yang paling mulia. Oleh karena itu, Allah SWT menjadikannya sebagai bahan perumpamaan. Di dalam kitab Shahih Muslim, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,


ما من مسلم يغرس غرسا، أو يزرع زرعا، فيأكل منه طير، أو إنسان، أو بهيمة، إلا كان له صدقة


Artinya: “Tidak ada seorang Muslim yang menanam pohon atau menanam benih, lalu sebagian tanaman tersebut dimakan burung, manusia atau hewan, kecuali itu menjadi sedekah baginya.”


Selain itu, Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Sayyidah Aisyah, beliau berkata, Rasulullah bersabda, 


التمسوا الرزق في خبايا الأرض


Artinya: “Carilah rezeki di dalam biji-biji yang terpendam di dalam bumi (maksudnya adalah bercocok tanam).”


Lebih jauh, Syekh Wahbah juga mengatakan, bercocok tanam hukumnya adalah fardhu kifayah. Oleh karena itu, seorang Imam atau pemimpin harus memaksa masyarakat untuk melakukan cocok tanam dan menanam pohon-pohonan. (hlm. 47)


Dari semua paparan di atas, kita dapat memahami bahwa surat Al-Baqarah ayat 261 ini mengandung bahasan utama mengenai perumpamaan kemuliaan berinfak di jalan Allah SWT sekaligus mengandung perintah untuk berinfak di jalan Allah. 


Selain itu, dalam ayat ini terdapat perumpamaan yang diberikan oleh Allah untuk melipatgandakan pahala bagi siapa saja yang berinfak di jalan Allah SWT hanya untuk menggapai ridha-Nya. Satu kebaikan pahalanya dilipatkan sepuluh kali lipat sampai 700 kali lipat. Wallahu a'lam.    


Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.