Bahtsul Masail

Cara Shalat Jenazah bagi Orang yang Tidak Hafal Doanya

Sel, 24 Januari 2023 | 06:00 WIB

Cara Shalat Jenazah bagi Orang yang Tidak Hafal Doanya

Ilustrasi: Shalat jenazah (NU Online).

Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Pak Ustadz atau Pak Kyai pengasuh Bahtsul Masail di NU Online. Di tempat saya pernah ada dua orang meninggal bersamaan. Kebetulan
saya yang memimpin shalat jenazah. Sebelum shalat para jamaah saya ajari niatnya, tetapi saya lupa mengajari doanya untuk dua jenazah. Mungkin ketika shalat banyak jamaah
yang bingung dalam membaca doanya. Meskipun ada juga yang bisa menggunakan dhamir
tastniyah 
atau kata gantu untuk dua jenazah.
 

Pertanyaan saya, untuk menghindari kesalahan dalam melafalkan doa, bolehkah ketika membaca doa:
 

اَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُمَا وَارْحَمْهُمَا وَعَافِهِمَا وَاعْفُ عَنْهُمَا
 

dibaca keras saja oleh imam dan makmum mengucapkan amin? Demikian pertanyaan saya. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih. (Ainur)
 

 

Jawaban

Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Penanya dan pembaca yang budiman, semoga dalam beraktifitas kita selalu mendapatkan taufiq dan kemudahan dari Allah swt. Amin.
 

Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa shalat jenazah merupakan satu dari empat fardhu kifayah, yakni memandikan, mengafani, menyolatkan dan mengebumikan, yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berada di sekeliling orang yang meninggal dunia. 
 

Kemudian berkaitan dengan mendoakan jenazah setelah takbir ketiga termasuk rukun dari shalat jenazah. Nabi Muhammad saw bersabda:
 

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوا لَهُ الدُّعَاءَ. (رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَابْنُ مَاجَهْ)
 

Artinya, "Dari Abu Hurairah ra ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Ketika kalian menyolatkan mayit, maka khususkanlah doa untuknya”, (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). 
 

Hadits di atas disebutkan dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-'Asqalani dengan nomor hadis 533. Di sana disebutkan bahwa hadits di atas dinilai shahih oleh Imam Ibnu Hiban.

 

Dalam mazhab Syafi'i mendoakan mayit dalam shalat jenazah setelah takbir ketiga adalah fardhu dan termasuk rukun dari rukun-rukun shalat jenazah. Dari hadits di atas difahami adanya keharusan mendoakan mayit secara khusus tentang urusan akhirat yang seminimal-minimalnya adalah doa seperti “Allahummarhamhu”, Ya Allah rahmatilah dia, sebagaiman dijelaskan dalam kitab Busyral Karim sebagai berikut:

 

السادس: الدعاء للميت بخصوصه بأخروي ولو أقل ما ينطلق عليه اسم الدعاء، كاللهم ارحمه وذلك؛ لأنه المقصود من الصلاة، وما قبله كالمقدمة له
 

Artinya, "Rukun keenam dalam shalat jenazah adalah mendoakan mayit secara khusus dengan doa yang berkaitan dengan akhirat, sekalipun dengan doa paling minimal semisal “Allahummarhamhu”, karena menoaka mayit itulah tujuan dari menyolatinya. Adapun bacaan sebelum doa tersebut seperti mukadimah untuk​​​​​​nya." 
 

Kemudian terkait doa dan bacaan lain dalam shalat jenazah, seperti bacaan surat Al-Fatihah, shalawat kepada Nabi saw disunahkan dibaca dengan sirr atau suara pelan. Sedangkan untuk imam disunahkan mengeraskan suaranya hanya pada bacaan takbir dan salam saja, tidak pada yang lainnya.
 

