Tafsir

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 13-14

Sen, 15 Februari 2021 | 09:00 WIB

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 13-14

Penegasan Allah agar manusia mematuhi berbagai hukum-Nya dikuatkan dengan janji siapapun yang menaatinya maka akan dimasukkan ke surga selamanya dan menjadi keberuntungan yang besar baginya.

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat An-Nisa ayat 13-14:

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا، وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (13) وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ (14


Tilka hudūdullāh, wa man yuthi’illāha wa rasūlahū yudkhilhu jannātin tajrī min tahtihal anhāru khālidīna fī hā, dzālikal fauzul ‘azhīm (13). Wa man ya’shillāha wa rasūlahū wa yata’adda hudūdahū yudkhilhu nāran khālidan fī hā, wa lahū ‘adzābum muhīnun (14).


Artinya, “(13) Itulah batas-batas hukum Allah. Siapa saja taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (14) Siapa saja mendurhakai Allah dan rasul-Nya, dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka, ia kekal di dalamnya dan akan mendapat azab yang menghinakan.” (Surat An-Nisa ayat 13-14).


Ragam Tafsir

Imam Fakhruddin Ar-Razi (544-606 H/1150-1210 M) menjelaskan, Surat An-Nisa ayat 13 dan 14 merupakan penegasan dari Allah agar manusia mematuhi hukum-hukum yang telah disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya.


Ada perbedaan penafsiran frasa: تِلْكَ حُدُودُ اللهِ “Itulah batas-batas hukum Allah”, apakah hanya mencakup berbagai hukum waris yang dijelaskan dalam ayat 7, 11 dan 12; atau juga mencakup semua hukum yang dijelaskan dari awal surat, yaitu hukum harta anak yatim, hukum pernikahan dan hukum waris?


Pendapat pertama menyatakan hanya mencakup hukum waris, karena isyarat dalam frasa kembali pada hukum yang paling dekat penyebutannya, yaitu hukum waris saja.


Pendapat kedua menyatakan isyarat tersebut mencakup semua hukum yang dijelaskan sejak awal surat, karena ketentuan ‘isyarat kembali pada hukum yang paling dekat’ tidak berlaku dalam ayat ini. Sebab tidak ada faktor apapun yang menghalangi isyarat itu untuk kembali pada seluruh hukum yang telah dijelaskan sejak awal surat sehingga isyarat itu harus dikembalikan pada seluruh hukum tersebut, meskipun letaknya cukup jauh selisih beberapa ayat. (Fakhruddin Muhammad Ar-Razi, Tafsir Al-Fakhrur Razi, [Beirut, Darul Fikr: tth.], juz IX, halaman 235).


Penegasan Allah agar manusia mematuhi berbagai hukum-Nya dikuatkan dengan janji siapapun yang menaatinya maka akan dimasukkan ke surga selamanya dan menjadi keberuntungan yang besar baginya. Sebaliknya orang yang menentangnya maka akan dimasukkan ke neraka selamanya dan menjadi azab yang menghinakannya, sesuai dengan redaksi ayat:


وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا، وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (13) وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ (14


Artinya, “(13) Itulah batas-batas hukum Allah. Siapa saja taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (14) Siapa saja mendurhakai Allah dan rasul-Nya, dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka, ia kekal di dalamnya dan akan mendapat azab yang menghinakan.”


Berkaitan dengan ayat ini kemudian muncul pertanyaan, apakah orang mukmin akan dimasukkan ke neraka selama-lamanya bila tidak menjalankan hukum waris sebagaimana cakupan ayat yang sangat umum?


Imam Abu Ja’far At-Thabari (224-310 H/839-923 M) menyatakan ya, ia akan kekal di neraka bila penentangannya terhadap hukum waris diikuti dengan keraguan terhadap ayat Al-Qur’an yang telah menjelaskannya, seperti pengingkaran kaum munafik saat turun ayat 11 dan 12. Keraguan dan pengingkaran inilah yang kemudian menjadikannya keluar dari agama Islam.


Dengan lebih lugas Imam Ahmad As-Shawi (1175-1241 H/1761-1852 M) menyatakan, bila orang tersebut mati dalam kondisi berstatus muslim maka maksud ‘di neraka selama-lamanya’ adalah waktu yang sangat lama. Sedangkan bila mati dalam kondisi kafir maka ia benar-benar akan kekal di neraka. (Abu Ja’far at-Thabari Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an,  [Beirut, Muassasatur Risalah: 1420 H/2000 M], juz VIII, halaman 71-72); dan (Ahmad bin Muhammad as-Shawi, Hasyiyyatus Shawi ‘ ala Tafsiril Jalalain, [Beirut, Darul Fikr: 1424 H/2004 M], juz I, halaman 277).


Bila dicermati, saat mengungkapkan orang yang dimasukkan ke surga Al-Qur’an menggunakan diksi orang banyak خَالِدِينَ فِيهَا “mereka kekal di surga” sebagaimana ayat 13. Sebaliknya, saat menyebutkan orang yang dimasukkan ke neraka Al-Qur’an menggunakan diksi orang satu خَالِدًا فِيهَا “ia kekal di neraka”. Lalu apa hikmaknya?


Imam Ahmad As-Shawi menjelaskan, sebagaimana orang disiksa dengan neraka, ia juga disiksa dengan keterasingan dari orang lain; demikian pula sebagaimana orang diberi nikmat surga, ia juga diberi nikmat berkumpul dan saling mengunjungi dengan orang-orang tercintanya di sana. (As-Shawi, Hasyiyyatus Shawi, juz I, halaman 277).


Adapun maksud frasa penutup ayat 13: وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ “dan itulah kemenangan yang besar” adalah masuk dan kekal di surga merupakan kemenangan besar dan keberuntungan yang tiada banding.


Adapun maksud frasa penutup ayat 14: وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ “ia kekal di dalamnya dan akan mendapat azab yang menghinakan”, adalah masuk dan kekal di neraka merupakan azab yang sangat besar yang pasti menghinakannnya. (Muhammad As-Sayyid Thanthawi, Al-Wasith, juz I, halaman 884). Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda