Tafsir

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 18

Sab, 24 April 2021 | 23:00 WIB

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 18

Dalam ayat 18 Allah menjelaskan orang yang pertobatannya tidak diterima dan ancaman azabnya. (hamzetwasl.net)

Berikut ini adalah Surat An-Nisa ayat 18 berikut terjemahan dan beberapa tafsir seputarnya:


وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ، أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا 


Walaisatit taubatu lilladzîna ya’malûnas sayyi-âti hattâ idzâ hadhara ahadaumul mautu qâla innî tubtul âna walalladzîna yamûtûna wahum kuffâr, ulâika a’tadnâ lahum ‘adzâban alîmâ. 


Artinya, “Tidaklah tobat diperuntukkan bagi orang-orang yang melakukan berbagai keburukan sehingga ketika kematian mendatangi salah satu dari mereka ia berkata: ‘Sungguh aku bertobat sekarang’; dan tidak diperuntukkan bagi orang-orang yang mati dalam kondisi kafir. Mereka itu kami siapkan baginya azab yang sangat pedih.”


Ragam Tafsir 

Setelah menjelaskan syarat tobat yang diterima dalam ayat 17 surat An-Nisa’, kemudian dalam ayat 18 Allah menjelaskan orang yang pertobatannya tidak diterima dan ancaman azabnya.


Pembahasan pertama, orang yang pertobatannya tidak diterima ada dua, yaitu orang yang baru bertobat saat ajal tiba dan orang yang mati dalam dalam kondisi kafir. Orang yang pertama ditunjukan dalam frasa: 


وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ 


Artinya, “”tidaklah tobat diperuntukkan bagi orang-orang yang melakukan berbagai keburukan sehingga ketika kematian mendatangi salah satu dari mereka ia berkata: ‘Sungguh aku bertobat sekarang.”  


Maksudnya penerimaan tobat tidak berlaku bagi orang yang terus-menerus melakukan dosa—baik orang kafir maupun orang beriman—yang tidak bertobat hingga nyawa sampai tenggorokan saat ajal menjemputnya. Sebab dalam kondisi demikian manusia akan melihat tempat kembalinya apakah surga atau neraka, dan tampaklah kebahagiaan atau kesusahan padanya. Diriwayatkan: 


لَنْ يَخْرُجَ أَحَدُكُمْ مِنَ الدُّنْيَا حَتَّى يَعْلَمَ أَيْنَ مَصِيْرَهُ وَحَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ أَوِ النَّارِ أخرجه ابن أبي الدنيا وله شاهد في الصحيحين


Artinya, “Tidaklah salah seorang dari kalian akan keluar dari dunia sehingga ia melihat kemana tempat kembalinya dan kemana tempat tinggalnya, surga atau neraka.” (HR. Ibn Abid Dunya. Hadits ini punya syahid dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim). 


Ketika itu, waktu taklîf atau ujian di dunia sudah habis dan tinggal menunggu akhir nasib di akhirat. Penyesalan dan pertobatannya tidak berguna, sebagaimana keimanan Fir’aun saat tenggelam di lautan juga tidak berguna. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, [Bairut: Dar al-Fikr, 1425 H/2006 M], juz I, halaman 158); (Ahmad bin Muhammad as-Shawi, Hasyiyyatus Shawi ‘ ala Tafsiril Jalalain, [Beirut, Darul Fikr: 1424 H/2004 M], editor: Shidqi Muhammad Jamil, juz I, halaman 278); dan (Muhammad bin Muhammad Al-Husaini Az-Zabidi, Ithâfussâdatil Muttaqîn, [Bairut: Muassasatut Târîkhil ‘Arabi, 1414 H/1991 M], juz X, halaman 266).


Orang kedua yang tidak diterima tobatnya disebut dalam frasa: وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ “dan tobat tidaklah diperuntukkan bagi orang-orang yang mati dalam kondisi kafir”. Maksudnya keimanan atau pertobatan mereka dari kekufuraan di akhirat saat secara kasat mata melihat azab Allah tidak diterima oleh-Nya. (Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr, juz I, halaman 158).


Dalam hal ini Abu Dzar Al-Ghifari RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW:


إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ لِعَبْدِهِ مَا لَمْ يَقَعِ الْحِجَابُ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا الْحِجَابُ؟ قَالَ: أَنْ تَمُوتَ النَّفْسُ مُشْرِكَةً.( هذا حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه)


Artinya, “Sungguh Allah akan mengampuni hambanya selama belum turun penghalang. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah SAW: ‘Wahai Rasulullah, apakah penghalang itu?’ Beliau menjawab: ‘Yaitu orang mati dalam kondisi musyrik’.” (HR. Al-Hakim. Sanadnya shahih, namun Al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya).


Pembahasan kedua, ancaman azab bagi orang yang tidak bertobat dijelaskan dalam frasa: أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا “mereka itu kami siapkan baginya azab yang sangat pedih”. Para mufassir mempunyai kecenderungan berbeda terkait cakupan frasa akhir ayat ini. Syekh Sulaiman Al-Jamal menyatakan ayat ini bisa mencakup kedua kelompok orang yang tidak diterima tobatnya itu, sementara menurut Imam Fakhruddin Ar-Razi boleh saja frasa ini dibatasi hanya mencakup orang yang mati dalam kondisi kafir saja. Sebab isim isyârah أُولَئِكَ semestinya kembali kepada frasa yang terdekat sebagaimana isim dhamîr. 


Secara runtut Imam Ar-Razi menjelaskan, dalam ayat pertama-tama Allah menjelaskan bahwa orang-orang fasik—yang tetap beriman—yang baru bertobat saat ajal tiba tobatnya tidak diterima, kemudian setelah itu baru menjelaskan orang-orang kafir yang bertobat dari kekufurannya setelah kematiannya juga tidak diterima. Sementara itu tidak diragukan lagi bahwa perbuatan dan derajat orang kafir di sisi Allah lebih buruk dan lebih rendah dari pada  orang fasik.


Oleh Karenanya boleh-boleh saja frasa akhir ayat أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا hanya mencakup atau hanya menjadi penjelas bagi orang-orang kafir yang baru bertobat setelah kematiannya. Karena kekufurannya itulah maka Allah menimpakan azab dan kehinaan melebihi orang-orang fasik. (Sulaiman bin Umar Al-Jamal, Al-Futûhâtul Ilâhiyyah bi Taudhîhi Tafsîril Jalâlain, [Beirut, Dâr Ihyâ’it Turâtsil ‘Arabi: tth.], juz I, halaman 367); dan (Fakhruddin Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Fakhr ar-Razi, [Beirut, Darul Fikr: tth.], juz X, halaman 9). Wallâhu a’lam.


Ahmad Muntaha AM-Founder Aswaja Muda