Tafsir Surat Al-Insan Ayat 2: Penciptaan Manusia dari Setetes Mani
Kamis, 15 Agustus 2024 | 15:00 WIB
Zainuddin Lubis
Penulis
Surat Al-Insan ayat 2 menegaskan proses awal penciptaan manusia yang berasal dari setetes mani yang bercampur, yaitu sperma laki-laki dan ovum perempuan. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan dari nuthfah, yang merupakan campuran dari sperma dan ovum.
Unsur-unsur ini bersumber dari sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan, dan kemudian keluar secara berpancaran. Penciptaan manusia dari komponen-komponen ini merupakan tanda kebesaran Allah, yang menciptakan manusia dengan tahap-tahap yang begitu teliti dan penuh hikmah.
Lebih lanjut, ayat ini juga menjelaskan bahwa tujuan utama penciptaan manusia dari setetes mani tersebut adalah untuk mengujinya. Allah menciptakan manusia tidak hanya sebagai makhluk fisik, tetapi juga sebagai makhluk yang memiliki tanggung jawab moral dan spiritual. Manusia diberi perintah dan larangan sebagai bagian dari ujian kehidupan, yang bertujuan untuk mengukur ketaatan dan ketakwaan mereka kepada Allah.
اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًا ۢ بَصِيْرًا ٢
Baca Juga
Alasan Mandi Setelah Keluar Air Mani
Innâ khalaqnal-insâna min nuthfatin amsyâjin nabtalîhi fa ja‘alnâhu samî‘an bashîrâ
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur. Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) sehingga menjadikannya dapat mendengar dan melihat."
Tafsir Al-Misbah
Dalam kitab tafsirnya, Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat kedua dari Surat Al-Insan menggambarkan proses awal penciptaan manusia serta tujuan dari penciptaan tersebut. Ayat ini menegaskan bahwa seluruh umat manusia, kecuali Nabi Isa AS, diciptakan dari setetes mani yang bercampur, yang berasal dari sperma laki-laki dan indung telur wanita. [Tafsir Al-Misbah, Jilid XIV, [Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2002], halaman 653].
Proses ini merupakan langkah awal dalam penciptaan manusia sebagai keturunan Adam dan Hawa. Penciptaan ini bukanlah sekadar proses biologis, melainkan juga memiliki tujuan spiritual yang mendalam, yaitu untuk menguji manusia melalui berbagai perintah dan larangan dari Allah.
Setelah manusia diciptakan, lanjut Profesor Quraish Shihab, Allah memberikan kemampuan kepada mereka untuk mendengar dan melihat. Ini bukan hanya kemampuan fisik untuk mendengar dengan telinga dan melihat dengan mata, tetapi juga kemampuan batin untuk mendengar tuntunan Ilahi dan melihat serta memahami ayat-ayat Allah. Dengan kata lain, manusia diberi potensi untuk merenungkan dan memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta, serta untuk mengikuti petunjuk-Nya dalam menjalani kehidupan di dunia sebagai bentuk ujian. [halaman 653].
Kata amsyaj adalah bentuk jamak dari kata misyj yang terambil dari kata masyaja ( مَشَجَ) yakni bercampur. Nuthfah/sperma (نطفة) yang amsyaj adalah yang telah bercampur dengan indung telur wanita. Keduanya memiliki peranan yang sama dalam pembentukan benih yang masuk ke dalam rahim wanita.
Kemudian, Profesor Quraish Shihab, menjelaskan makna ayat secara per kata. Kata amsyaj [اَمْشَاجٍۖ] dalam ayat ini berasal dari kata misyj (مشج) yang berarti campuran. Kata tersebut merujuk pada nuthfah [نطفة] yang telah bercampur, yang menunjukkan adanya proses biologis di mana sperma dan sel telur bergabung dan saling berperan dalam pembentukan awal kehidupan manusia. Proses ini menandakan bahwa penciptaan manusia melibatkan keterlibatan kedua orang tua secara seimbang.
Tafsir Thabari
Ibnu Jarir Thabari, dalam kitab tafsirnya, menafsirkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari nutfah amshaj, yang berarti "setetes mani yang bercampur". Penafsiran ini mengacu pada proses biologis penciptaan manusia yang melibatkan pertemuan sperma laki-laki dan sel telur perempuan. Melalui penyatuan inilah, keturunan Adam, yaitu seluruh umat manusia, diciptakan.
Ayat ini menunjukkan proses penciptaan manusia yang dimulai dari sesuatu yang sangat kecil dan sederhana, yaitu setetes air mani, yang kemudian berkembang menjadi makhluk yang sempurna. Imam Thabari menyebutkan:
وقوله: (إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ) يقول تعالى ذكره: إنا خلقنا ذرّية آدم من نطفة، يعني: من ماء الرجل وماء المرأة
Artinya: "Firman Allah, [Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur], "Allah Ta'ala berfirman: Sesungguhnya Kami menciptakan keturunan Adam dari setetes air mani, yaitu dari air laki-laki dan air perempuan." [Tafsir Thabari, Jilid XXIV, [Mekkah: Darul Tarbiyah wa Turats, tt], halaman 88].
Sementara itu, yang dimaksud dengan nutfah amshaj [ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ], atau air mani yang bercampur, dalam ayat di atas, kata Imam Thabari, ulama memiliki perbedaan pendapat. Namun, pendapat yang dianggap paling tepat adalah bahwa air mani yang bercampur merujuk pada perpaduan antara sperma pria dan sel telur wanita.
Alasannya, Al-Qur'an menggambarkan air mani tersebut sebagai "campuran" atau "amsyaj", yang mengindikasikan adanya dua unsur berbeda yang bergabung. Ketika campuran ini berubah menjadi segumpal darah, maka ia sudah bukan lagi air mani, sehingga tidak relevan untuk menyebutnya sebagai "campuran".
Adapun pendapat lain yang mendefinisikan nuṭfatin amsyājin bahwa air mani pria memiliki dua warna, yaitu putih dan merah, dianggap kurang tepat. Sebab, secara umum air mani pria hanya memiliki satu warna, yaitu putih kekuningan. [halaman 91]
Tafsir Qurthubi
Sementara Imam Qurthubi menjelaskan makna [اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ], sebagai : "Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia", yang dimaksud dengan "manusia" di sini adalah anak Adam, dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini. Penjelasan ini menggarisbawahi kesepakatan bahwa manusia yang diciptakan Allah adalah manusia secara umum, yaitu keturunan Nabi Adam as. [al-Jami' Li Ahkami Al-Qur'an, Jilid XIX, [Kairo: Darul Kutub al Mishriyah, 1964], halaman 121].
Selanjutnya, makna dari frasa [مِنْ نُّطْفَةٍ], yang berarti "dari setetes air" merujuk pada air mani, yaitu cairan reproduksi pria. Kata "nuthfah" digunakan untuk menggambarkan sedikitnya jumlah air dalam wadah, dan oleh karena itu, ia menunjukkan asal usul manusia yang sangat kecil dan sederhana, yang kemudian berkembang menjadi makhluk yang kompleks.
Adapun amsyaj [اَمْشَاجٍۖ] : "yang bercampur", mengutip penjelasan Ibnu Abbas ra, "amsyaj" merujuk pada campuran antara air mani laki-laki dan perempuan, di mana air mani laki-laki yang berwarna putih dan kasar bercampur dengan air mani perempuan yang berwarna kuning dan lembut. Proses penciptaan manusia menurut Ibnu Abbas melibatkan kontribusi masing-masing jenis air mani. Air mani laki-laki memberikan kontribusi pada pembentukan saraf, tulang, dan kekuatan, sementara air mani perempuan berperan dalam pembentukan darah, daging, dan rambut.
Lebih jauh lagi, ayat ini menggambarkan tahapan penciptaan manusia. Ayat ini mencakup fase awal berupa air mani, diikuti dengan fase segumpal darah, segumpal daging, kemudian pembentukan tulang yang dibalut dengan daging. Penjelasan ini sejalan dengan firman Allah dalam Surat Al-Mukminun Ayat 12-14, yang menjelaskan proses penciptaan manusia dari fase demi fase dengan detail yang menggambarkan keajaiban ciptaan Tuhan.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ ۚ [12] ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ ۖ [13] ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخٰلِقِيْنَۗ [14]
Artinya: "Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang berasal) dari tanah. [12]. Kemudian, Kami menjadikannya air mani di dalam tempat yang kukuh (rahim). [13]. Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah). Lalu, sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging. Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta. [14]"
Tafsir Mafatihul Ghaib
Imam Fakhruddin ar-Razi dalam tafsir Mafatihul Ghaib, memberikan penjelasan mengenai proses penciptaan manusia dari nutfah [air mani]. Asal mula penciptaan manusia adalah dari tanah liat. Namun, setelah tahap awal tersebut, Allah SWT kemudian mengubah hakikat manusia menjadi nutfah yang berada di dalam tulang punggung para ayah [laki-laki]. Nutfah yang terbentuk kemudian dikeluarkan melalui persetubuhan dan masuk ke dalam rahim wanita. Rahim inilah yang kemudian menjadi tempat yang kokoh bagi nutfah untuk berkembang menjadi janin.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S ath-Tariq ayat 7;
يَّخْرُجُ مِنْۢ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَاۤىِٕبِۗ
Artinya: "yang keluar dari antara tulang sulbi (punggung) dan tulang dada."
