Tasawuf/Akhlak

Adab Menerima Tamu saat Lebaran 

Sen, 24 April 2023 | 10:00 WIB

Adab Menerima Tamu saat Lebaran 

Silaturahmi keluarga saat lebaran. (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Memuliakan tamu merupakan tradisi serta perangai mulai para nabi dan orang-orang terdahulu. Karenanya, tak heran banyak hadis dan riwayat yang menganjurkan kita untuk memuliakan tamu. Bahkan, ada yang mengaitkannya dengan keimanan, seperti halnya hadits berikut:      


مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ


Artinya, “Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya,” (H.R. Malik).   


Di momen hari raya atau lebaran ini, kita mungkin kedatangan banyak tamu yang silaturahim ke rumah, baik tamu dekat maupun tamu jauh, termasuk saudara, kerabat, dan teman sehingga memiliki banyak kesempatan untuk memuliakannya.  


Sebagai anjuran syariat, memuliakan tamu memiliki sejumlah adab atau etika yang harus kita perhatikan, antara lain sebagai berikut: 
  

1. Menjawab Salam yang Disampaikan Tamu 

Menjawab salam yang disampaikan tamu sudah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s., sebagai nabi yang paling istimewa dalam memuliakan tamu. Hal itu seperti yang dilansir dalam Al-Quran: (Cerita itu bermula) ketika mereka masuk (bertamu) kepadanya, lalu mengucapkan, “Salam.” Ibrahim menjawab, “Salam.” (Mereka) adalah orang-orang yang belum dikenal, (QS. Adz-Dzariyat 51]: 25). 


Bahkan dikisahkan, saking mulianya akhlak Nabi Ibrahim terhadap tamu, ia tidak pernah mau makan sendirian. Ketika tak ada tamu yang datang, ia segera mengirim utusan untuk mencarikan orang yang mau makan bersamanya. (Lihat: Muhammad, Shalih Al-Munjid, Silsilatul Adab, jilid VIII, halaman 2).   


2. Menyambut Tamu dengan Gembira

Tamu yang datang ke rumah hendaknya disambut dengan hangat, wajah ceria, murah senyum dan rendah hati. Tidak menunjukkan wajah sedih atau bingung, apalagi muka masam dan cemberut. Sebaliknya, tunjukkanlah sikap perhatian, kegembiraan, dan antusias terhadap tamu. Yakinlah tamu yang datang membawa berkah bagi tuan rumah dan membawa rezekinya sendiri. Karena itu jangan sungkan dan ragu untuk menjamu dan melayaninya. Ingatlah sabda Rasulullah saw.


وَتَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ صَدَقَةٌ
  

Artinya, “Senyummu di hadapan wajah saudaramu adalah sedekah,” (HR. Al-Bukhari). 


Khusus di momen lebaran atau hari raya Idul Fitri, begitu tamu datang, sampaikan sapaan hangat, ucapan selamat hari raya atau selamat lebaran, serta permohonan saling memaafkan. 


3. Senantiasa Menemani dan Melayani Tamu 

Tamu yang datang ke rumah kita hendaknya ditemani dan dilayani. Jangan ditinggalkan atau apalagi dibiarkan begitu saja kecuali ada kebutuhan penting. Kendati ditinggalkan jangan terlalu lama dan sebaiknya disampaikan alasannya dengan baik. Keperluan atau kebutuhannya dipenuhi selagi mampu dan tersedia. Jika tamunya baru dan cukup lama, tunjukkan kepadanya di mana kamar mandi, tempat shalat, arah kiblat, dan kamar istirahatnya jika bertamu sampai menginap. Walhasil, layanilah dengan sebaik-baiknya dan buatlah senyaman-nyamannya.      
    

4. Menjamu dengan Makanan Kesukaan 

Sebagai bentuk ketaatan terhadap anjuran syariat, menjamu tamu harus dilakukan dengan baik. Utamakan menjamunya dengan makanan kesukaannya. Jika makanan belum siap, setidaknya minuman terlebih dahulu disuguhkan. Bahkan, demi memuliakan dan menghormati tamu, di saat berpuasa sunah pun, kita diperbolehkan berbuka. 


أَنْ لَا يَمْتَنِعَ لِكَوْنِهِ صَائِمًا بَلْ يَحْضُرُ فَإِنْ كَانَ يَسُرُّ أَخَاهُ إِفْطَارُهُ فَلْيُفْطِرْ وَلْيَحْتَسِبْ فِي إِفْطَارِهِ بِنِيَّةِ إِدْخَالِ السُّرُورِ عَلَى قَلْبِ أَخِيهِ ....وذلك في صوم التطوع 


Artinya, “Memenuhi undangan hendaknya jangan sampai terhalang oleh keadaan seseorang sedang berpuasa. Tetap datanglah menghadirinya. Bahkan, jika berbuka adalah hal lebih menyenangkan saudaranya, maka berbukalah. Perhatikan pula, saat ia berbuka, harus diniatkan memberikan kesenangan dalam hati saudaranya. Namun, itu dilakukan dalam puasa sunat.” (Lihat: al-Ghazali, juz II, halaman 20).      


Bahkan, Rasulullah saw pernah mencontohkan selalu bersikap ramah, termasuk kepada tamu non-Muslim sekalipun. Diriwayatkan, saat ada tamu non-Muslim, beliau memerintahkan untuk memerah kambingnya lalu menyuguhkan susunya kepada tamu tersebut. Berkat keramahannya itu, keesokan harinya si tamu yang non-Muslim tersebut langsung masuk Islam.    


Sedekah kepada tamu juga termasuk ke dalam keumuman hadis sedekah yang disampaikan Rasulullah saw, di mana keistimewaannya dapat memadamkan murka Allah dan menghapus dosa-dosa.


صَدَقَةُ اللَّيْلِ تُذْهِبُ غَضَبَ الرَّبِّ، وَصَدَقَةُ النَّهَارِ تُطْفِئُ الذُّنُوبَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ


Artinya, “Sedekah di malam hari dapat menghilangkan murka Tuhan dan sedekah di siang hari dapat memadamkan (menghapus) dosa-dosa, sebagaimana air memadamkan api,” (HR. Ahmad).  


Meski demikian, jangan pula dilakukan secara berlebihan dan terlalu memaksakan. 


5. Tidak Bersikap yang Menyinggung Tamu 

Saat ada tamu, tunjukkan sikap yang ramah. Jagalah penampilan. Berpakaianlah yang bersih, rapi, sopan, dan menutup aurat agar tamu merasa nyaman. Pergunakanlah bahasa dan tutur kata yang sopan dan lemah lembut. Jangan pernah menegur atau memarahi seseorang di hadapan tamu, meskipun yang ditegur atau yang dimarahi adalah anak atau keluarga sendiri. Sebab, sikap demikian dapat menyinggung perasaan tamu. Termasuk menjaga perasaan tamu adalah tidak membicarakan hal-hal yang terlalu pribadi dan sensitif. Lagi-lagi, bertutur baik juga merupakan tanda keimanan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:


مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ       


Artinya, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka katakanlah yang perkataan baik atau memilih diam,” (HR. Malik). 


6. Mengantar Tamu Sampai Pintu atau Halaman 

Di saat tamu pamitan, tuan rumah hendaknya mengantar sampai pintu atau halaman rumahnya. Pandanglah sampai ia tak terlihat lagi. Jangan lupa untuk saling mendoakan, menyampaikan harapan kunjungan berikutnya, salam perpisahan yang menyenangkan, dan ucapan terima kasih atas kedatangannya. Jangan pernah menutup pintu, apalagi sampai keras, atau membiarkan tamu sebelum sang tamu pergi dan benar-benar menjauh. 


Demikian adab dan etika menerima tamu yang harus diperhatikan. Insya Allah, semua yang diberikan kepada tamu, baik berupa perkataan, penghormatan, jamuan, dan  sebagainya, selama dilakukan dengan ikhlas akan menjadi sedekah dan kebaikan serta bernilai pahala di sisi Allah. Wallahu a’lam.


Ustadz M Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.