Hukum imam tidak mengeraskan suara dalam takbir dan salam adalah khilaful aula, sedangkan mengeraskan suara pada bacaan Al-Fatihah, shalawat dan mendoakan mayit yang disunahkan dibaca dengan sirr adalah makruh. Ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Umamah sebagai berikut:
 

رَوَى النَّسَائِيّ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ: أَنَّهُ قَالَ «مِنْ السُّنَّةِ فِي صَلَاةِ الْجِنَازَةِ أَنْ يُكَبِّرَ ثُمَّ يَقْرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ مُخَافَتَةً ثُمَّ يُصَلِّيَ عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ثُمَّ يَخُصَّ الدُّعَاءَ لِلْمَيِّتِ وَيُسَلِّمَ
 

Artinya : “An-Nasa'i meriwayatkan dengan sanad shahih dari Abu Umamah, “Termasuk kesunahan dalam shalat jenazah adalah membaca takbir, membaca Al-Fatihah dengan suara pelan, kemudian membaca shalawat atas Nabi saw dan mengkhususkan doa bagi mayit dan salam". Lihat (Said Ibn Muhammad Ba'ali Baisan, Busyral Karim,[Jedah, Darul Minhaj: 2004 M] halaman 460-461).
 

Dari penjelasan di atas dapat ditarik simpulan bahwa mendoakan mayit secara khusus adalah termasuk fardhu dan rukun shalat jenazah. Berarti mendoakan mayit dalam shalat jen​​​​​​azah adalah kewajiban untuk setiap orang yang melaksanakannya. Tidak han​​​​​​ya kewajiban untuk imam. Kesunahanya dibaca secara pelan atau sirr sekira hanya terdengar oleh dirinya sendiri. Adapun yang tidak hafal atau tidak dapat membaca doa tersebut diharuslan untuk berdiam sekedar waktu yang cukup untuk berdoa, bukan mengaminkan doanya imam.
 

Hukum dalam kasus ini disamakan dengan orang yang tidak hafal bacaan Al-Fatihah. Dijelaskan dalam kitab I'anatut Thalibin:
 

قال سم: أنظر هل يجري نظير ذلك في الدعاء للميت، حتى إذا لم يحسنه وجب بدله، فالوقوف بقدره، وعلى هذا فالمراد ببدله قراءة أو ذكر من غير ترتيب بينهما أو معية؟ فيه نظر، والمتجه الجريان. اه
 

Artinya, "Ibnul Qasim Al-Abbadi berkata: "Pertimbangkan, apakah berlaku kesamaan masalah tidak hafal Al-Fatihah dengan ​​​​​​permasalahan tidak bisa mendoakan mayit dalam shalat jenazah. Sehingga ketika seseorang tidak cakap dalam mendoakan mayit, maka wajib ada bacaan yang menggantikannya; kemudian jika tidak bisa juga, maka diam sekira waktu yang cukup untuk mendoakannya? Berdasarkan pandangan ini maka yang dimaksud bacaan​​​​​​ penggantinya adalah membaca ayat atau dzikir tanpa berurutan antara keduanya atau secara bersamaan. Masalah ini perlu dikaji. Namun, arahannya adalah berlaku sama." (Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati As-Syafi'i, I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz II halaman 142).
 

Jadi jawaban atas apa yang ditanyakan penanya, yakni imam membaca doa untuk mayit secara keras, supaya makmum tinggal mengamini saja karena dikhawatirkan adanya kesalahan makmum dalam membaca doa untuk mayit, hal itu tidak diperbolehkan.
 

Karena mendoakan mayit adalah rukun yang wajib dibaca oleh siapa saja yang melaksanakan shalat jenazah, termasuk makmum. Sehingga hanya bila makmum hanya mengaminkan doa imam, maka tidak mencukupi.
 

Jika ternyata makmum tidak bisa atau tidak cakap membaca doa untuk mayit tersebut, maka ia harus menggantinya dengan membaca ayat atau dzikir, dan jika tidak bisa pula membaca gantinya, maka ia cukup diam saja seukuran waktu mendoakan mayit. Adapun hukum imam mengeraskan bacaan doanya adalah makruh. Wallahu a'lam.
 

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo