Tafsir

Tafsir Surat Asy-Syura Ayat 20: Kunci Sukses Dunia dan Akhirat

Jumat, 9 Agustus 2024 | 13:00 WIB

Tafsir Surat Asy-Syura Ayat 20: Kunci Sukses Dunia dan Akhirat

Ilustrasi sawah. Sumber: Freepik

Di kitab Suci, Al-Qur'an, Allah menaburkan janji indah. Saban orang yang menanam benih ketakwaan dan amal saleh, akan dipanen hasil yang melimpah ruah di taman surga.

 

Setiap tetes keringat yang tercurah dalam menjemput ridha Allah, akan bersemi menjadi bunga-bunga kebahagiaan abadi kelak. Al-Qur'an, sebagai petunjuk hidup yang terang benderang, menjanjikan panen raya bagi mereka yang tekun menggarap ladang amal.

 

Simak firman Allah SWT dalam surat Asy-Syura [42] ayat 20;


مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ

Man kāna yurīdu ḥarṡal-ākhirati nazid lahū fī ḥarṡih(ī), wa man kāna yurīdu ḥarṡad-dun-yā nu'tihī minhā, wa mā lahū fil-ākhirati min naṣīb(in).

 

Artinya; Siapa yang menghendaki panenan [balasan] baik di akhirat, akan Kami tambahkan panenan [balasan] itu baginya. Siapa yang menghendaki balasan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian darinya (balasan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian sedikit pun di akhirat.

 

KH. Abdurrahman Wahid dalam esai berjudul Bercocok Tanam di Surga, terbit di Koran Pelita, tahun 1988, menyodorkan pertanyaan menggelitik terkait maksud ayat di atas. Ibarat petani yang merenung di tengah sawah, ia bertanya tentang makna sejati dari "bercocok tanam di surga".

 

Apakah gerangan yang dimaksud Allah di dalam ayat ini? Apakah surga, taman Firdaus yang dijanjikan, adalah ladang yang masih menanti tangan-tangan kita untuk membajak dan menanam? Apakah kita harus membawa cangkul dan benih ke sana untuk meraih kebahagiaan abadi?  Apakah kita masih harus bekerja keras lagi, bercocok-tanam di sawah pada hari akhirat nanti? 

 

Lebih lanjut, dalam esai itu Gus Dur segera menyingkap tabir misteri tersebut. Ternyata, "bercocok tanam di surga" bukanlah ajakan yang bersifat literal untuk beraktivitas fisik di alam baka.

 

Ayat tersebut adalah sebuah kiasan atau metafora yang menggambarkan proses penyemaian kebaikan di dunia.  Orang-orang yang beramal saleh dalam kehidupan di dunia ini, akan memperoleh imbalan sepadan di akhirat kelak. Hanya saja, kiasannya di sini bukan sembarang kiasan. 

 

Amal saleh dan imbalan atasnya adalah sesuatu yang sentral dalam konsep Islam tentang kehidupan. Amal saleh termasuk dalam kebajikan, bahasa agamanya disebut ihsan. Ihsan, atau kebaikan yang sempurna, adalah pupuk terbaik untuk menumbuhkan tanaman spiritual kita.

 

Dalam konteks ini, surga bukanlah tujuan akhir, melainkan hasil panen dari usaha kita selama hidup di dunia. (Abdurrahman Wahid, Santri Tanpa Shalat, [Yogyakarta: Penerbit Gading, 2024], halaman 11).

 

Tafsir Bahrul Ulum

Abu Laits Al Samarqandi, dalam kitab Tafsir Bahrul Ulum, jilid III, halaman 241 menjelaskan  Allah SWT berfirman bahwa orang yang beramal dengan tujuan mendapatkan pahala di akhirat akan mendapatkan balasan yang lebih besar.

 

Amal mereka akan dilipatgandakan, bahkan bisa jadi mereka mendapatkan kebaikan di dunia sebagai tambahan. Ini menunjukkan bahwa Allah sangat menghargai niat tulus hamba-Nya untuk beribadah dan mencari keridhaan-Nya.


Sebaliknya, orang yang beramal semata-mata untuk mendapatkan keuntungan duniawi, hanya akan mendapatkan sebagian dari apa yang mereka inginkan di dunia. Mereka tidak akan merasakan manisnya iman dan pahala di akhirat.

 

Hal ini karena tujuan utama mereka dalam beramal menyimpang dari tujuan yang seharusnya, yaitu ibadah kepada Allah SWT. Beliau berkata:


قوله تعالى: مَنْ كانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ يعني: ثواب الآخرة بعمله. نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ يعني: ينال كليهما وَمَنْ كانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيا يعني: ثواب الدنيا بعمله. نُؤْتِهِ مِنْها يعني: نعطه منها. وَما لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ لأنه عمل لغير الله تعالى.

 

Artinya; 'Firman Allah Ta'ala: [Siapa yang menghendaki balasan di akhirat,]' - maksudnya: pahala di akhirat dengan amalnya - [akan Kami tambahkan balasan itu baginya], maksudnya: ia akan mendapatkan keduanya (pahala dunia dan akhirat). [Siapa yang menghendaki balasan di dunia], maksudnya, pahala di dunia dengan amalnya.

 

[Kami berikan kepadanya sebagian darinya (balasan dunia)], maksudnya: Kami berikan kepadanya sebagian dari (pahala dunia) itu. [tetapi dia tidak akan mendapat bagian sedikit pun di akhirat], karena ia beramal bukan karena Allah Ta'ala." (Abu Laits Al Samarqandi, kitab Tafsir Bahrul Ulum, Jilid III, halaman 241).

 

Sejatinya, ayat ini memberikan pemahaman yang jelas tentang pentingnya niat dalam beramal. Niat yang tulus untuk mencari ridha Allah akan membawa seseorang pada keberkahan baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, niat yang semata-mata untuk kepentingan duniawi akan membatasi seseorang dari mendapatkan pahala yang lebih besar.

 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad:

 

مَنْ كانَتْ نِيَّتُهُ الآخِرَةَ جَمَعَ الله شَمْلَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ، وَمَنْ كَانَتْ نِيَّتُهُ الدُّنْيَا، فَرَّقَ الله عَلَيْهِ أمْرَهُ، وَجَعلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا كَتَبَ الله لَهُ

 

Artinya; "Siapa pun yang niatnya adalah akhirat, maka Allah akan mengumpulkan (kebaikan) untuknya, menjadikan kekayaan dalam hatinya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan barangsiapa yang niatnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di hadapan matanya, dan ia tidak akan mendapatkan dari dunia ini kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuknya." (HR. Ibnu Majah). 


Tafsir Al-Kasyf wal Bayan

Sementara itu, Abu Ishaq Tsa'labi dalam kitab Tafsir al-Kasyf wal Bayan an Tafsir Al-Qur'an , Jilid XXIII, halaman 342 menjelaskan bahwa ayat ini menerangkan konsekuensi dari pilihan hidup manusia antara mengejar dunia atau akhirat.

 

Sejatinya, siapa yang bekerja dengan tujuan untuk akhirat, Allah akan melipatgandakan hasil usahanya, memberikan berkah dan pahala yang melimpah, bahkan hingga 10 kali lipar. Ini mencerminkan bahwa setiap amal yang dilakukan dengan niat untuk akhirat akan mendapatkan balasan yang jauh lebih besar dari Allah.

 

Sebaliknya, jika seseorang lebih memilih untuk mengejar dunia dan mengabaikan akhirat, maka Allah tidak akan memberikan baginya bagian di akhirat kecuali neraka. Meskipun dia mungkin mendapatkan sebagian dari apa yang dia kejar di dunia, itu hanya sebatas rezeki yang telah ditetapkan dan dibagikan untuknya, tanpa ada tambahan berkah yang sebenarnya.

 

Pesan dari ayat ini sangat jelas, bahwa tujuan akhirat harus menjadi prioritas utama dalam setiap perbuatan. Mengejar dunia tanpa memikirkan akhirat hanya akan membawa kerugian di kehidupan yang abadi, sementara bekerja untuk akhirat akan membawa keuntungan baik di dunia maupun di akhirat.


 

قال قتادة: يقول: من عمل لآخرته نزد له في حرثه، ومن آثر دنياه على آخرته، لم يجعل الله له نصيبًا في الآخرة إلّا النّار، ولم يصب من الدّنيا شيئاً إلّا رزقاً قد فرغ منه وقسم له

 

Artinya; 'Qatadah berkata; "Siapa saja yang bekerja untuk akhiratnya, Allah akan menambahkan dalam hasil usahanya. Dan barangsiapa lebih mengutamakan dunia atas akhiratnya, Allah tidak akan memberikan bagian baginya di akhirat kecuali neraka. Dia pun tidak akan mendapatkan apa pun dari dunia kecuali rezeki yang telah ditentukan dan dibagikan kepadanya." (Abu Ishaq Tsa'labi dalam kitab Tafsir al-Kasyf wal Bayan, Jilid XXIII, [Jeddah: Darul Tafsir, 2015]  halaman 342).

 

Lebih lanjut, ayat 20 dari Surat Asy-Syura ini sejalan dengan ayat 18-19 dari Surat Al-Isra'. Keduanya membahas tentang pilihan manusia antara mengejar kenikmatan duniawi atau kehidupan akhirat. Kedua ayat ini menekankan bahwa orang yang mengejar kenikmatan duniawi saja akan mendapatkan sebagian dari apa yang mereka inginkan di dunia ini, tetapi tidak akan mendapatkan bagian di akhirat. 

 

Sebaliknya, orang yang mengejar kehidupan akhirat dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam keimanan, akan mendapatkan balasan yang baik di akhirat. Ayat-ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya memilih tujuan hidup yang benar dan berusaha menuju akhirat dengan keimanan dan amal saleh. Allah berfirman:


مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهٗ فِيْهَا مَا نَشَاۤءُ لِمَنْ نُّرِيْدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهٗ جَهَنَّمَۚ يَصْلٰىهَا مَذْمُوْمًا مَّدْحُوْرًا [١٨ ]  وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا [١٩]


Artinya, "Siapa pun yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.Dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik." (al-Isrā'/17: 18-19). 


Dengan demikian, ayat ini menjelaskan tentang dua jenis tujuan hidup manusia; mencari keuntungan di akhirat dan mencari keuntungan di dunia. Sejatinya, orang yang mencari keuntungan di akhirat, Allah berjanji akan melipatgandakan balasan bagi mereka yang berfokus pada kehidupan akhirat. Keuntungan ini berupa pahala yang berlipat ganda di akhirat, serta keberkahan di dunia yang membawa kepada kebaikan di akhirat.

 

Pada sisi lain, orang yang mencari keuntungan di dunia, Allah juga memberi kepada mereka yang menginginkan dunia sebagian dari apa yang mereka inginkan. Namun, keuntungan ini hanya terbatas pada kehidupan duniawi, dan mereka tidak akan mendapat bagian apa pun di akhirat.


ﺇِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَي. (رواه البخاري ومسلم)

 

Artinya, "Bahwasanya amal itu menurut niatnya, dan bahwasanya bagi setiap orang mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkan." (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Seluruh penjelasan di atas merupakan peringatan bahwa jika seseorang hanya berfokus pada keuntungan dunia, maka dia akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan di akhirat. Semoga kita senantiasa termasuk orang yang mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.  

 


Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, Tinggal di Parung