Bahtsul Masail

Hukum Haji dengan Uang Hasil Kredit yang Pelunasannya Diangsur

Sen, 13 Agustus 2018 | 04:00 WIB

Hukum Haji dengan Uang Hasil Kredit yang Pelunasannya Diangsur

Bagaimana status haji seseorang yang biaya hajinya didapat dari hasil uang kredit dan pelunasannya diangsur? (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, saya mau bertanya soal manasik yang didukung biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) hasil kredit seorang pegawai negeri yang dilunasi melalui potongan gajinya. Bagaimana status hajinya? Mohon penjelasan terkait ini. Terima kasih. Wassalamu 'alakum wr. wb. (Suhaimi/Jakarta Barat).
 
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Haji merupakan ibadah wajib yang sangat mulia. Ibadah ini disebutkan secara khusus oleh Allah dalam Surat Ali Imran ayat 97.
 
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
 
Artinya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam,” (Ali Imran ayat 97).
 
Dari ayat ini, ulama memahami bahwa haji adalah ibadah wajib bagi umat Islam. Hanya saja kewajiban haji ini berlaku bagi mereka yang mampu baik secara fisik maupun finansial.
 
Lalu bagaimana dengan ibadah haji orang yang meminjam uang pihak lain dengan jumlah tertentu untuk kepentingan BPIH yang pelunasannya diangsur melalui potongan gajinya?
 
Ulama memahami Surat Ali Imran ayat 97 sebagai dalil kewajiban haji bagi yang mampu salah satu sisinya adalah mampu secara keuangan. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kemampuan tidak terkena kewajiban haji.
 
Meskipun tidak terkena kewajiban, ibadah haji orang yang belum mampu tetap sah bila dilakukan dengan tata cara manasik haji sesuai tuntunan syariat Islam.
 
Orang yang belum mampu di sini misalnya dapat berhaji karena diberangkatkan oleh pihak lain atau meminjam uang sebesar keperluan untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji kepada pihak lain yang pelunasannya diangsur melalui potongan gaji yang bersangkutan.
 
فَمَنْ لَمْ يَكُنْ مُسْتَطِيْعًا لَمْ يَجِبْ عَلَيْهِ الْحَجُّ لَكِنْ إِذَا فَعَلَهُ أَجْزَأَهُ
 
Artinya, “Orang yang tidak mampu, maka tidak wajib haji, akan tetapi jika ia melaksanakannya, maka hajinya sah,” (Lihat Ibrahim As-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi ‘alat Tuhfah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 460).
 
Keabsahan ibadah haji orang yang tidak mampu ini juga dikatakan oleh Syekh Ramli dalam Nihayatul Muhtaj. Menurutnya, ibadah haji orang faqir dan orang yang lemah tetap sah sejauh yang bersangkutan itu merdeka dan terkena beban hukum Islam (taklif).
 
فَيُجْزِئُ حَجُّ الْفَقِيْرِ وَكُلُّ عَاجِزٍ حَيْثُ اجْتَمَعَ فِيْهِ الْحُرِّيَّةُ وَالتَّكْلِيْفُ كَمَا لَوْ تَكَلَّفَ الْمَرِيْضُ حُضُوْرَ الْجُمْعَةِ
 
Artinya, “Maka hukumnya mencukupi (ijza’) haji orang fakir dan setiap orang yang tidak mampu selama dalam dirinya terkumpul sifat merdeka dan mukallaf, seperti bila orang sakit memaksakan diri shalat Jum’at,” (Lihat Muhammad bin Syihabuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, [Mesir, Musthafa Al-Halabi: 1938 M], juz III, halaman 233).
 
Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang belum mampu, meskipun tidak wajib, boleh melakukan ikhtiar-ikhtiar dalam mengupayakan biaya penyelenggaraan ibadah haji dengan cara meminjam uang kepada pihak lain, menabung, arisan haji, atau dengan cara lainnya yang dibenarkan dalam syariat. Sedangkan ibadah hajinya tetap sah.
 
Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
 
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
 
(Alhafiz Kurniawan)