Tasawuf/Akhlak

Tanda Makrifat pada Diri Seorang Muslim

Sab, 27 Juni 2020 | 03:30 WIB

Tanda Makrifat pada Diri Seorang Muslim

Sedikit dan banyaknya juga menunjukkan redup dan terangnya daya makrifat yang menyala pada diri seseorang.

Makrifatullah pada diri seseorang merupakan pengalaman batin seseorang yang tidak tampak atau tidak terlihat. Makrifat merupakan barang ghaib sebagaimana keimanan. Tetapi ciri makrifat pada diri seseorang dapat terlihat dari sejauh mana intensitas orang tersebut dalam beribadah.


Syekh M Nawawi Banten mengutip pandangan ulama yang mengatakan bahwa tanda makrifat seseorang dapat terlihat dari ketaatan seseorang dalam menjalankan kewajiban agamanya. Ulama tersebut menyerupakan ibadah dengan gerakan fisik sebagai tanda kehidupan makhluk hidup.


قيل حركة الطاعة دليل المعرفة كما أن حركة الجسم دليل الحياة


Artinya, “Dikatakan, gerakan ketaatan (ibadah kepada Allah) merupakan dalil makrifat seseorang sebagaimana gerakan fisik yang menandai kehidupan,” (Syekh M Nawawi Banten, Nashaihul Ibad, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubi Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 7).


Menurut Syekh Nawawi, ketaatan seseorang dalam menjalankan perintah Allah merupakan tanda makrifat pada diri yang bersangkutan. Sedikit dan banyaknya juga menunjukkan redup dan terangnya daya makrifat yang menyala pada diri seseorang.


والمعنى أن إتيان العبد الطاعة لله تعالى علامة على معرفته لله تعالى فإذا كثرت الطاعة كثرت المعرفة إذا قلت قلت لأن الظاهر مرآة الباطن


Artinya, “Maknanya, pelaksanaan ibadah seorang hamba kepada Allah merupakan tanda makrifatnya kepada Allah. Jika ibadahnya banyak, maka kuantitas makrifatnya juga banyak. Tetapi jika ibadahnya sedikit, maka makrifatnya sedikit karena aktivitas lahiriah merupakan cermin batin seseorang,” (Syekh M Nawawi Banten, Nashaihul Ibad: 7).


Namun demikian, ketaatan beribadah itu jangan diartikan secara tunggal dalam bentuk ibadah mahdhah, seperti shalat, zikir, puasa, haji, tadarus Al-Qur’an di atas sajadah sendiri, tetapi juga dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk ketaatan sesuai dengan profesi keseharian masing-masing orang.


Syekh M Nawawi Banten memberikan jalan taqarub kepada Allah bagi mereka yang ingin lebih baik secara spiritual tanpa harus meninggalkan profesi yang sedang digelutinya. Menurut Syekh M Nawawi, mereka dapat menuju kepada Allah tanpa harus menyita, mengurangi waktu, atau mengganggu profesinya selama ini.


واعلم أن المريد لحرث الآخرة السالك لطريقها لا يخلو عن ستة أحوال إما عابد أو عالم أو متعلم أو محترف أو وال أو موحد مستغرق بالواحد الصمد عن غيره


Artinya, “Ketahuilah, orang yang menginginkan dan menempuh jalan untuk bekal kehidupan akhiratnya kelak tidak lepas dari enam jalan, yaitu ahli ibadah, orang alim, santri/pelajar/mahasiswa, perajin, pemerintah, atau ahli tauhid yang menghabiskan waktunya dengan Allah semata.” (Syekh M Nawawi, Tsimarul Yani‘ah fir Riyadhil Badi‘ah, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 94).


Ahli ibadah mahdhah, orang alim, santri/pelajar/mahasiswa, perajin, pedagang, karyawan, pemerintah, pegawai, penyedia jasa, atau ahli tauhid yang menghabiskan waktunya dengan Allah semata akan tampak ciri makrifatullah pada dirinya pada sejauh mana mereka menjalankan kesehariannya secara bertanggung jawab, berintegritas, profesional, dan maksimal. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)