Sejatinya, rahim memiliki peran yang sangat krusial sebagai tempat bertemunya air mani (nutfah) dan sel telur. Setelah pertemuan ini terjadi, rahim berfungsi sebagai wadah yang kokoh bagi nutfah untuk bertumbuh dan berkembang. Lingkungan di dalam rahim dirancang sedemikian rupa sehingga menyediakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan embrio. Nutrisi yang dibutuhkan oleh embrio disuplai melalui dinding rahim, dan rahim juga berperan dalam melindungi embrio dari berbagai gangguan eksternal.
Dinding rahim yang tebal dan kuat memberikan perlindungan bagi janin yang sedang berkembang. Selain itu, kontraksi otot rahim selama kehamilan juga memiliki peran penting dalam menjaga posisi janin dan mempersiapkan tubuh untuk proses persalinan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rahim tidak hanya berfungsi sebagai tempat fisik bagi pertumbuhan janin, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perkembangan kehidupan baru.
وَمَعْنَى جَعْلِ الْإِنْسَانِ نُطْفَةً أَنَّهُ خَلَقَ جَوْهَرَ الْإِنْسَانِ أَوَّلًا طِينًا، ثُمَّ جَعَلَ جَوْهَرَهُ بَعْدَ ذَلِكَ نُطْفَةً فِي أَصْلَابِ الْآبَاءِ فَقَذَفَهُ الصُّلْبُ بِالْجِمَاعِ إِلَى رَحِمِ الْمَرْأَةِ فَصَارَ الرَّحِمُ قَرَارًا مَكِينًا لِهَذِهِ النُّطْفَةِ
Artinya: "Firman Allah Ta'ala: 'Kemudian Kami jadikan dia (manusia) nutfah (air mani) dalam tempat yang kokoh.' Dan makna menjadikan manusia nutfah adalah bahwa Allah menciptakan hakikat manusia pertama kali dari tanah liat, kemudian Dia menjadikan hakikatnya setelah itu nutfah di dalam tulang punggung para ayah. Lalu tulang punggung mengeluarkannya melalui persetubuhan ke dalam rahim wanita, sehingga rahim menjadi tempat yang kokoh bagi nutfah ini." [Tafsir Mafatihul Ghaib, Jilid XXIII, [Beirut: Dar Ihya at Turats al-Arabi, 1420 H] halaman 265]
Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa manusia diciptakan dari "nuthfah amsyaj" yaitu setetes mani yang bercampur, yang dalam konteks ini merujuk pada campuran antara sperma laki-laki dan ovum perempuan yang bertemu dan membentuk awal mula kehidupan manusia. Proses penciptaan ini menunjukkan kekuasaan Allah dalam membentuk manusia dari sesuatu yang sangat sederhana, yaitu setetes cairan yang pada awalnya tidak memiliki bentuk dan tidak berarti. Dari setetes mani yang bercampur ini, Allah kemudian membentuk manusia secara bertahap hingga menjadi makhluk yang sempurna dengan berbagai kelebihan, seperti kemampuan mendengar dan melihat.
Terpopuler
1
Temui Menkum, KH Ali Masykur Musa Umumkan Keabsahan JATMAN 2024-2029
2
Baca Doa Ini untuk Lepas dari Jerat Galau dan Utang
3
Cara KH Hamid Dimyathi Tremas Dorong Santri Aktif Berbahasa Arab
4
Jadwal Lengkap Perjalanan Haji 2025, Jamaah Mulai Berangkat 2 Mei
5
Apel Akbar 1000 Kader Fatayat NU DI Yogyakarta Perkuat Inklusivitas
6
Pengurus Ranting NU, Ujung Tombak Gerakan Nahdlatul Ulama
Terkini
Lihat Semua